Seoul, musim panas, 3 tahun yang lalu.
"Aku mau daftar sekolah deket tempat lesnya Jeongwoo aja pa, bagus kok disana" kata Doyoung.
Dia baru aja lulus SMP dan sekarang anak bungsu keluarga Kim itu lagi mau daftar SMA. Pilihan Doyoung ada di SMA negeri dengan teman teman dari berbagai kalangan. Disana juga dia punya teman, Park Jeongwoo namanya.
Anak bungsu dari keluarga Park yang juga sama konglomeratnya kaya keluarga Doyoung.
Sebenernya, Doyoung sama Jeongwoo ini temen satu tempat les. Mereka juga beda sekolah dulunya, Jeongwoo bilang mau nerusin SMA di deket tempat lesnya dan Doyoung juga mau masuk kesana.
"Sekolahnya bagus apa engga? Liat temen temen kamu, masa satu sekolah sama anak yang levelnya dibawah kamu? Kata siapa juga Jeongwoo sekolah disana?"
Perkataan sang papa sukses bikin Doyoung jadi murung, dia pengen sekali sekali sekolah negeri yang biasa aja. Dia tau, keluarganya mampu, mampu banget malah kalau Doyoung sekolah di SMA elit.
Tapi, Doyoung juga mau sekolah di SMA biasa, bukan sekolah swasta elit dimana isinya anak anak orang kaya. Ga selamanya berteman dengan orang kaya itu menyenangkan.
Dari dia sekolah SD sampe SMP, Doyoung masuk sekolah elit. Temen temennya anak dari kalangan atas. Ada anak pejabat, anak rektor universitas, anak profesor dari rumah sakit terkenal, ada anak pengusaha kaya raya.
Tapi, Doyoung sulit untuk berteman dengan mereka semua. Bagi Doyoung, temenan sama mereka ga ada satu pun yang tulus. Walaupun kaya, tapi mereka masih memandang pekerjaan orangtua.
"Tapi paa, aku mau sekolah disana. Aku pengen cari suasana baru"
"Papa udah daftarin kamu ke sekolah internasional di Apgujeong, Jeongwoo juga sekolah disana. Berkas kamu udah selesai semuanya, kamu tinggal masuk sekolah tiga minggu lagi"
Doyoung membulatkan kedua matanya, hal apa yang baru aja diucapkan oleh papanya.
"Apgujeong jauh dari rumah pa. Dan kenapa papa harus buru buru daftar tanpa diskusiin dulu sama aku?"
Papa menghela nafas, ruangan milik papa yang hanya berisi Doyoung dan papanya itu hening seketika. Doyoung sempat meninggikan suaranya, membuat papanya menatapnya tajam.
"Kamu harusnya bersyukur papa udah ngurus semua keperluan kamu buat daftar sekolah. Kakek juga udah bantu, tapi kamu malah nolak dan bilang tanpa diskusi dulu sama kamu?"
Doyoung menunduk diam. Sial, dia benci situasi ini.
"Ga ada yang perlu di diskusiin dulu sama kamu, Kim Doyoung. Kamu udah diatur dengan baik oleh kakek sama papa, jadi nurut apa yang udah papa sama kakek atur buat kamu" ucapnya lagi.
"Dari dulu papa emang gamau dengerin mau aku, terserah papa"
Doyoung keluar dari ruangan papanya, di luar sudah ada mama yang menunggunya.
"Papa bilang apa sayang? Jadinya kamu sekolah dimana?" Tanyanya.
"Tanya aja sama suami anda" ucapnya dingin.
"Do-- hhhh.. anak itu bener bener"
Doyoung masuk ke kamarnya, berbaring di kasur king size miliknya. Kesel banget rasanya denger omongan papanya barusan.
"Hiks, kenapa sih aku ga dikasih kebebasan buat milih apa yang aku mau? Hiks, mama, aku pengen ikut mama"
Iya, mama kandung Doyoung pergi. Dia pergi 3 tahun lalu saat Doyoung masih umur 14 tahun. Orangtua Doyoung cerai, dan dulu dia udah mau ikut sama mamanya. Tapi lagi lagi, papa sama kakeknya ga ngebolehin dia.
KAMU SEDANG MEMBACA
né de vous aimer | hoonbby
Fanfictionjihoon was born to love doyoung, but jihoon let him down. So, what should Jihoon do? letting doyoung go but killing himself slowly, or holding doyoung but making him hate jihoon even more? hoonbby, ft. kyubby, hwanbby, jeongharu