Let's Break Up : Berbeda

327 31 0
                                    

Sorry for typo and hope u enjoy the story




Let's Break Up







Katanya, ketika kau terbiasa akan sesuatu hal, maka kau tidak akan sadar jika telah menjalani itu dalam waktu yang lama karena terbiasa. Waktu yang terus bergulir mau kedepan seolah membuatmu tidak sadar jika hal itu sudah kau lewati dengan sangat baik. Sebab tidak terdapat perbedaan ketika satu langkah dibuat. Kendati juga, memang tidak ada yang berubah. Mungkin tidak ada satupun yang menyadari jika sesuatu memang berubah.

Satu minggu berlalu begitu cepat, rasanya baru kemarin dua insan yang kini sedang dalam jalan-jalan masing-masing itu memutuskan untuk istirahat akan hubungan yang sesungguhnya, tidak membaik ataupun memburuk. Biasa saja. Mungkin, Untuk ukuran seseorang yang tidak terlalu berpengalaman dalam hubungan percintaan, situasi mereka masih dapat di logika rasanya kan. Karena memang seharusnya mereka tahu dimana letak kesalahan hingga kesenjangan itu terjadi, hanya saja sekali lagi tidak ada yang menyadari.

"Udah selesai kan? Cari makan dulu dah." Orasi itu diutarakan setelah tadi yang ditunggu akhirnya datang hanya dibalas anggukan malas. Sebab diri masih terasa penat, kegiatan yang terlihat seperti tidak ada itu berhasil menguras tenaganya.

"Mekdi Mark." Usulan itu seketika dibalas gelengan keras, lengan panjang yang sempat merangkul pundaknya itu terlepas.

"Kagak kagak! gue lagi kanker, makan bakso depan aja. Murah meriah!" Hembusan napas bosan lolos saat melihat wajah yang dipahat hampir sempurna untuk ukuran seorang manusia itu selalu saja dibuat mengiba jika sudah menyangkut soal uang atau makanan.

"Dari seminggu lalu sampe sekarang gue makan bakso mulu. Lama-lama ini muka kayak bakso ntar, gak ah!" Tolakan itu kembali dihadiahi gelengan tak setuju. Tangannya dikibaskan dramatis.

"Elah John, timbang makan bakso doang lo. Makan pecel dah pecel."

"Muka lu mark yang gue pecelin. Udahlah, gue bayarin!"

Raut yang semula keberatan itu seketika hadir sebuah senyuman lebar. Serta kikikan yang dijadikan upacara kemenangan. Melompat-lompat riang kala tahu bahwa malam ini ia akan makan enak dan gratis pula. Lantas pundak Johnny kembali di rangkul erat oleh sang oknum yang sering disapa Mark.

"Ututututu maacihh, babunya gue mau traktir." Johnny memilih abai akan kelakuan Mark yang kini mencubit pipinya sesuka hati. Tunggu saja sampai kesabarannya habis.

Lingkungan kampus sudah sangat sepi, hanya ada beberapa mahasiswa yang berlalu lalang karena mungkin punya kegiatan yang sama dengan Johnny dan Mark. Keduanya lagi tak mau ambil pusing, berjalan menuju parkiran dimana motor Mark berada.

Namun, saat keduanya baru saja hendak menuju tempat parkir yang letaknya berada di belakang gedung kantor. Sepasang sahabat itu dihentikan langkahnya oleh sebuah suara berat yang sangat amat familiar, bagi Johnny khususnya.

"Johnny?" Mau atau tidak, jelas ketika namanya dipanggil Johnny menujukan fokusnya pada seseorang tersebut. 'Johnny', sebutan yang entah kenapa terasa sangat asing ditelinga Johnny ketika si pemilik suara itu yang memanggil.

"Hai Kak, darimana?"

"Habis rapat sama klien kantor, kamu mau kemana?" Jaehyun segera mengarahkan pandangnya pada pria lain yang tengah merangkul Johnny.

Setahu Jaehyun namanya Mark. Meskipun ia tahu Mark adalah teman Johnny sejak masa sekolah menengah atas, ia tidak pernah berbicara panjang lebar dengan Mark selain soal Johnny. Dan ia tidak mengerti kenapa sekarang pemuda Kanada itu seolah sedang mencoba menusuk kepalanya dengan tatapan mata tajam itu.

"Cari makan kak. Kakak udah makan belum? Mau barengan?" Jaehyun tersenyum tipis. Bukan dikarenakan oleh ajakan Johnny itu. Melainkan akan perasaan aneh ketika Johnny mengatakan itu, padanya.

Sejujurnya, Jaehyun benar-benar tidak mengingat apapun perkara Johnny setelah mereka memutuskan untuk istirahat. Dan ketika ia kembali bertemu Johnny lagi, rasanya ada yang hampa.

"Lain kali aja deh. Masih harus ngurusin kerjaan kantor. Lagian tadi sore udah makan kok." Entah disadari atau tidak, Jaehyun merasa jarak antara dirinya dan Johnny benar-benar jauh. Layaknya langit dan bumi. Yang meskipun terlihat dekat, namun sulit digapai. Canggung rasanya.

"Oh, oke. Kalo gitu, aku duluan ya kak." Jaehyun membalas dengan sunggingan samar. Yang mungkin dari prespektif Mark adalah sebuah senyuman jengah yang di sokongi sebuah formalitas belaka. Ya memang dasarnya Mark tidak pernah dalam situasi menyukai seorang Jung Jaehyun.

Memandangi dua sosok yang mulai menjauhi tempat berdirinya, Jaehyun masih bungkam. Dari sejak awal menjalin hubungan dengan Johnny, tidak pernah ia merasa seperti sekarang ini.

Dimana dirinya seakan tidak menyukai kedekatan antara Johnny dan Mark, yang sudah ada sejak dahulu bahkan sebelum dirinya mengenal Johnny. Jika dituduh cemburu, Jaehyun tidak bisa mengaku. Sebab ia tidak pernah merasakan itu sebelumnya. Jalan percintaan mereka selalu mulus dan rata. Itu baguskan?

"Kak Jaehyun!" Pundaknya ditepuk keras oleh seseorang, kontan saja ia menoleh. Mendapati sosok pemuda manis yang kini tersenyum padanya.

"Hmm? Udah kelar?" Yang ditanyai menangguk semangat, terang itu mengundang senyuman gemas.

"Udah! Kakkk, laper," Rengekan itu dibalas usakan gemas pada pemuda bersurai cokelat gelap itu. "Ini perut minta banget diisi, daritadi demo mulu."

Mendengar keluhan itu lagi dan lagi kekehan gemas mengudara. Jika sudah begini, sesibuk apapun dirinya ia tidak punya alasan untuk menolak ajakan itu. Karena pemuda manis yang saat ini ia rangkul itu mampu membuatnya nyaman di sela-sela kesibukan yang mencekik.

Bahkan pemuda itu sekarang mampu membuang semua keresahan dirinya soal Johnny tadi. Segala perasaan rumpang yang tadi membelenggu itu kini sirna.

Jadi intinya, ia mungkin bosan.


To Be Continue

[✓] Let's Break Up [JaeJohn]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang