03 November 1993
✨7 dream✨
Taburan bunga di sepanjang gundukan tanah, kedua gundukan tanah yang berada di samping kiri dan kanan. Lelaki berdurasi pirang dengan mata indah dan wajah tampan mengusap pelan kedua bingkai nama yang ada di ujung gundukan tanah."Umi.. Abi.. tidak terasa bukan, sudah satu bulan aku sendiri di tinggalkan oleh kalian, ditinggalkan adalah hal paling menyakitkan,tapi aku bisa apa? Tuhan yang bertindak dan aku yang menjalankan"
Lelaki yang tak lain dan tak bukan itu bernama, Jaenal. Jae mengusap pelan batu nisan uminya, "umi.. apa yang umi ucapkan itu benar. Di dalam hidup ini porosnya tetap sama, bertemu lalu berpisah" Jaenal tersenyum kecil.
Jaenal beralih ke nisan ayahnya.. "abi pilot ini siap berjuang di landasan. Tahun ini jae akan masuk universitas Garuda, abi walau jae bisa menembus awan tapi jae tetap tidak bisa bertemu kalian"
Jaenal menghela nafas, sekali lagi melihat dengan lekat gundukan tanah di depannya. Setelah puas Jaenal berbalik badan tanpa menoleh lagi ke belakang, Jaenal memasuki mobilnya dan meninggalkan area pemakaman. Jaenal berniat mengunjungi pantai di dekat kampusnya untuk sekedar menghibur diri dan melihat sunrise.
Ya! Sunrise, kalian tidak salah baca. Jaenal ke kuburan orang tuanya saat jarum jam masih menunjukkan pukul 04.30 yaa... Itu lah Jaenal, si lelaki dewasa yang aneh dan pemberani.
Sampai di sana Jaenal memarkir asal mobilnya, berjalan mendekat ke bibir pantai membiarkan ombak kecil menyentuh kakinya. Matahari mulai terbit dan... Terlihat sangat sangat indah, jujur Jaenal belum pernah melihat sunrise karna dulu dia selalu bangun kesiangan.
Bruk
Jaenal menoleh, dari pandangannya Jaenal melihat seorang lelaki berkulit hitam.. ah coklat maksudnya, tengah terduduk sambil memegang kepalanya, sepeda yang di kendarai lelaki itu rusak, ban dan stangnya copot.
"Are you okay?" Jaenal mengulurkan tangannya. Lelaki berkulit coklat itu tersenyum cerah membuat Jaenal ikut tersenyum, "gapapa,cuman luka dikit" lelaki berkulit coklat menerima uluran tangan Jaenal, "thanks"
"Sama sama. Oh ya kita satu universitas" ucap Jaenal sambil menunjuk pin di baju lelaki berkulit coklat.
Lelaki berkulit coklat mengangguk senang seraya memamerkan pin Universitas Garuda yang menempel di baju bagian lengan atasnya sama seperti Jaenal, yang membedakan hanya logo dari pin itu.
"Dah dulu deh udah telat, btw jangan lama lama di sini, nanti di usir sama pak RT,kamu dateng tanpa izin kan?"
Jaenal terdiam, lelaki berkulit coklat itu tersenyum singkat dan berlari ke arah luar pantai, sepertinya dia akan ke universitas Garuda.
Jaenal memasuki mobilnya, berkendara cepat keluar dari area pantai.
Sampainya Jaenal di rumah, sepi menyambut kehadirannya. Udara dingin suasana hening yang sama sekali tidak pernah terbayang akan di rasakan oleh jaenal.
"Lembaran baru yang sunyi" Jaenal berdecak kecil berjalan memasuki kamarnya guna mengambil ponselnya yang tertinggal.
Setelah yakin tidak ada lagi yang tertinggal, Jaenal mengunci pintu rumah dan menancap gas menuju kampus. Ini hari pertama ia dan angkatannya menjadi anggota/mahasiswa universitas Garuda.
Sampai di kampus Jaenal langsung berjalan ke gedung fakultasnya, seperti biasa wajahnya selalu tersenyum walau hatinya sedang mendung.
•••
Kali ini.. Jaenal berada di tebing,duduk dengan santai melihat ke arah laut. Waktu menunjukan pukul 22.19 walau sudah larut Jaenal tidak perduli, ia malas pulang ke rumahnya karna sudah tidak ada lagi sosok yang menyambutnya hangat saat dirinya pulang.
"Ya tuhan, Jaenal ingin bertemu dengan umi dan Abi, jae mohon. Kali ini saja, biarkan jae bertemu umi dan Abi"
Jaenal menggigit bibirnya kuat guna menahan insak tangis. Matanya terus menerus mengeluarkan air mata dengan kepala menunduk.
"Hiks"
Sakit.. tepat di dada samping kiri, hatinya sakit kala ingat hari dimana kedua orang yang di cintai nya meninggalkannya sendiri.
"Menangis lah nak"
Jaenal kian menangis saat terdengar suara abinya yang tegas namun lembut. Jae semakin menundukkan kepalanya terisak, meluapkan seluruh kesedihan dan kepedihan yang dirasanya kepada laut di depannya.
Sentuhan lembut di tangannya, Jaenal sangat amat merindukan sentuhan ini. Sentuhan lembut ibunya.
"Menangis bukan berarti kau lemah"
Suara lembut menyapa pendengarannya, Jaenal sungguh tidak berani mengangkat wajahnya untuk melihat mendiang umi dan abinya.
Jaenal hanya takut.. jika nanti ia melihat kedua orang tuanya, Jaenal akan histeris meminta ikut dengan mereka dan Jaenal takut kalau dirinya akan putus asa dan memilih meninggalkan dunia.
"Maafkan kami nak, satu hal yang harus kau tau. Kami selalu ada di hatimu. Jangan merasa sendiri.."
Jaenal merasakan pelukan hangat dari kedua sisi tubuhnya, pelukan yang beberapa bulan belakangan ini tidak bisa ia rasa.
"Kami selalu ada, di sisi terbaik di hatimu"
Perlahan pelukan hangat hilang tergantikan udara dingin yang semakin menusuk.
Jaenal mendongak menatap laut di depannya. Matanya tersirat kepedihan hati yang kuat, seolah sedang menumpahkan rasa sedihnya kepada laut di depannya.
"Ya. Kalian benar, tapi... Maaf umi Abi. Jaenal memilih untuk tidak menangis lagi. Ini yang terakhir jae menangis, jaenal janji"
"Laut itu luas dan tenang,sampai tidak ada yang tau ada apa di dalamnya"
"Maaf dan... Terimakasih"
Jaenal tersenyum masih menatap hamparan air tenang di depan sana. Merasa tubuhnya kian merasa sakit karna angin yang terus menyerang, Jaenal memutuskan untuk pulang.
Sebelum ke rumah, Jaenal pergi ke makam kedua orang tuanya.
Ya! Selarut ini.. Tidak meruntuhkan pendiriannya untuk pergi ke makam kedua orang tuanya.
"Umi, Abi.. jae pamit, mungkin jae akan jarang datang kemari. Tapi, doa jae untuk umi dan Abi akan selalu jae sampaikan kepada tuhan. Jae akan kembali lagi saat jae sudah sukses menjadi pilot seperti apa yang umi dan Abi impikan"
"Restui jae..umi,,Abi,,"
•••
Di rumahnya.. jae membereskan semua barang milik kedua orang tuanya. Foto,baju,dan beberapa barang milik kedua orang tuanya ia kemas rapih.
Niatnya foto dan beberapa barang penting akan ia simpan di gudang, sedangkan pakaian dan barang berguna lainnya akan ia sumbangkan.
Kecuali foto ia dan kedua orang tuanya juga seragam pilot milik ayahnya, akan selalu terpajang rapi di kamarnya. Agar saat ia lelah, dia bisa melihat seragam milik sang ayah dan senyuman kedua orang tuanya di foto yang ada di nakas sebelah kasurnya.
Hari semakin larut, Jaenal menyiapkan tempat tidur dan merebahkan tubuhnya di kasur, perlahan matanya tertutup hembusan nafasnya mulai teratur.
Jaenal mulai menyelami alam mimpi, yang entah baik atau buruk, bagus atau tidak mimpinya jae tidak perduli. Itu hanya mimpi.
✨7 dream✨
Buat kalian para readers yang kehilangan.. jangan patah semangat apalagi berfikir meninggalkan dunia.
Ikhlas, kunci penyelesaian dari segala masalah.
Semangat!
KAMU SEDANG MEMBACA
FloWreS 1994 (Hiatus)
Historical Fiction'jian gak pernah benci samudra. tapi samudra adalah luka terdalam jian' - Jian 1999 konon bisa bertahan bersama tapi kenapa hanya Jian yang tersisa? sulit melupakan segala suka dan lukanya,walau waktu sudah berlalu lama. "bunda... itu rumahnya kok g...