Belakangan ini Elio selalu terlihat murung, perasaan takut terus menghantuinya. Pertanyaan bagaimana kalau semua tahu, dan semua kembali, hilang, bahkan mungkin tak tersisa.
Mimpi buruk bagi semuanya. Bagi dia, bagi seluruh keluarganya.
Aleo melihatnya, perasaan takut yang Elio tunjukkan. Padahal, Elio sendiri yang bilang bahwa semua akan baik-baik saja, tapi ia juga yang paling mengkhawatirkan bagaimana menghadapi masalah ini?
Maka Aleo menghampiri Elio ke kamarnya, dimana itu sudah menjadi rutinitas Aleo sejak mereka tinggal seatap. Mengenakan jaket denim dan kunci motor di lengannya.
Aleo bisa melihat kalau Elio sekilas melihat dirinya saat ia membuka pintu. Tapi setelah itu bukannya bertanya, Elio malah kembali fokus pada buku di depannya.
Aleo mendekat, membungkukkan tubuhnya lalu mengikis jarak dengan meletakkan dagunya di atas pundak Elio.
"Leooo," rengek Elio tidak suka.
"Apa?" tanya Aleo dengan lembutnya.
"Aku lagi belajar."
"Tau, kok."
"Yaudah kalo tau, jangan ganggu."
"Kamu tuh kebanyakan belajar, butuh udara seger sama hiburan biar gak sumpek,' tutur Aleo.
"Jendela gak aku tutup kok, udara seger masuk," kata Elio sambil menunjuk jendela kamarnya yang terbuka, "sebelum belajar, tadi aku nonton animasi juga, jadi gak bikin sumpek."
"Maksudnya keluar sama aku, Lio."
"Kemana?"
"Pasar malem."
"Nggak ah, udah malem tau ini," tolak Elio.
"Ya emang ada pasar malem bukanya siang? Jadi pasar siang dong bukan pasar malem?"
Elio tidak memberikan reaksi apapun saat candaan itu Aleo lontarkan.
"Sama ada yang mau aku omongin," ucap Aleo.
Elio mendongak menatap Aleo.
***
Aleo benar membawa Elio ke pasar malam yang sama kala ia menyampaikan perasaannya. Mengajaknya naik bianglala sambil memakan permen kapas. Dejavu. Bahkan mereka berdua ingat bagaimana bahagianya mereka kala itu.
"Lio," panggil Aleo membuat Elio sedikit terkejut.
"Iya?"
"Tuhan baik, memberitahu kita sebelum kita lebih jauh. Bingungnya, kenapa tuhan ngasih tau kita setelah kita bertemu dan saling jatuh cinta?"
Elio hanya terdiam mendengarkan setiap kata yang disampaikan Aleo.
"Berhenti itu sulit, dilanjut juga gak bisa," lanjut Aleo.
"Kita bi—"
"Kita gak bisa. Kita harus memilih yang sulit daripada hal yang gak bisa kita lakuin." Tegas Aleo.
Elio kembali terdiam, dia tidak bisa melepas Aleo tapi juga tidak bisa kemana-mana. Karena dia salah menyimpan hatinya.
"Lio, kenapa kamu suka sama aku?" tanya Aleo membuat dialog mereka menjadi santai.
"Kamu ganteng, keren, persis kayak karakter fiksi yang aku suka." Tutur Elio tanpa sadar sedikit tersenyum.
Aleo terkekeh mendengarnya.
"Kalo kamu? Kamu suka aku karena apa?" tanya balik Elio.
"Elio itu manis, senyum kamu, aroma tubuh kamu, wangi shampo kamu, aku suka manis. Aku suka kamu."
Tangan kiri Aleo memegang tangan kanan Elio, sedangan tangan kanan Aleo mengusap lembut wajah Elio.
"Kata Bubu, kamu lahir lebih dulu. Sayang banget kalo kakak manis ini gak jadi pacarku." Kata Aleo.
"Iya, sayang banget kalo adek ganteng ini gak jadi pacar aku." Kata Elio.
Satu titik bening menetes membasahi pipi Elio.
"Sekarang atau nanti, hubungan kita gak ada masa depannya. Aku sadar kalo hubungan kita dilanjut, kita gak akan punya masa depan. Mikirin gimana bahayanya hubungan saudara kandung, buat aku terus-terusan ngerasa sakit." Aleo ikut tercekat mendengar isakan Elio.
Aleo mencium kening, pipi, dan bibir Elio berurutan. "Kita putus."
Aleo memeluk Elio erat, meredakan getaran Elio yang menangis kencang di atas bianglala.
***
Aku nangis ih:(
©
arachan
KAMU SEDANG MEMBACA
Lost [incest!]
Fiksi PenggemarKalo udah terlanjur cinta, ya terobos aja. Incest! Jangan mampir apa" kalo semisal gak suka sama genrenya!!! Kalo mau kritik sama saran boleh ya sayang-sayangku ❤️