30. Chance

1.7K 183 28
                                    

Derap langkah kaki mulai menggema di koridor rumah sakit itu. Semua langkah begitu tergesa mendorong brangkar dengan pasien diatasnya. Dua brangkar itu sama-sama tergesa menuju IGD.

Sore ini benar-benar sangat memilukan bagi keluarga itu. Rasanya mereka benar-benar tak ingin hari kelam seperti ini terjadi. Hari yang sangat-sangat tak sanggup untuk mereka lewati.

Tangis mulai pecah saat brangkar itu masuk kedalam IGD dengan pintu yang tertutup rapat. Rasa cemas mulai melingkupi hati ketiga perempuan yang kini tengah berdiri lemas didepan ruang IGD.

"Jeongmal selamatkan unnie dan Lisa"

Tangis itu belum berhenti semenjak mereka melihat keadaan Lisa dan Jisoo di hutan tadi. Sepanjang perjalan menuju rumah sakit mereka terus saja menangis. Bayangan-bayangan menyeramkan terus hinggap dipikiran mereka.

"Chaeng-ah, tenang eoh. Jisoo unnie dan Lisa akan selalu bersama dengan kita hmm"

Jennie menarik tubuh Rosè membawanya dalam dekapannya. Jennie dapat merasakan bagaimana bergetarnya tubuh Rosè sekarang. Jennie tahu bagaimana hancurnya Rosè sekarang melihat dua saudaranya tengah dalam keadaan yang cukup mengenaskan. Jennie pun merasakan hal yang sama, hanya saja Jennie berusaha untuk tetap kuat demi sandaran sang adik. Jennie tak mau memperlihatkan kelemahannya, karena sang adik membutuhkan kekuatannya untuk sekarang.

"Unnie, kenapa ini harus terjadi pada Jisoo unnie. Jisoo unnie tak pantas mendapat perlakuan seperti ini unnie, harusnya aku saja, aku saja unnie. Wae Tuhan selalu memberi kesakitan pada Jisoo unnie, wae unnie? Wae?"

Rosè menangis terisak begitu sesak memabayangkan bagimana tersiksanya Jisoo selama ini. Bahkan seakan Tuhan tak pernah memberi kesempatan pada Jisoo untuk bahagia walau hanya sekali saja.

Jennie tak mampu mengeluarkan satu kata apapun, jika Jennie bisa berkata Jenniepun kan berkata sama dengan apa yang dikatakan Rosè.

Selama ini hidup Jisoo sudah begitu berat dan juga berantakan.  Hari-hari yang dijalani Jisoo sudah begitu membuat perasaannya begitu sakit. Tapi kenapa sekarang harus Jisoo juga yang meraskaan itu, jikapun bisa Jennie akan memilih untuk menggantikan posisi Jisoo.

Jisoo sudah amat tersakiti luar dan dalam tubuhnya. Kebahagiaan yang selama ini Jisoo inginkan hanyalah angan semata. Bahkan Jisoo sudah pasrah dengan keadaan ini, setidaknya dirinya hidup itupun Jisoo sudah sangat bersyukur.

Didalam ruangan serba putih itu dokter dan beberapa suster tengah berusaha untuk melakukan penyelamatan pada Jisoo. Operasi itu tengah berlangsung sekarang untuk mengeluarkan peluru yang bersarang pada tubuh Jisoo.

"Denyut jantung?" Ucap dokter bermarga Kim itu.

"Stabil dok" ucap salah seorang suster.

Dokter itu terus melakukan kegiatannya begitu hati-hati dan fokus. Tangannya dengan cekatan membuka lapisan-lapisan kulit pada tubuh Jisoo.

"Dok, kesadaran pasien menurun" ucap suster begitu panik.

Dokter bermarga Kim itupun muali panik, melihat bagiamana kesadaran Jisoo turun begitu sangat cepat. Hingga suara nyaring begitu panjang mulai menggema diruangan operasi itu

"Siapkan defibrillator sekarang!" Ucap Dokter itu begitu panik melihat garis putih panjang menghiasi monitor itu. Bahkan suara kerasnya membuat beberapa suster sedikit tersentak.

Dengan cepat dokter itu mengambilnya dari suster dan langsung meletakkannya pada tubuh Jisoo.

"250 joule" Dokter itu mendenyutkan pada dada Jisoo, tubuh Jisoo pun tersentak tapi tak membuahkan hasil juga.

EVERYTHING ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang