Sejak saat pertama kali Jihoon datang ke kedai ramen milik keluarga Junghwan, dia pun jadi sering kesana. Entah makan siang, sore pulang kerja, atau bahkan malam malam pun Jihoon akan datang. Hanya untuk melihat Doyoung yang bekerja membantu orangtua Junghwan.
Dan itu udah satu bulan berlalu, Doyoung dan Junghwan udah mulai kuliah. Junghwan dengan jurusan kedokterannya dan Doyoung yang diam diam masuk jurusan ilmu gizi. Mereka satu fakultas, berbeda dengan Jeongharu yang masuk ke fakultas bisnis dan manajemen.
"Doyoung, pesenan ini ada di gedung apartemen Seohwa di Gangnam, lantai 11 nomer 102" kata Junghwan yang membaca alamat apartemen salah satu pelanggan.
"Atas nama siapa, yang?" Tanya si manis.
"Atas nama Park Jihoon. Dia sering banget minta delivery"
Ah, iya. Park Jihoon, laki laki berusia 23 tahun itu sering banget delivery ramen. Dan sering banget juga Doyoung yang nganter, dia lebih suka nganter ramen dari pada ngelap meja dan bawa mangkuk kotor ke dapur.
Capek, kata Doyoung.
Mama So yang paham kalau tuan putri itu ga pernah ngalakuin hal yang cukup melelahkan itu pun cuma ketawa aja. Yang biasanya dilakuin Yedam pun diambil alih oleh si bungsu Kim itu.
Jihoon suka delivery, siangnya delivery untuk diantar ke kantor Park Company, malamnya kadang Jihoon datang ke kedai.
"Yaudah, aku jalan sekarang" kata si manis yang sudah bersiap dengan jaket milik Junghwan dan helm hitamnya.
"Hati hati, mau hujan juga gapapa? Bang Yedam aja ya yang nganter"
Junghwan agak was-was aja kalo Doyoung yang anter. Masalahnya, walaupun Doyoung badannya kecil, mungil, dan lebih pendek dari Junghwan pun dia kalo bawa motor kenceng banget. Ngebut sukanya, Junghwan yang pernah bonceng aja sepanjang jalan berdoa terus sama Tuhan supaya dilindungi.
"Gapapa, aku ngebut kok"
"Ya karna kamu ngebut itu, sayang. Aku jadi ga yakin, udah deh kamu disini aja. Apa aku aja yang nganter"
"Aku aja Junghwan, aku pengen naik motor. Ya, ya, ya???"
Jurus andalan saat Junghwan udah mulai ngelarang dia. Pasang muka se memelas mungkin, abis itu diiming imingi ciuman semaunya Junghwan.
"Pulangnya kamu bebas cium sama main deh, sama aku"
Nah kan! Sudah Junghwan tebak. Begini endingnya.
"Kita main cukup sekali aja, Kim Doyoung" dan selalu aja jawaban Junghwan seperti ini ketika Doyoung nyerahin diri biar Junghwan mau main sama dia.
"Kenapa sih? Dari pada main sendiri, ga asik amat. Kamu kan punya aku"
Junghwan menarik nafas. Iya, dia lebih baik main sendiri dari pada main sama Doyoung yang bakal bikin dia menggila karna ga akan bisa berhenti.
Doyoung terlalu candu, dan Junghwan gamau merusak Doyoung terus menerus.
Hmm, cukup sekali. Gatau kalo besok Junghwan khilaf. Doyoung suka banget mancing mancing soalnya.
"Udah, mending kamu pergi aja sekarang. Dari pada kita di telpon karna lama nganter orderan dia" kata Junghwan sambil dorong plastik berisi cup ramen.
"Yaudah, aku berangkat dulu ya, cintaaa"
Doyoung dan segala flirtingnya. Baru aja dia melayangkan flying kiss dan kedipan genit ke Junghwan. Tahan Junghwan, jangan salting. Lemahh
"Iya, hati hati"
Lebih baik Junghwan menyibukkan diri sendiri dengan melayani pelanggan lain dari pada mandangin Doyoung terus.
KAMU SEDANG MEMBACA
né de vous aimer | hoonbby
Fanfictionjihoon was born to love doyoung, but jihoon let him down. So, what should Jihoon do? letting doyoung go but killing himself slowly, or holding doyoung but making him hate jihoon even more? hoonbby, ft. kyubby, hwanbby, jeongharu