Part 1 - Lelah

1K 97 4
                                    

Satu bulan sebelumnya.

Ketukan-ketukan pisau terdengar, ketika Tama sedang memotong bawang merah dan bawang putih. Dia mau membuat sayur bayam untuk Wina. Saat ini, istrinya itu sedang memandikan Khafi— putra mereka. Dia juga merebus telur di kompor satunya.

Begitu makanan siap, dia langsung menatanya di meja makan. Setelah beres, dia melangkah menuju kamar di mana Wina berada.

"Win, sarapan dulu," kata Tama sambil menghampiri istri dan putranya itu.

"Iya, a." Wina mendongkak, lalu keningnya langsung berkerut. "Bukannya sekarang hari kamis yah?" Tanya Wina.

"Iya, kenapa emang?" Tanya Tama balik.

"Kenapa belum siap-siap? Bukannya Aa harus kerja?"

Tama melihat pakaiannya. Dia masih pakai baju koko dan celana kolornya. "Ah, iya.." Dirinya baru tersadar. Dia melirik ke arah jam yang menunjukkan pukul setengah tujuh. Dia pun bergegas menuju lemari pakaiannya. Tama mencari kemejanya. "Ishh.." desisnya.

"Kenapa A?"

"Kemeja aku belum disetrika semua," jawabnya bergegas keluar kamar. Menuju ruang kerjanya, mencari kemejanya di dalam keranjang tumpukan pakaian yang belum disetrika.  Dia langsung mendapatkan kemejanya dan tak lupa juga dengan jas. Dia menyalakan setrikaan.

"Biar aku aja yang nyetrika," kata Wina yang datang.

Tama mengangguk. Sebenarnya dia tak terlalu ahli dalam menyetrika pakaian. Akan memakan waktu lama, jika dirinya yang menyetrika dan juga pakaian yang disetrikanya masih saja kusut.

"Aa, gendong Khafi dulu ya." Wina memberikan Khafi pada Tama.

Tama membawa Khafi ke kamar. "Kamu tiduran dulu ya.. Papa mau pake celana dulu." katanya menidurkan Khafi di atas ranjang. Ketika dibaringkan, Khafi langsung merubah posisinya menjadi tengkurap. "Wow, anak papa hebat," serunya saat melihat perkembangan putranya itu. Namun saat ini, bukan waktu yang tepat untuk Tama bereaksi akan perkembangan Khafi itu.

Tama membuka baju koko yang dipakainya, lalu memakai celana panjang hitamnya dan memakai kaos kakinya.

"Ini A, udah." Wina sudah selesai menyetrika kemeja Tama dan memberikannya pada suaminya itu.

"Maafyah, A. Aku udah lama gak nyetrika pakaian. Jadi deh malah kayak gini."

"Gak papa, santai aja." Tama mengerti akan hal itu, lagi pula Wina sudah lelah dengan pekerjaannya yang lain, yaitu mengurus Khafi. Jujur saja, mata Wina terlihat sayu, itu menjelaskan kalau wanita itu sangat kelelahan. Apalagi Wina sering kali bergadang karena Khafi yang rewel ditengah malam.

Setelah berpakaian lengkap. Tama langsung mencium kepala istrinya dan pipi Khafi. "Aku pergi ya. Kamu jangan lupa sarapan. Mendingan sarapan sekarang sana," peringatan Tama yang tahu kalau Wina suka lupa akan makan. Apalagi kalau Tama tak memasak, dan lupa membeli makan, maka istrinya itu tak akan makan sama sekali.

"Iya.. Aa gak akan sarapan bareng?"

"Engga, udah kesiangan. Paling nanti di kantor."

"Maaf yah, A."

"Jangan minta maaf terus. Pokoknya harus sarapan. Aku pergi, assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam."
________

Tama mengecek arus kas saat ini dan hendak membuat laporan keuangan bulan ini. Tama, sekarang menjadi manajer keuangan perusahaan, yang sebelumnya SPV. Kata Iko—sepupunya, Om Rehan masih enggan mengangkatnya menjadi direktur keuangan, karena kesalahan yang menurut direkturnya itu sangat fatal. Lagi pula, Tama juga tidak tertarik dengan jabatan direktur. Meskipun gajinya cukup besar.

Wedding Invitation 2 : AdjustmentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang