7

6 1 0
                                    

"Juara lagi!!! Kalian semua hebat. Ibu bangga pokoknya, besok Senin siap-siap dipanggil pada saat upacara buat nerima piala, oke, goodjob. Sekarang kalian boleh langsung pulang, istirahat."

"Selamat ya..." Tante Karin memberikan sebuket bunga kepada Fara. Menyaksikan betapa indahnya Fara dkk ikut lomba. Dan hasilnya dapat juara. Tante Karin turut bangga.

"Makasih tante."

"Papa mu nitip salam, maaf katanya ga bisa hadir."

"Bukannya selalu seperti itu." Raut wajah kecewa nampak di wajah cantik itu.

"Papa mu beneran lagi sibuk sayang."

"Sibuk ngurusin sidang cerai, iya kan tan?"

"Fara?"

"Aku udah tau ko gimana nanti akhirnya. Dan mereka lagi berusaha meyakinkan aku mau dibawah pengasuhan siapa."

"Fara."

"It's oke tante, aku pun udah muak dengan semua ini. Keluarga ku kelihatan utuh di luar, nyatanya dah berantakan di dalam."

Hanya pelukan yang bisa Karin lakukan kepada anak bos nya ini. Ya, Karin adalah sekretaris Pak Fadhli, papa nya Fara.

"Jagain papa kalo di kantor ya tan, jangan biarin ngerokok terus. Aku tau papa pasti terluka juga."

"Tentu sayang, kamu juga kalau perlu apa-apa boleh bilang sama tante."

"Makasih tan."

Boleh nangis ga sih disini. Fara sedih. Sebanyak apapun prestasi yang dah dia raih. Kedua orang tuanya ga pernah sekalipun hadir dan melihat. Jadi untuk apa lagi dia belajar sangat keras. Mereka ga bisa kasih perhatian tulus buatnya.

"Ekhemmm. Tiap gue nemuin elo lagi nangis mulu perasaan."

"Eng engga ko."

"Nih hasil olympiade MIPA tadi, gue ga bikin malu kan?"

Hah apa? Dia juara 1, kok bisa?

"Oh oke, congrats ya."

Devan menaikkan satu alisnya. Seperti tidak puas dengan reaksi Fara.

"Lo ga lupa kan?"

"Hmm?"

"Ckkk, masa mantan juara lemot gini sih? Kebanyakan nangis sih."

"Apa? Gue kan ga pernah bilang iya!"

"Tapi jelas lo dah ngeremehin gue. Dan nyatanya gue bisa menang. Jadi lo yang kalah, jadi lo harus ikutin kemauan yang menang."

"Dih kapan taruhannya coba."

"Ishh, ribet nya jadi cewek."

"Terus kenapa lo mau sama cewek ribet kaya gue?"

Tatapan nya teduh, meyakinkan, seperti menjanjikan kebahagiaan. Sadar Fara sadar!!! Tetap pada pendirian, gausah masuk k drama-drama percintaan ga jelas.

"Susah ya emang lo."

"Yaudah gausah maksa."

"Gue ga maksa, ckk. Gue anter lo pulang."

"Ini juga maksa namanya!"

"Berisik."

Yee, balik lagi mode singkat ngomong nya.

"Rumah lo dimana?"

"Perumahan Bumi Asri. Emang lo tau arahnya? Lo kan baru tinggal disini."

Ga dijawab. Dih nyebelin.

Fara menerima helm dari Devan. Naik k boncengan motornya.

"Pegangan ntar jatoh."
"Iya iya."
Wangi ini familiar banget. Fara pernah berada sedekat ini dengan cowok ini. Bahkan menempel sangat dekat. Wangi blackmusk khas Devan.

"Thanks ya."

"Jadi gimana?"

"Gimana apanya?"

"???"

"Kenapa harus gue? Lo ga tau gue gimana dan gue ga pernah nerima cowok, gue ga mau masuk ke hubungan yang penuh drama ntar nya."

"Lo pernah disakitin cowok?"

"Engga juga. Lo cuma penasaran kali sama gue. Denger cerita orang-orang. Lo ga beneran kan?"

"Ck, sok tau. Rumah lo sepi gini emang?"

Mengalihkan pembicaraan. Serah deh. Fara juga malas kalau ditembak kaya gini. Ga mau kasih jawaban yang nyakitin tapi ga mau juga nerima.

"Iya, dah biasa ko. Nih helm lo, hati-hati ya, thanks."

"Oke."

Devan pun berlalu dengan sedikit rasa yang sebenarnya masih abu. Mungkin cewek itu benar, sedikitnya Devan hanya penasaran, tapi lama-lama Devan mulai suka.



I Wish YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang