#2 Free

263 49 3
                                    

Charlotte menatap dirinya pada pantulan cermin, seorang gadis sedang duduk manis, rambutnya yang disisir oleh Nany--orang yang merawatnya sedari kecil

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Charlotte menatap dirinya pada pantulan cermin, seorang gadis sedang duduk manis, rambutnya yang disisir oleh Nany--orang yang merawatnya sedari kecil.

Tatapan dingin yang terasa setiap kali Charlotte tidak menunjukkan ekspresi apapun. Tetap sangat cantik bak boneka, siapa saja bisa menyukai gadis ini jika tidak memiliki sifat kekanakan dan obsesi gila pada William.

Pikiran Charlotte entah melayang kemana setelah Nany sudah selesai mendandaninya. Ingatan Charlotte jatuh pada tulisan terakhir yang ia ketik di kehidupan sebelumnya.

Benar, Putra Mahkota yang telah hampir saja membunuhnya.

Charlotte menutup matanya erat, di kehidupan sebelumnya ia sangat mengagung-agungkan sosok Wiliam karena itu adalah karakter yang ia buat sesuai kriterianya. Tetapi, sekarang situasinya telah berbeda, William adalah orang yang hampir membunuhnya.

"Apakah Nona baik-baik saja?"

Nany yang menjaga Charlotte dari kecil hingga memasuki usia dewasanya bertanya khawatir, menampilkan raut wajah ketidaktenangan. Charlotte tersenyum simpul. "Aku akan baik-baik saja, ini yang terakhir aku menemuinya."

Charlotte berdiri tegap, memperbaiki postur tubuhnya seraya bersiap memberikan peringatan tegas kepada William sang putra mahkota. Bahwa aku tidak akan mengganggu lelaki itu lagi dan mulai hidup dengan bebas. Lanjut Charlotte dalam hati.

Senyum miring terukir di sana. "Aku sudah memutuskan untuk membiarkan tokoh-tokoh kesayanganku bahagia dan aku akan mencari kebahagiaanku sendiri." Charlotte terkekeh ringan.

***

William Opellium terlihat tenang dan santai duduk di bangku taman seraya meminum teh hangat yang telah di sajikan. Di sana juga  tertera sebuah lampiran kertas di atas meja berada di antara tumpukan beberapa kue dan kukis manis. Entah apa maksud dan tujuan kertas itu.

"Salam hormat kepada Putra Mahkota, semoga Dewa selalu memberkati anda." Charlotte menundukkan kepala dengan anggun mengangkat kedua gaunnya menyapa sang pewaris Kekaisaran.

"Silahkan duduk, Putri." jawab William dingin tanpa ada basa-basi yang cukup.

Charlotte tersenyum tipis, menarik kursi yang telah di sediakan pada taman kediaman Grand Duke Lewinsky. Charlotte mengangkat cangkir tehnya lalu menyeruput tehnya sedikit. Dia melirikan matanya pada William, seketika langsung terpesona oleh ketampanan Pria itu.

Rambut blonde yang berkilauan, mata hijau safir bersinar terang, tampan, gagah dan memiliki aura tak tersentuh. Ciri khas menonjol yang dimiliki oleh William, siapapun yang melihat pria ini pasti akan jatuh dalam pandangan pertama.

"Saya tidak menyangka anda akan menemui saya sepagi ini. Oh, saya sudah bukan Putri Mahkota lagi Yang Mulia." Charlotte sedikit menyangkal di bagian akhir.

William melipat kedua tangannya di depan dada memberi tatapan lurus tajam tanpa celah, terus menusuki keberadaan Charlotte yang berusaha tenang. "Apakah kau masih bisa setenang ini setelah kejadian kemarin, Nona? Kau seharusnya malu menampilkan wajah di hadapanku, karena sebagai Putra Mahkota aku sudah berbaik hati tidak membunuhmu."

Charlotte tersenyum hambar, mengingat-ingat apakah benar dirinya telah menuliskan karakter William yang sarkas seperti ini. Sungguh menyebalkan, padahal William adalah karakter kesayangannya!

"Tentu saja saya tidak memiliki muka di hadapan, Yang Mulia. Tetapi ini akan menjadi terakhir kalinya pertemuan kita, oleh karena itu pasti Yang Mulia memiliki keperluan khusus karena telah berkunjung ke rumah saya sepagi ini." Charlotte menutupinya wajahnya dengan kipas lipat, disertai tawa hambar pencair suasana.

Kesan pertama pada karakter favorit buatannya hancur sudah.

Pria ini lama-lama membuatku muak! Yang ingin bertemu siapa! Lalu yang disalahkan juga siapa?! ricuh Charlotte di dalam hati masih setiap memasang senyum palsunya.

Brak!

Satu kepalan tangan berhasil menggetarkan seluruh meja hingga beberapa kue berjatuhan ke tanah. "Janganlah kau berani mendekati Tifana lagi seujung jari-pun! Karena aku tidak akan segan menghapus nama keluargamu dan menghilang di telan bumi. Ingat peringatan ini, Charlotte. Aku tidak main-main." tekan William serius.

"Aku akan mengirimkan satu kesatria pengawal pribadiku untuk mengawasi gerak-gerik aktivitasmu agar tidak berupaya kabur dari wilayah Siberian." tambah Putra Mahkota kali ini sudah sedikit lebih tenang.

Charlotte menggenggam kipasnya sangat kuat menahan amarah yang menggebu-gebu yang hampir saja ia ledakan dihadapan Putra Mahkota yang terhormat juga tampan.

"Baik, Yang Mulia."

Mencoba tenang Charlotte kembali mengambil cangkir teh cantik miliknya dan menyeruput anggun untuk mengembalikan kestabilan emosi saat berhadapan dengan William. Gadis itu menenangkan kepalanya agar dingin, berusaha lupa bahwa ia lah yang penulis dari karakter Putra Mahkota menyebalkan di hadapannya ini.

William menyodorkan selembar kertas yang sudah berada di atas meja sedari awal. "Tandatangani lah surat pembatalan pertunangan kita, agar Tifana bisa menempatkan diri dalam posisi Putri Mah--"

"Sudah."

Charlotte tersenyum simpul setelah memotong ucapan William yang agak berbelit juga terdengar berisik. "Aku sudah melakukan semua Yang Mulia perintahkan. Apa, ada lagi?"

"Tidak." William berucap dingin, wajah serius dan tak santainya itu masih saja melekat.

Charlotte berdiri dan mengangkat dress-nya dengan anggun memberi hormat kepada Putra Mahkota, mengangkat kepala lalu memberi senyum manis. "Jika tidak ada keperluan mendesak, saya pamit undur diri. Senang menghabiskan waktu bersama anda, saya permisi."

Gadis itu sudah berbalik terlebih dahulu berjalan menuju gadung tua besar dengan hiasan berwarna biru di mana-mana menunjukkan ciri khas yang terlalu kentara bahwa ini adalah mansion Duke Lewinsky.

"T-tunggu!"

Charlotte mulai menghentikan langkahnya dan menoleh. "Ya?"

William berdiri bersama wajah yang selalu serius itu, berdehem singkat dan menatap lurus kepada Charlotte. "Apa tidak ada yang ingin kau sampaikan kepadaku?"

Charlotte mulai berpikir sejenak, kemuda ide muncul menampilkan senyum indah pagi hari yang tak seperti biasanya. Charlotte mengangkat tangan dan melambai kecil, "Selamat tinggal, Pangeran William. Senang bertemu denganmu." ---- bisa lepas darimu!

Itu cukup, sebagai salam perpisahan.

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Bakalan update tiap hari, jangan lupa mampir terus yahh🤗

Kalau ada typo, tolong komenn! 😚

My Novel Destiny [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang