02. Merindukan

39 32 16
                                    

Selamat datang kembali di bab dua.

Marah dengan diri sendiri? Mungkin itu lebih baik untuk saat ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Marah dengan diri sendiri? Mungkin itu lebih baik untuk saat ini.

___

Tok Tok Tok...

Kaira terlonjak kaget dari tidurnya ketika mendengar ketukan pintu yang begitu keras. Ia menarik nafas, menormalkan detak jantungnya sejenak. Gadis itu bangkit melangkahkan kakinya ke depan pintu kamar. Ia terdiam sejenak sebelum membuka pintunya.

"Bunda..." ucap Kaira pelan tepat ketika melihat keadaan Raya, sang bunda didepannya.

"Kemarin bunda dapat kabar tentang kamu di sekolah," ucap Raya dengan tangan yang terlipat di depan dada.

"Maaf, bun."

"Kamu tau kamu salah?"

Kaira dengan cepat membantah, "Ira nggak salah, bun. Bukan Ira yang mulai!" nadanya sedikit membesar.

Tamparan keras menghantam pipi kanan Kaira, "Kamu ngebantah bunda?! HAH?!!"

"Kamu itu cuma bisa bikin malu bunda sama papa ya Ra?! Bunda nggak ngerti lagi sama kamu!"

Setelah mengucapkan itu Raya pergi meninggalkannya. Mata Kaira memanas, dengan lirih ia berkata, "Kaira yang nggak ngerti sama kalian."

Ia menutup pintunya, kakinya melangkah gontai kearah nakasnya dengan air matanya yang mulai mengalir begitu saja. Dia segera menghapusnya dengan kasar.Jemarinya membuka laci disana, mengambil satu foto yang terbingkai dengan rapi.

Matanya menatap sendu foto keluarganya.

"Gue kangen sama lo. Ira kangen sama kalian.." jeda beberapa detik sebelum Kaira melanjutkan kalimatnya, "..yang dulu."

Setetes air mata kembali jatuh dari pelupuk matanya, kini dia membiarkannya tanpa berminat mengusapnya lagi. Ia menyimpan kembali foto itu ke tempatnya.

Apa Kaira marah? Tentu saja Kaira marah. Dia marah dengan dirinya sendiri, dia marah dengan keadaannya, dia marah dengan kehidupannya. Sejenak dia merasa tak ada yang bisa ia lakukan di dunia selain menyakiti dirinya sendiri.

Lalu ia menidurkan dirinya dengan tetap berharap jika esok akan kembali membaik.

***

"Tugas fisika lo mana?"

Baru saja hendak duduk dibangkunya, Kaira sudah harus berhadapan lagi dengan orang lain.

"Buat apa?"

"Nyontek lah." Airin, cewek dengan rambut hitam kecoklatan berdiri dengan angkuh di depan meja Kaira.

Tangan Airin menarik paksa tas milik Kaira, mengambil buku fisika didalamnya, "Lama lo!"

Kaira menahan nafasnya, tangan mengepal melihat bukunya diambil paksa begitu saja.

"Nggak punya otak lo buat ngerjain tugas??"

Airin dan teman-temannya yang baru saja menyalin tugas milik Kaira kembali menoleh ketika Kaira bersuara.

"Kenapa? Mau marah?"

Kaira melangkah mendekati meja Airin, "Oh gue lupa, otak lo kan isinya cuma duit!"

"Bacot lo!"

Airin bergerak mengambil buku Kaira, ia memotret tugasnya sebelum merobek halaman tugas Kaira.

Kaira yang melihat itu bergerak maju namun ditahan oleh teman-teman Airin.

"Maksud lo apa hah?!" Kaira mengeraskan suaranya didepan Airin.

Bukannya takut, cewek itu malah tertawa mengejek. "Maksud gue?" ia bertanya dengan satu alis yang terangkat.

Dua tangannya memegang lembaran tugas milik Kaira.

"Maksud gue... Daripada lo disini," tangannya mulai bergerak merobek lembaran itu, "mending lo kerjain ulang tugas lo."

Lembarannya telah berubah menjadi sobekan kecil-kecil dan dibuang ke lantai oleh Airin. "Waktu lo tinggal dua belas menit sebelum bel masuk bunyi," ucapnya setelah melirik jam dinding di kelas.

"Bangsat lo!!" Kaira melepaskan tubuhnya yang ditahan secara paksa dan bergerak maju menarik rambut Airin.

"Lo pikir gue takut hah?!" tangan Airin naik balas menarik rambut Kaira.

Tak ada yang menghentikan mereka, justru teman-teman Airin malah membantu menarik-narik Kaira, sisanya hanya sebagai penonton.

Tak selang lama, Gea datang dengan keterkejutannya dan berlari menghampiri Kaira yang masih saling menarik rambut dengan geng Airin.

"Ra, udah Ra." Gea menarik tengan Kaira berusaha melepaskannya dari rambut Airin. Bukannya terlepas justru mereka semakin maju ke depan papan tulis. Mulut mereka masih saling adu cekcok.

Gea bingung harus bagaimana untuk melerai mereka. "Diem lo semua!" ia membentak murid-murid lain yang meneriaki perkelahian itu.

Sekarang, berkat suara-suara berisik dari dalam kelasnya, banyak murid lain yang berdatangan untuk sekadar menonton di depan kelas. Tentu saja tidak ada yang berani melerai jika sudah menyangkut seorang Airin.

"Ganti tugas gue!" teriak Kaira.

"Lo siapa nyuruh-nyuruh gue?!"

"KAIRA BERHENTI RAA! BENTAR LAGI MASUK!" lagi dan lagi Kaira tak menggubrisnya.

Elang yang sedang berkeliling, melihat kejanggalan. Karena keramaian didepan kelas 11 IPA 2 sekaligus kelas pacarnya, ia merasakan hal tak baik. Kakinya berlari kencang menuju kelas itu.

Ia menerobos masuk kedalam dan tercengang melihat apa yang terjadi di dalamnya.

Bukan cuma main tangan, saat ini salah satu teman Airin mengambil spidol papan dan mencoret-coret wajah hingga baju Ira.

Ira tak tinggal diam. Ia menarik tangan Airin dari rambutnya dan memelintirnya ke belakang.

"AKHHH!" teriak Airin kesakitan.

"Kaira stop!!" Suara Elang terdengar.

Sama seperti Gea, suara Elang tak dipedulikan oleh mereka.

"Kaira, kakak bilang stop!!" lagi dan lagi hasilnya nihil.

Amarah Elang semakin naik, ia berjalan mendekati mereka,

"GUE BILANG BERHENTI!!" tangannya menarik kuat lengan Kaira hingga gadis itu berhadapan langsung dengan mata tajam milik Elang.

Kaira terdiam. Napasnya masih memburu. Elang tak memakai kacamatanya, membuat Kaira dapat melihat dengan jelas tatapan tajam seorang Elang.

"Lo ngapain sih, Ra? Lo ngapain berantem-berantem nggak jelas kayak gini?"

"Mereka yang mulai, kak!" Kaira menarik lepas lengannya dari genggaman Elang.

"Lo mau dapet hukuman lagi?"

"Gue udah terlalu biasa dapat hukuman, kak!" Kaira melangkahkan kakinya keluar kelas tepat saat bel berbunyi.

"Mau kemana, Ra?"

"Bukan urusan kakak!"

Elang mengusap wajahnya kasar. Membiarkan gadisnya pergi untuk menenangkan dirinya. Kini tatapannya beralih menatap marah pada semua murid disana.

"BUBAR SEMUA!" perintahnya kepada mereka yang masih berkerumun di depan kelas.

Elang berbalik menatap tajam Airin. Tanpa mengatakan sepatah katapun, ia segera meninggalkan kelas itu.

___

Maafkan atas ketidaksempurnaannya.

Pict by Pinterest.

Kaira NadiraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang