"Ciee yang tadi jejeran sama gebetan dapet piala."
"Apaan sih."
"Eh btw kemaren gimana Van? Sukses?"
"Apaan Don?"
"Ini nih si Devan, habis lomba, menang, buru-buru tuh nemuin ceweknya."
"Siapa ceweknya?"
"Baru calon maksudnya? Eh apa gimana dah di terima belum lo?"
"Berisik lo semua."
"Wah wah di tolak nih pasti."
"Gila man, ga ada angin ga ada hujan, diem-diem ya lu, katanya gga naksir?"
"Tau nih, penasaran juga dia."
"Yakin belom di terima nih pasti. Ya gak Gal?"
"Gal gal, lu kate gue galon."
"Sabar bro. Butuh usaha lebih buat dapetin dia maybe. Atau kaya yang lain aja udah nyerah di awal aja. Emang susah tu cewek. Sayang padahal dah cantik, terkenal, sekali comot bisa tuh dapetin cowok cakep."
"Emang gorengan di comot. Berlian ya begitu, harus ditemuin sama orang yang pas."
"Tumben Don, lu ngomong bener."
"Gue gitu lho."
"Oeeekkkk."
-----
Devan dan teman-temannya menuju kantin karena ini jam istirahat.
"Eh Dev, gebetan lo mau kemana noh dijemput sopir."
Devan hanya menaikkan kedua bahunya.
"Ye ni anak, ga jadi maju lo?"
Ortunya Fara lagi sidang cerai, hari ini anak-anak mereka dipanggil juga buat milih mau ikut siapa. Sedih ya Put, keliatannya tuh harmonis keluarganya tuh. Ga tau nya kaya nyimpen bom.
"Tuh denger bro, doi lagi ngadepin masalah pelik, jadi mungkin ini alasan dia belum bisa nerima lo."
Devan pernah merasakannya. Ketika dihadapkan pada pilihan ini. Sedih kecewa dan berharap semua ini hanya mimpi. Anak mana yang ingin kedua orangtua nya bercerai. Semua menginginkan keluarga yang utuh pastinya.
Sepulang sekolah Devan nekat menyusul Fara ke pengadilan karena Devan tahu, hal-hal macam begini akan memakan banyak waktu. Kali aja Fara belum selesai di dalam sana. Dan benar saja, Fara dan kakaknya keluar dari kantor pengadilan. Disusul dengan kedua orang tua mereka. Kakak Fara menyalami kedua orang tuanya. Lalu pergi. Sampai mereka bergantian saling memeluk, meski Fara terlihat yang paling sedih disana.
"Kamu tunggu Pak sopir mu dulu, Papa sudah menelponnya katanya dia lagi isi bensin dulu. Papa harus kembali ke kantor."
"Baik, Pah."
Dia kembali ditinggal sendirian, mama nya sudah lebih dulu pergi, kemudian papa nya. Apa lagi yang Fara harapkan, kini semuanya terasa asing, menjauh, pergi dengan caranya masing-masing.
Fara masih menunduk, kan ga boleh nangis di sembarang tempat. Ia harus menahannya sekuat tenaga. Hingga sepasang sepatu mendekat. Fara mendongak mendapati wajah itu lagi. Cowok yang selama ini ada dalam pandangannya, dekat, sangat dekat.
"Nih pake." Tetiba Devan sudah memberikan helm nya pada Fara.
"Lo ko?"
"Gue tau? Udah buruan naik, telpon sopir lo dulu bilang gausah kesini jemput lo."
Fara menurut saja. Karena isi kepalanya penuh, jadi ga bisa mikir apa-apa lagi.
"Loh kita mau kemana?"
"Kabur."
"Ishhh." Fara sudah mendaratkan tabokan ke punggungnya Devan. Devan senyam senyum aja dapet sentuhan tak terduga.
"Kali aja lo mau teriak disini."
"Ini indah banget pemandangannya." Fara memejamkan matanya merasakan hembusan angin menerpa wajahnya. Dadanya sesak, hingga ia hirup banyak-banyak udara disini.
Devan hanya memandangi gadis ini dari samping. Membiarkannya menikmati suasana yang semoga saja bisa sedikit mengurangi rasa sedihnya.
"Udah boleh nangis ga sih?" Pertanyaan macam apa itu?
"Hmmm."
"Lo lagi lo lagi yang liatin gue nangis. Gue cengeng banget ya?"
"Tergantung situasinya. Bukannya lo terkenal sebagai cewek serba bisa? Biar apa? Lo mau nutupin ini semua?"
Fara menutupi wajah dengan kedua telapak tangannya. Tau-tau Devan sudah memeluknya dari samping. Fara sempat kaget, namun akhirnya ia terima pelukan itu.
"Ortu gue juga baru bercerai, jadi gue bisa ngerasain apa yang lo rasain."
"Atas dasar pernah merasakan hal yang sama, thanks ya udah bawa gue ke tempat setenang ini."
"Ckkk, masih tetep ga peka."
"Eh eh farfum lo ganti ya?"
"Hah? Kenapa ga suka?"
"B aja. Ini kenapa kita pelukan sih?"
Lah yang butuh sandaran siapa, masih aja nanya. Untung sayang.
✨✨✨✨✨
KAMU SEDANG MEMBACA
I Wish You
Teen FictionUntuk kedua insan yang harus tertampar kenyataan pelik dalam perjalanan menemukan cinta sejati ditengah drama kehidupan orang-orang disekitar mereka. Akankah akhir bahagia menghampiri mereka? Ataukah merelakan adalah jalan terbaik? "Ini ga akan adil...