Satu

14.7K 282 6
                                    


Ini cerita reupload dari judul Membalur Minyak ke Tubuh Personal Trainer yang entah kenapa hilang dari Wattpad-ku. Ini cerita pertama dari rangkaian cerita Kosan Hamid, yang cerita kedua, tiga, dan empatnya masih ada di Wattpad. 

Silakan membaca.

========

Apa yang lebih enak dari comeout sebagai gay?

Yang lebih enak dari comeout sebagai gay adalah comeout ke seorang personal trainer ganteng, kekar, orangnya tinggal di sebelah kosan, dan dia enggak pernah masalahin kenyataan bahwa kamu homo. Bahkan kamu bisa blak-blakan bahas soal seksualitas kamu tanpa merasa terancam atau enggak nyaman.

Enak, kan?

Banget!

Namaku Leo, 22 tahun, lagi skripsian, dan ngekos di area Palmerah, Jakarta Barat. (Kebayang lah ya aku kuliah di kampus mana.) Tetanggaku namanya Tino, chindo lumayan ganteng, umur mungkin 28-29 (enggak pernah tahu pasti), profesinya personal trainer di sebuah tempat fitnes elite sekitaran sini juga.

Aku sama Tino udah tetanggaan di kosan Pak Hamid selama empat tahun terakhir, sejak aku pertama kuliah, sampe sekarang nyaris lulus. Selain tetanggaan, kami juga nyobatan. Aku tahu tempat makan enak dan nge-hits, dan sering kuajak Tino ke sana biar dia punya referensi buat pacaran. Sebaliknya, Tino tahu banyak soal otomotif, jadi kalau kendaraanku rusak, Tino bisa bantu memperbaikinya.

Sekitar dua tahun lalu, aku comeout soal seksualitasku ke Tino. Awalnya dia kaget, tapi lama-lama dia bisa adaptasi. Seringnya dia lupa aku homo. Sebab dia sering ngetuk pintu kamarku handukan doang buat minta sampo atau pinjam alat cukur. Aku juga udah bilang berkali-kali ke dia, "Bang! Kalau Abang andukan begini, gue bisa horny lho, Bang!"

"Bagus! Berarti badan gue enak dilihat. Sini mana samponya?"

Ya. Dia seenggak peduli itu sama kehomoanku. Jadi aku enggak pernah ragu buat bercanda ala homo. Tino pun sering bales candaanku dengan lagak seolah-olah mampu muasin aku. Padahal aku tahu, Tino straight tulen. Pacarnya selalu cewek, dan kalau mabuk bahasnya toket sama memek.

Apa aku pengin ngewe sama Tino? Pengin. Sering juga aku sampaikan ke Tino soal itu.

"Abang kalau malas ngambil GoFood ke bawah, gue entot juga lu, Bang!"

"Paling juga elu yang gue entot!" balas Tino sambil menyikutku.

"Lah, gue sih enggak bakal nolak."

"Gue yang nolak. Sebab elu bakal ketagihan kalau gue entot. Sono bawain GoFood gue di bawah!"

Jadi, paling banter, aku coli sambil bayangin Tino. Enggak masalah juga, sih. Badan Tino itu kekar seksi. Berotot kering. Bening. Ke tempat gym setiap hari—karena emang kantornya di situ. Aroma badannya juga enak, entah berapa jenis sabun atau losion dia pake ke kulit mulusnya itu. Kalau pake kaus biasanya yang ketat-ketat biar kelihatan otot dia kayak gimana. Begitu kausnya kekecilan, baru deh dia sumbangin ke aku kausnya.

Aku sering berfantasi diewe Tino dengan hot. Aku enggak tahu kontolnya kayak gimana, tapi aku bayangin kontol itu ada di pantat aku, ngegenjot aku dengan kuat. Kayak kapan hari Tino bawa cewek ke kosan, terus mereka ngewe, terus aku denger suara pok-pok-pok-pok-pok yang ritmenya aduhai karena itu artinya kontol Tino lagi ngegenjot memek cewek itu.

Nah, sampai malam ini, aku selalu menganggap Tino hanyalah fantasi pikiran mesumku semata. Hingga akhirnya, pukul sembilan malam, Tino ngetuk pintu kamarku.

Aku buka pintu kamar. Kutemukan Tino handukan aja, seperti mau mandi. Dia celingukan ke ujung lorong kosan yang panjang, dan kukira dia mau minta sabun atau sampo.

(1) Prank Personal Trainer (Reupload)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang