Chapter 17

161 15 0
                                    


"Tidurlah Shiho," bisik Takaaki setelah menemukan suaranya kembali. Ia berusaha membenarkan posisi Shiho di ranjang.

Namun Shiho malah menarik Takaaki dan merangkulnya.

Takaaki kebingungan, "Shiho?"

"Jangan pergi..." bisik Shiho gemetar. Ia memang telah dipengaruhi alkohol, tapi kewarasannya masih terjaga. Ia sadar beberapa jam lagi harus menyerahkan diri pada Vermouth. Mungkin ini malam terakhirnya melihat dunia. Melihat seseorang yang selama setahun ini telah melindunginya.

"Aku toh tidak kemana-mana Shiho... Kau istirahat saja..." Takaaki berusaha melepaskan rangkulan lengan Shiho, namun Shiho malah semakin erat memeluknya bahkan menyurukkan wajahnya dalam dekapan Takaaki.

"Malam ini saja, please... Jangan pergi..." pinta Shiho.

Takaaki akhirnya bergeming kaku. Tak lama kemudian ia melihat air mata mengalir dari ekor mata Shiho yang memiliki bulu mata lentik.

"Shiho... Kau kenapa menangis?"

"Mau kah kau berjanji satu hal padaku?"

"Apa?"

"Apapun yang terjadi, jangan pernah lepaskan aku,"

"Eh?" Takaaki mengerjap tak mengerti.

"Berjanjilah,"

"Aku berjanji,"

"Arigatou Takaaki-Kun, selama setahun ini kau telah melindungiku,"

Takaaki terdiam, tidak tahu bagaimana harus menanggapi.

"Tapi... kau melakukannya bukan karena ada maunya juga kan? Karena kau menginginkan aku bekerja sama dalam penyelidikanmu?"

Tatapan Takaaki melembut, ia mengulurkan tangannya untuk menyelipkan rambut Shiho ke balik telinga, "aku suka berdiskusi denganmu, tapi tentu aku tak menginginkan kau berhadapan langsung dengan mereka. Aku akan melindungimu apapun yang terjadi,"

"Terima kasih, kau manis sekali. Aku merasa dihargai,"

"Memangnya selama ini tidak?"

"Aku tak tahu... Sejak kecil, hidupku sudah diatur untuk mematuhi perintah orang lain... aku sampai lupa apa keinginanku..."

"Kau akan mempunyai pilihan yang lebih bebas Shiho, aku akan mengupayakannya meski harus mati,"

Air mata Shiho mengalir lagi, "setelah aku kabur dari organisasi, Kudo-Kun adalah penopang hidupku... Aku kira aku akan mati tanpanya... Tapi... Tapi... Saat melihatmu jatuh di Danau Suwa... Aku bersumpah aku takut sekali... Aku takut kau juga mati... Saat menungguimu di rumah sakit... Perlahan hal itu merasuki benakku... Tanpa sadar kau juga jadi penopang hidupku Takaaki-Kun..."

"Shiho..."

"Saat aku di peti mati... Yang aku inginkan hanyalah dua hal. Alena selamat dan aku ingin melihatmu lagi terlepas dari aku tetap hidup atau mati dalam pelukanmu..."

Takaaki menangkup wajah Shiho, mengusap airmatanya dengan ibu jarinya.

"Kudo-Kun si magnet mayat itu selalu benar... Aku sudah berusaha untuk kuat... Tapi nyatanya aku tidak kuat..."

"Tidak perlu memaksakan dirimu untuk menjadi kuat Shiho. Aku yang akan menjadi kuat untuk melindungimu. Kau sudah cukup dengan dirimu yang sekarang ini..."

"Aku hanya beban bagi semua orang,"

"Sama sekali tidak,"

"Benarkah?"

"Aku bersyukur dapat bertemu denganmu Shiho-Chan," dan Takaaki mendaratkan kecupan lembut di kening Shiho.

"Kenapa..." desah Shiho lirih.

"Apanya?"

"Kenapa kita tidak bertemu lebih cepat? Kenapa kita tidak bertemu lebih dulu sebelum aku bertemu magnet mayat itu?"

"Sekarang pun belum terlambat Shiho..."

Tidak... Mungkin sudah terlambat Takaaki-Kun... jerit Shiho dalam hati. Tanpa bisa menahan diri lagi, Shiho meraih bibir Takaaki dengan bibirnya.

Awalnya Takaaki terkejut, namun meresponnya dengan lembut. Namun Shiho tidak puas, ia tidak sabar dengan kelembutan ini, ia haus akan sentuhan. Shiho memberi pagutan yang lebih bergairah, lebih agresif, meminta Takaaki memuaskan dahaganya. Sang Komei pun menuruti permintaannya. Tangannya merayap ke balik t-shirt Shiho, menyentuh kulit telanjang di baliknya. Shiho mendesah dan ia meraih tangan Takaaki membimbingnya untuk menyentuh buah dadanya. Takaaki meremas bagian itu dan membuat Shiho semakin mendesah penuh nikmat.

Shiho menarik t-shirtnya keluar dari kepalanya kemudian meraup kancing kemeja Takaaki dan membukanya dalam sekali sibak. Mereka bertindihan di tempat tidur dengan bibir yang terus sibuk saling berpagutan.

"Kau cantik Shiho-Chan," bisik Takaaki memujanya.

"Bukan anak kecil?"

Takaaki hanya nyengir sebelum memagutnya lagi. Shiho menggeliat-geliat penuh kenikmatan sebagai respon terhadap sentuhan Takaaki. Ia terus menerus mendesahkan nama Takaaki seraya memintanya menyentuhnya lebih dalam lebih privasi. Ia ingin pria itu memilikinya. Ia tak mau memikirkan kematian yang mungkin sedang menunggunya. Ia hanya ingin fokus pada saat ini. Dunianya dengan Takaaki. Meninggalkan jejak kenangannya di benak pria itu sebelum maut menjemput.

"Shiho," Takaaki mengerang menyebut nama Shiho ketika kaki Shiho memeluk pinggul Takaaki untuk menghilangkan jarak.

"Sekarang Takaaki... please..." Shiho memohon dan memang dia sudah siap.

Takaaki memegang salah satu paha Shiho dan mulai memasukinya. Shiho memekik pelan, awalnya sedikit sakit saja namun setelah itu ia menikmatinya. Bagian tubuh Takaaki yang berirama di dalam dirinya.

Shiho mendesah dan sesekali memekik. Dunia terasa jungkir balik di matanya. Urat-urat sarafnya bergelora dan menggelenyar. Ia tak ingin semua ini berhenti. Tubuhnya meleleh oleh kenikmatan yang tiada tara. Peluh mereka menyatu, kulit mereka yang bersentuhan semakin sensitif dan menambah rangsangan kenikmatan. Shiho terisak, mau rasanya ia tenggelam dalam tubuh pria ini. Mau rasanya ia mengabdikan seluruh hidupnya untuk pria ini. Kalaupun ia harus mati nantinya, ia takkan menyesal. Ia akan mengingat hal ini dalam benaknya saat Vermouth melakukan eksekusi. Kematian takkan lagi menjadi begitu menyeramkan. Akhirnya mereka mencapai klimaks tertinggi bersama-sama. Bahkan di dalam rasa lelah dan kantuknya, Takaaki masih menyempatkan diri untuk menyelimuti Shiho dan memeluknya seperti bantal guling.

Kurang lebih tiga jam kemudian, Shiho bangun. Saat ia membuka mata, Takaaki masih tidur pulas sambil memeluknya. Mendengar suara napasnya yang teratur, Shiho yakin Takaaki tidur dengan nyenyak tanpa kewaspadaan. Perlahan-lahan sekali, Shiho memindahkan posisi tangan Takaaki untuk melepaskan diri. Mengganti dirinya dengan bantal kepala. Takaaki memang bergerak sedikit namun tidak terbangun. Shiho turun dari tempat tidur dan mulai memakai pakaian serta mantel luarnya.

Sebelum meninggalkan kamar, Shiho melemparkan tatapannya sekali lagi pada Takaaki yang masih tidur seperti bocah. Ia memberi kecupan ringan di kening Takaaki seraya berkata dalam hati.

Maafkan aku Takaaki-Kun...

Shiho meletakkan ponsel pemberian Takaaki di lemari samping tempat tidur, namun jimat keberuntungannya tetap dibawa. Tanpa bersuara, Shiho akhirnya keluar dari kamar kemudian keluar dari rumah. Ia berjalan santai hingga ujung belokan dan menemukan wanita itu sudah menunggu.

"Kau menepati janjimu Sherry," gumam Vermouth santai namun dingin.

"Sesuai keinginanmu Vermouth," ujar Shiho tanpa gentar.

Vermouth memeriksa Shiho menggunakan detektor untuk memastikan dia tidak membawa GPS ataupun transmitter.

"Oke clear, masuklah ke mobil,"

Shiho menurutinya dan perjalannya ke neraka telah dimulai.

Love of The StrategistTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang