Memories

137 21 18
                                    

Dea menahan nafasnya kuat-kuat semenjak ingatannya hanya sebatas Aji tidak ingin gegabah menemui Lingga untuk sementara waktu, apabila laki-laki itu memang memutuskan untuk menurut dengan nasehat Arsa.
Ia mencoba menenangkan dirinya sendiri, padahal ada yang harus lebih ditenangkan olehnya saat ini, yaitu Lingga.

Tubuh Lingga sedetik tampak tak bernyawa. Wajahnya berubah pucat. Sedangkan kedua bibirnya tak mampu bergerak. Mengoreksi ucapan Karyawannya saja tidak.

Tiba-tiba Lingga membalikkan tubuhnya ke arah Dea. Sedikit ingin mengonfrontasi wanita hamil itu, sebelum akhirnya ia menyadari bahwa Dea sedang tidak berada di dalam kondisi yang mampu diinterogasi macam-macam.

"Sumpah, aku enggak tau apa-apa!" Tanpa perlu ditanyai lebih dahulu, pun, Dea sudah sangat tahu apa yang tengah memenuhi benak Lingga saat ini. "Tadi Mas Aji bilang, dia belum mau ketemu sama kamu, Kak. Karena takut mengganggu, katanya. Kalau tiba-tiba dia berubah pikiran, Demi Tuhan, kamu bisa jewer telinga Mas Arsa kalau aku bohong!"

Bukan waktunya untuk tertawa, pikir Lingga. Namun wajah Dea yang masam dan memerah karena tidak terima menjadi seorang tertuduh, hampir membuat Lingga lepas kendali dan tertawa, untung saja tidak.

Lingga mengintip dari dalam ruang tunggu, walau sebenarnya itu merupakan hal yang sia-sia, karena tidak ada yang dapat dilihatnya semenjak area Lobby tidak terjangkau dari hanya di sebalik jendela kaca ruangan tersebut.

Ia sibuk menimbang-nimbang.

Pasrah menemui Aji dengan perasaannya yang masih belum baik-baik saja, atau meminta Karyawannya untuk bertanya mengenai keperluan laki-laki itu maka ingin menemuinya siang ini.

"Mas Aji??"

Sebuah pekikan riang familiar kemudian terdengar dari arah luar ruangan, seiring dengan Dea membuka sedikit daun pintu agar ia mampu melihat keadaan Aji hanya demi memastikan bahwa tidak ada yang salah dari kejadian siang ini. Setidaknya bukan sebatas khayalannya semata.
Seperti itu lah kira-kira berlebihannya Dea. Maklumi saja. Bahkan sebelah tangannya sudah sibuk menghubungi Arsa dan Lintang. Tidak boleh tidak!

Lingga, dengan indera pendengarannya yang tajam kemudian mendengar sesuatu seperti, "Mas Aji apa kabar?? Mau ketemu Kak Lingga, ya??" Masih sama riangnya, masih memiliki kemampuan memekakkan telinga siapa saja yang mendengar, dan masih—

Kapan Seiya bertemu dengan Mas Aji?

Lingga tidak ingat kalau sudah pernah memperkenalkan kedua orang itu satu sama lain, hatinya kembali bertanya. Ia sempat menyangsikan ingatannya sendiri, namun ia yakin sekali bahwa seharusnya Seiya dan Aji belum saling mengenal.

Kecuali...

"Panggil Indra ke bawah." Pintanya datar kepada seorang Karyawan yang tadi menyampaikan kedatangan Aji, sedangkan entah mendapatkan kekuatan dari mana, Lingga melangkah keluar, dan menyaksikan betapa interaksi keduanya sudah cukup akrab.

Let's see...

Emosinya sudah hampir mencapai ubun-ubun. "Seiya?"

"Kak Lingga!"

Ah, bagaimana Lingga bisa begitu saja murka kalau yang dihadapinya kini seorang gadis manis nan riang, yang sudah dianggapnya sebagai seorang Adik, seperti Hugo.

"Aku barusan dari Rumah Sakit. Langsung ke sini karena mau ketemu kamu untuk konsultasi soal ujian masuk LaSelle." Berondong Seiya, masih sangat riang. "Kamu lagi sibuk, enggak??"

Lingga menggeleng ala kadarnya, mengacuhkan tatapan Aji kepadanya—...entah. Lingga kesulitan membaca reaksi laki-laki itu.
Bukan karena tidak bisa, ia hanya belum sanggup berlama-lama membalas tatapan Aji, walau mungkin akan sama saja jikalau bersedia dilihat dari sisi Aji kepadanya.

Glimpse of Heaven : Finale - Koo Junhoe & Kim Jiwon [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang