Fal mengerutkan dahi saat mendapati Abey, yang tengah tersenyum seraya menatapnya. Ada rasa jengah saat Abey terus menatapnya, walaupun pemuda itu tak menatap dengan tatapan penuh ancaman atau niat jahat lainnya. "Lo kenapa sih? Kerasukan?" tanya gadis itu. Tangan kanannya terulur untuk menutup kedua mata sehabatnya. "Jangan lihatin gue gitu, Bey. Lo mau gue jadi takut sama lo?"
Abey meraih tangan Fal dan menjauhkannya dari kedua matanya. "Janganlah. Kalau lo takut sama gue, siapa yang nantinya jagain lo, Cil? Gue cuma lagi berbahagia saja kok."
Fal menarik tangannya dari genggaman Abey. Gadis itu sadar, bahwa dirinya hanya bisa menerima sentuhan Abey. Terbukti saat ini, tak ada rasa takut yang muncul saat menyentuh atau disentuh Abey. "Berbahagia kenapa? Menang arisan? Atau togel lo tembus?"
"Togel? Apa gue punya tampang tukang judi togel?" Abey menatap malas gadis cantik di hadapannya. "Gue tuh lagi senang, soalnya sahabat gue dari kecil, Putri Kecil gue, sudah mulai perhatian dengan orang lain."
Fal mencibir. "Sok tahu lo. Perhatian apaan sih? Sejak kapan ngasih orang minum termasuk perhatian?"
Abey ikut mencibir. "Sejak zaman nenek gue masih pakai rok mini. Bukan soal air mineralnya, Falditha. Tapi soal tatapan khawatir lo itu."
Fal mengibas tangan di depan wajah Abey. "Enggak usah ngaco, Ardan Benyamin, anaknya Bapak Hari Benyamin. Sok-sok'an baca mata gue. Dengar, ya, gue tuh biasa saja sama Maria. Gue saja masih takut untuk terlalu dekat dengan dia."
Abey kembali mencibir. "Pret!!! Gue masih takut untuk terlalu dekat dengan dia, tapi kerjaan lo nempel terus sama si anak toko antik itu. Ngaku saja deh, lo nyaman kan, dekat sama dia."
"Serah deh. Yang pasti gue masih ragu dengan niat dia. Apa tujuan dia dekat dengan gue. Tulus atau sekadar penasaran. Gue enggak mau kecewa lagi, Bey."
...
"Anya ..."
Anya menoleh. Tubuhnya menegang saat mendapati Fal tengah melangkah mendekat. Wajahnya refleks menoleh ke sekitar, memeriksa keadaan. Apakah ada orang lain yang melihatnya atau tidak.
Fal menghela napas. Reaksi Anya tak lepas dari pandangannya. Gadis itu kembali berselimut kecewa. "Gue mau ngomong sebentar, bisa?"
Anya mengangguk dan mengisyaratkan agar Fal mengikutinya ke salah satu kelas kosong. Gadis itu menatap Fal. Ada rasa rindu pada sahabatnya itu, tapi situasi tak lagi mengizinkannya untuk dekat dengan Fal. "Kenapa, Fal?"
Fal menghela napas. "Selesai kelulusan nanti, gue pindah, Nya. Gue enggak sanggup kalau harus tetap di sini."
Anya hanya mengangguk. "Ya, sudah seharusnya lo jauh dari sini, Fal, supaya kekacauan ini enggak tambah parah." Gadis itu memasang wajah datar. Berusaha memberi kesan tak peduli.
Fal tersenyum. Jelas raut kecewa menghiasi wajah tirusnya. Setitik harapannya untuk mendapat dukungan Anya, sirna sudah. "Oke. Gue cuma mau bilang itu. Selamat tinggal. Ini akan jadi pertemuan terakhir kita, Nya. Terima kasih lo sudah sempat percaya dengan semua pengakuan gue."
Gadis bersurai sepanjang bahu itu berbalik. Mematung sejenak. Menutup kedua mata, air matanya mengalir. Fal melangkah menjauh dengan kepala menunduk.
Anya terduduk. Tubuhnya melemas sektika. "Maaf, Fal ..." Tak lagi ditahannya air mata, yang seketika tumpah. Menyesali pertemuan terakhir mereka yang berakhir dengan tak baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Faldhita (GxG Story)
Romance"Seharusnya hidupku berjalan senormal yang lain, tapi mereka membuatku memilih jalan yang berbeda." Faldhita Raditya