Part 2 - Rencana (17+)

1K 88 12
                                    

Wina memperhatikan Tama yang melangkah pergi meninggalkan rumah. Suaminya itu terlihat bersemangat sekali. Ada rasa bersalah yang ia rasakan. Karena semenjak mereka punya bayi, Tama tak pernah pergi keluar jalan-jalan atau pergi bersama teman-temannya. Wina masih trauma akan patah tulang yang dialami Tama, itulah salah satu alasannya juga melarang Tama keluar.

"Khafi, jangan sampe begadang ya sayang. Karena Papa lagi main. Jadi Mama gak sanggup begadang malem ini sendirian," curhatnya pada Khafi.

Khafi hanya menampilkan senyuman manisnya. Lalu mengisap jempolnya.

Khafi, tipe bayi yang suka tersenyum dan agak rewel. Apalagi kalau di malam hari, bayi itu agak susah untuk tidur.

Suara nada dering ponsel terdengar dan diikuti tangisan Khafi yang terkejut dengan bunyinya yang lumayan kencang, apalagi ponsel Wina berada di atas sofa yang berada cukup dekat dengan Khafi. Wina otomatis menggendong putranya tersebut. "Ah, sayang.. Maafin Mamah." Dengan segera, Wina mengambil telepon dan mengangkat panggilan tersebut.

"Assalamu'alaikum, win," Salam ibu mertuanya-Ajeng.

"Wa'alaikumsalam, bu," jawab Wina.

"Gimana Khafi? Masih suka nangis tengah malem?"

"Iya, bu."

"Harus digendong itu."

"Iya, bu." Wina sudah melakukannya dan emang itu cara yang ampuh. Tapi Wina harus melakukan itu dengan lama sampai Khafi benar-benar tertidur. Hal sama yang dilakukan Wina saat ini.

"Ibu besok lusa ke sana."

"Ha?" Ibu mertuanya itu baru pulang minggu kemarin. Dan sekarang mau ke sini lagi? Apa nggak cape?

"Kenapa? Kamu gak suka ibu ke sana?" Tanya Ajeng yang mendapat reaksi seperti itu dari menantunya.

"Ohh.. Engga, bu. Wina seneng ibu ada di sini. Tapi ibu pasti cape, apalagi kemarin baru dari sini," jelas Wina.

"Engga lah, ibu kangen banget sama cucu ibu. Pengen ketemu."

"Iya, bu."

Khafi tangisan terdengar lagi. Hal ini dikarenakan Wina membaringkan bayi itu, karena merasa bayi itu sudah tenang.

"Khafi kenapa?"

"Ini.. Bentar bu.." Wina kembali menggendong putranya.

"Ya udah, kamu tenangin Khafi aja. Tama mana?"

"A Tama lagi keluar."

"Keluar? Nongkrong?" tebak Ajeng.

Wina bingung harus menjawab iya atau tidak. "Hmm.."

"Pasti nongkrong!" kata ibu mertuanya yakin. "Ck ck ck.. Dasar si Tama. Gak pengertian banget sama istrinya sendiri."

"Wina gak papa kok, bu. Lagian A Tama udah lama gak main sama temen-temennya," bela Wina pada suaminya.

"Ya, tetep aja."
_______

"Win! Wina, sayang!" Terdengar bisikan di dekat telinga Wina. Wina perlahan membuka matanya. Wanita itu mendapatkan suaminya yang berdiri di sampingnya.

"Aa?" Heran Wina. Kenapa pria itu sudah pulang? Bukankah rencananya akan menginap di rumah Iko.

"Tidur di kamar sana," suruh Tama.

Wina mengangguk. Dia perlahan berdiri, namun kembali duduk. Tangannya kesemutan. Mungkin karena menggendong Khafi terlalu lama di posisi yang sama. "Aw!" Rintihnya.

"Kenapa?"

"Tangan aku kesemutan."

"Sini," kata Tama yang mengambil alih menggendong Khafi dengan pelan. Lalu pria itu membawa putranya ke dalam kamar.

Wedding Invitation 2 : AdjustmentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang