06. Keinginan Membuat Senyuman

19 18 8
                                    

Selamat datang kembali di bab enam.

Bahagia dan sakit itu seperti sepasang kaki yang terus melangkah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bahagia dan sakit itu seperti sepasang kaki yang terus melangkah. Perlu berhenti ditempat untuk mensejajarkannya supaya lebih mengerti arti hidup.

___

Maaf, Ra. Gue balik duluan, ada urusan penting.

Kaira membaca pesan Elang yang masuk di ponselnya. Ia menghela napas sedikit. Tak apa, sudah biasa.

"Kakak! Ayo main lagi!"

Kini pandangannya kembali teralihkan kepada bocah laki-laki di hadapannya. Tangan mungilnya menarik lengan Kaira.

Ia tersenyum, "Ayo!"

Kaira menutup mata dengan telapak tangannya.

"Satu.... "

Juna mulai berlarian mencari tempat sembunyi.

"Dua.... "

"Ti-"

"Juna ayo pulang!" teriakan wanita yang memanggil nama Juna, memberhentikan hitungan Kaira.

Kaira membuka matanya. Ia melihat seorang wanita yang ia duga adalah ibu Juna. Bocah itu kini berlari kearah wanita itu.

"Mama ih, Una kan macih main." wajah gembul bocah itu merenggut kesal. Bibir mungilnya mengerucut.

Mama Juna tertawa, tanpa sadar Kaira juga ikut terkekeh melihat Juna.

"Mainnya udah dulu ya sayang, udah malem. Kita pulang yuk."

"Iya ma." bibirnya masih mengerucut tak rela.

Wanita itu bangkit dan tersenyum kepada Ira. Tangannya mengulur dengan Kaira menjabatnya. "Saya Lusy, mamanya Juna. Terima kasih ya sudah main dengan anak saya."

Kaira menyunggingkan senyumnya, "saya Ira tante, terima kasih kembali."

Jabatan tangan mereka terlepas. Lusy kembali berhadapan dengan anaknya, memintanya untuk mengucapkan terima kasih dan sampai jumpa.

"Kakak main ke lumah Una aja!"

"Boleh." jemari Lusy mengeluarkan secarik kertas.

"Ini tanda pengenal saya, kamu bisa telpon saya jika butuh sesuatu."

Seakan teringat sesuatu, Lusy kembali berkata. " Ah iya, lima hari lagi Juna ulang tahun. kamu datang ke alamat itu ya."

"Yeay, kakak di undang!" seru Juna heboh. Dirinya terlampau bahagia hingga auranya terpancar ke sekitarnya.

"Iya, saya usahain datang."

""Kalau begitu kami pergi dulu ya."

"Bye-bye kakak... "

Kaira melambaikan tangannya melihat kepergian orang-orang itu.

Ia menyimpan kartu tanda pengenal Lusy di tasnya. Kakinya ia langkahkan menjauhi pesisir pantai. Udara yang kian malam kian dingin membuat Kaira memasukkan dua tangannya kedalam saku celana.

***

"Kak Elang tadi dateng ama si Airin!"

"Iya gue juga liat."

Pagi ini satu sekolah di ributkan dengan kelakuan Elang. Kaira, gadis itu tetap melangkahkan kakinya meski telinganya tak berhenti mendengan ucapan-ucapan yang menjengkelkan.

"Baguslah, daripada deket-deket ama si penyakitan."

Sekali lagi, Kaira menghela nafasnya mendengar itu. Tak berselang lama, ia sampai ke dalam kelasnya. Matanya menangkap seorang laki-laki yang masih berstatus menjadi pacarnya duduk disamping Airin.

Ia memutar bola matanya. Persaannya cemburu, ia akui itu. Ia ingin marah tapi tak ada gunanya, terlebih ketika semua pasang mata menatap hina kearahnya. Kaira tidak bisa apa-apa.

Elang, laki-laki itu menyadari kedatangan Kaira. Ia menatap mata gadisnya, mencoba mencuri tatapan Kaira yang terus saja menghindari kontak matanya. Elang mulai muak dengan keadaan ini, ia lalu bangkit hendak meninggalkan ini semua.

"Mau ke mana sih kak?"

Pertanyaan Airin menghentikan pergerakannya. "Ke kelas," ujarnya dingin tanpa melihat kearah manusia yang berhasil membuatnya muak.

"Kan belum bel."

"Gue mau ke kelas."

"Yaudah, jangan lupa nanti pulang sekolah." dengan senyum miring di bibirnya, ia sengaja mengeraskan suaranya.

Tanpa sepatah kata atau melirik sedikitpun ke arah Kaira, Elang meninggalkan kelas itu dengan penuh kekesalan.

"Kenapa lo?" ucap Kaira sinis ketika Airin menatapnya.

***

Kaira bingung, kenapa dia selalu saja dihadapkan dengan hal-hal yang tidak pernah disukainya. Seperti tadi, dia bukannya tidak ingin marah dengan kelakuan Elang. Tapi sungguh dia tidak bisa marah.

"Ngelamun mulu."

Aksa mensejajarkan langkahnya dengan Kaira.

Dari kejauhan tadi ia melihat Kaira yang berjalan seorang diri, tatapannya kosong. Dan tanpa pikir panjang ia menghampiri gadis itu.

"Mikirin apasih?"

Kaira menoleh sejenak, "Ga mikirin apa-apa Sa."

"Ntar pulang sekolah ikut gue yuk Ra. Kita ke festival es krim ibu kota."

"Tapi,"

"Udah ngga usah tapi, ikut aja. Kita cari bahagia buat hari ini."

Aksa orang yang baik. Dia teman terbaik setelah Gea. Saat sesuatu terjadi padanya, Aksa pasti selalu ada seperti Gea dan juga Elang. Kadang Kaira berfikir, kenapa bukan kepada Aksa dia menjatuhkan hatinya? Kenapa Elang yang seringkali memberinya rasa sakit? Ah, Kaira lupa. Cinta itu tidak butuh alasan.

Kaira tersenyum, "Oke."

"Sip. Sekarang ke kantin yuk."

Keduanya berjalan menuju kantin. Baru saja Kaira ingin melupakan hal menyakitkan, kini tanpa izin perasaan itu kembali menghantam dirinya karena terjadi sesuatu yang membuat Kaira menghentikan langkahnya secara tiba-tiba.

Aksa juga melihatnya.

Di depan mereka, Elang dan Airin sedang berpelukan. Airin yang menyadari kehadiran Kaira semakin mengeratkan pelukannya. Elang tak membalas pelukan Airin, tapi gadis itu mengerti dengan posisinya yang membuat Kaira tidak dapat melihat itu dan justru membuatnya terlihat saling berpelukan satu sama lain dengan Elang.

Kaira benci situasi seperti ini. Situasi disaat dimana dia tidak bisa melakukan apapun. Situasi dimana dia hanya bisa diam dan memerhatikan. Situasi dimana dia hanya bisa membiarkan hatinya terluka. Kaira tak ingin melihat, tapi matanya tak bisa berkedip. Kaira tak ingin menetap, tapi kakinya tak bisa melangkah.

"Ra?"

Tangan Aksa mendarat lembut di pundak Kaira. Menyadarkan gadis itu dari diamnya.

"Aksa, lo mau buat hari ini bahagia kan?"

"Iya."

"Kenapa?"

Perlahan, Aksa menggenggam erat jemari Kaira. Ia menariknya menjauh dari pemandangan yang ia tahu akan menyakiti hati gadis di sebelahnya.

"Gue pengen lo senyum, Ra."

___

Maafkan atas ketidaksempurnaannya.

Pict by Pinterest.

Kaira NadiraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang