Let's Break Up : Jalan Kita Masing-Masing

281 23 0
                                    

Sorry for typo and hope u enjoy the story




Let's Break Up



"Kak Johnny, bisa ngobrol bentar?"

Ketika namanya disebut, Johnny yang sedang mengerjakan tugas di laptopnya itu mau tak mau mendongak, sedikit tersentak akan kehadiran seseorang yang sesungguhnya tak ingin ia temui.

Disana Taeyong berdiri dengan mata bengkak, pun memerah padam. Seperti habis menangis, dan Johnny tahu ada sesuatu yang tidak benar.

"Bisa ngobrol disini aja. Sepenting apa sih?"

Bukan Johnny melainkan Mark yang menyahuti pemuda cantik itu, namun sepertinya si pemuda itu tak mengindahkan pertanyaan dari Mark yang memang lebih seperti perintah itu. Bahkan memandang Mark saja tidak, netranya hanya tertuju pada Johnny.

"Aku mau ngomong empat mata aja, dan gak disini."

"Kenapa gue harus ngebiarin lo berdua sama Johnny--"

"Mark, bantuin ngetik tugas ini. Gue gak bakalan lama." Tanpa peduli dengan Mark yang hendak kembali melontarkan protes, Johnny mengambil langkah pergi terlebih dahulu. Membawa dirinya dan Taeyong menjauh dari keramaian, karena ia tahu bahwa apa yang akan mereka bicarakan tak jauh-jauh dari sosok pria yang berhasil membuat dirinya jatuh terjerembab.

"Kakak kan yang bikin Kak Jaehyun batalin tunangan aku sama dia?"

Tanpa basa-basi, Taeyong mengudarakan pertanyaan yang lebih seperti tuduhan pada Johnny ketika mereka sampai pada lorong sepi, dibawah tangga yang cukup gelap padahal hari masih siang.

Ia bahkan yang tak tahu-menahu pasal pertunangan yang sama sekali tak disangka itu jelas terkejut, ini pertama kalinya Johnny mendengar kenyataan bahwa Jaehyun telah pergi sejauh itu dari darinya.

"Loh apa? Tunangan?"

"Iya, kita mau tunangan. Tapi beberapa hari yang lalu Kak Jaehyun tiba-tiba batalin acara tunangan kita yang gak ada satu bulan lagi. Pasti kakak penyebabnya kan?!"

Suara Taeyong tetap pada oktaf normal, namun begitu dalam dan dingin. Menyimpan amarah yang ditujukan untuk Johnny, yang tak seharusnya mendapatkan beban itu. Jelas Johnny tertawa, lebih merasa geli akan tuduhan yang tak pernah ia lakukan.

"Kalo lu ga ngomong sekarang, mungkin gue gak bakalan pernah tau. Denger, apa gunanya gue ikut campur urusan lu sama dia? Gak ada."

"Aku tau kakak suka kan sama Kak Jaehyun! Kakak sengaja deketin Kak Jaehyun biar diperhatiin! Kakak pikir selama ini aku gak tau?!!"

Lagi-lagi hanya tawa skeptis di udarakan oleh Johnny, dan diterima oleh Jisung sebagai cemoohan yang membuat wanita itu mendadak pundung, bibirnya menggeram.

"Entah lu polos atau emang bego, coba lu tanya sama itu orang siapa yang cari perhatian disini. Sebelum lo kenal sama brengsek itu, dia udah lebih dulu nyakitin. Dan sekarang giliran lo."

Johnny itu memang tidak terduga, ia bisa memanusiakan manusia lain dengan sangat baik pula dapat menjatuhkan setiap manusia yang meremehkan nya. Termasuk pemuda cantik yang sekarang wajahnya makin merah padam. Padahal Johnny sama sekali tak berniat untuk membenci Taeyong.

. . .

"Kacau john."

Johnny memperhatikan bagaimana Yuta menghela napas panjang setelah menceritakan sesuatu yang tak seharusnya ia dengar ataupun tahu.

"Dia bisa tiba-tiba lupa pake sepatu pas ngantor, pulang jalan kaki padahal bawa mobil, ngelamun mulu." 

Mungkin diwaktu yang lampau cerita Yuta ini akan mengundang tawa bagi Johnny dan berakhir ia kan mengolok-olok dengan puas sosok pria yang sekarang jadi topik pembicaraan mereka. Kendatipun bukannya tertawa terbahak-bahak, ia malah meringis. Merasa bersalah akan sesuatu yang tak seharusnya jadi bebannya. Bukankah disini dirinya pihak yang jatuh paling dalam?

"Gunanya lu ngasih tau beginian buat apa? Gue gak peduli juga."

"Gue tau lo masih sayang Jaehyun, John."

Johnny tanpa sadar meremat ujung pakaiannya sendiri, mencoba membantah perkataan Yuta. Namun semua itu menamparnya, Yuta sepenuhnya benar. Tak munafik bahwa rasa itu masih ada, meski dihantam ombak berulang kali masih tetap berdiri kokoh di dalam hatinya. Dan itu semakin membuat Johnny merasakan sakit yang amat sangat, berkat perasaan yang entah mengapa enggan sirna dari sana.

"Yu, gue tau gue jahat. Tapi dia pantes dapetin itu. Dia bahkan gak bisa ngembaliin hati gue yang udah di curi, malah dibuang gitu aja. Jujur, apa yang dia alamin sekarang gak sebanding sama apa yang gue rasain selama ini."

Bukannya membenci Jaehyun, Johnny hanya belum dapat mengatasi sakitnya yang entah kapan sembuh. Jaehyun itu si bilah pisau tajam, yang jadi pijakannya ketika mereka menjalin hubungan. Sampai sekarang lukanya masih mengaga lebar, hingga rasanya ia tak tahu lagi kemana akan mencari si penyembuh luka.

. . .

Langkah kaki jenjangnya itu menapak pelan, seperti tak minat untuk sekedar menggerakkan kedua kaki yang entah kenapa terasa berat. Semuanya makin kacau kala mengingat dirinya baru saja dilanda kekacauan dikantor, sahamnya menurun.

Namun lagi itu bukan menjadi masalah utama akan bungkamnya, terhadap kacaunya, melainkan faktor lain yang jadi alasan terbesar kenapa sekarang ia malah menjatuhkan tumpukan kertas laporan juga file yang semula berada di tangan.

Tak menyadari akan kecerobohan yang akhir- akhir selalu ia lakukan, pria bersurai coklat gelap yang kini mulai pudar warnanya itu dengan lesu mengambil kembali setiap laporan dan buku yang jatuh ke lantai lobby kantor. Tak memperdulikan diri jadi pusat perhatian akan mahasiswa lain yang berlalu lalang.

"Ceroboh banget sih." Mungkin akan memalukan baginya untuk terkejut sebab suara yang begitu ia rindukan, yang semula hanya terngiang di kepala kini dapat ia dengar jelas. Entah harus bersyukur atau tidak, kini di hadapannya terdapat seseorang tengah mengambil buku-buku pula laporan miliknya yang terjatuh.

Dari surai legam yang lebat itu, pula dari jemari kecil yang tengah memungut barang-barangnya, Jaehyun dengan mudah mengenali siapa sosok tersebut. Sang terkasih yang tak lagi jadi miliknya. Si permata yang ia buang sia-sia dan berakhir penyesalan yang mendalam.

"John.."

Si objek pandang tak menjawab, mungkin enggan. Tubuh yang sangat ingin ia rengkuh itu bangku terlebih dahulu, dengan gelagapan ia ikut bangun. Netranya bergetar kala pernik cokelat yang selalu tampak manis itu bersirobok dengan miliknya. Tangan yang selalu ia genggam erat itu terulur padanya, menyerahkan barang-barang yang sempat terjatuh. Lantas tersenyum kecil, begitu samar hingga Jaehyun tak yakin apakah itu sebuah senyuman atau ringisan.

"Kak," tidakkah Jaehyun mengingatkan bahwa ia rindu seruan merdu itu? Dan segalanya terasa bak silet tajam, yang diam-diam turut menyayat hati nya. "Bohong kalau aku bilang aku benci ke kakak, karena kenyataannya kakak masih diangan-angan aku. Kakak masih jadi orang nomor satu yang bisa bikin jantung aku malfungsi dan aku gak suka itu. Aku berusaha buat buang perasaan yang gak seharusnya ada, dan aku minta kakak ngelakuin hal yang sama. Demi kebaikan kita, aku dan kakak."

"Dan juga jangan nyakitin Taeyong, dia gak berhak terluka. Dia orang baik, dan mungkin yang terbaik buat kakak. Bahagia ya."

Jika saja waktu bisa dihentikan, mungkin Jaehyun meminta agar waktu tak pernah berjalan agar ia bisa menarik tangan Johnny sepuasnya, tanpa takut hari akan berakhir. Sebab kini, rasa yang dahulu rasanya seperti gamang malah muncul kepermukaan. Relung yang semula rumpang, kini minta diisi. Dan hanya Johnny yang bisa melakukannya. Bukan Taeyong atau siapapun.

To Be Continue

[✓] Let's Break Up [JaeJohn]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang