Empat

10.6K 338 17
                                    


Aku tertidur sambil menunggu Tino mandi. Aku ingat, dia berada di dalam kamar mandi lamaaa sekali. Mungkin dua jam? Tiga jam? Aku sampai mengetuk pintu kamar mandi dan bertanya, "Bang, elo gapapa, kan?"

Tino menjawab. "Gapapa. Elo tidur duluan aja di kasur gue. Gue pengin sendiri dulu."

"Oke."

Jadi aku menunggu sambil berbaring di atas tempat tidurnya. Kudengar shower kamar mandi mengucur tanpa henti. Mungkin juga kudengar isak tangis, tapi enggak begitu jelas, sih. Bisa jadi Tino sedang menangis. Bisa jadi kuntilanak di pohon jambu depan kosan yang menangis. Yang pasti Tino berada cukup lama di kamar mandi, sampai-sampai aku ketiduran.

Aku terbangun tengah malam, entah pukul berapa. Lampu kamar Tino sudah padam semua. Aku tidur memojok ke dinding. Kurasakan Tino sudah berbaring di sampingku. Mungkin sudah tidur juga. Mungkin belum. Karena aku tidak mendengar dia mendengkur.

Aku mencoba balik perlahan-lahan menghadap ke Tino. Dalam gelap, kulihat mata Tino masih terbuka. Dia menatap langit-langit dengan banyak pikiran bergelantungan di kepalanya.

"Belum tidur?" tanyaku.

Tino menggeleng.

"Sorry, ya," kataku tulus. "Mungkin sebaiknya gue enggak ngasih tahu soal prank itu ke elo."

"Enggak. Gue terima kasih karena elo udah ngasih tahu gue." Tino menarik napas panjang. "Gue udah buka Twitter dan nemu apa yang elo maksud dengan prank."

"Nanti kalau gue nemu penjualnya, gue bakal masuk dan dapatin nomor telepon dia. Kita bisa lapor polisi, kok. Kan sekarang semua nomor telepon terdaftar nomor KK-nya."

"Iya, gue tahu. Gue juga bisa lapor polisi dan ngehajar bajingan itu."

"Gue siap bantu," kataku.

"Thanks," balasnya.

Lalu kami terdiam selama beberapa saat.

Jujur saja, aku kembali sange sekarang. Pertama, tadi aku enggak sempat crot. Kedua, Tino tidur telanjang bulat di sampingku. Aku mengangkat kepala dan bisa melihat kontolnya ngaceng di bawah sana.

"Kenapa elo bugil, Bang?"

Cukup lama Tino memberi jeda, tetap dia akhirnya menjawab, "Gue lagi marah," katanya. "Gue lagi pengin bunuh orang. Tapi gue juga lagi sange."

Tino menoleh ke arahku.

"Ditambah lagi, gue bersyukur ada elo di sini tadi. Gue berterima kasih karena elo udah ngasih tahu gue soal bajingan itu. Tapi gue lagi nafsu pengin nyekik orang. Tapi sange juga."

"Terus Abang pengin nyekik gue?"

"Gue pengin ngentot elo." Tino mendengus.

Anjir. "Serius?"

Tino mengangguk. "Boleh?"

Pake minta izin segala! Ya boleh, lah, anjir!

"Abang yakin, nih?" tanyaku sekali lagi. Benar-benar memastikan. "Gue laki-laki nih, bang. Homo pula. Yang berarti, kalau Abang perkosa, gue malah nikmatin, bukannya trauma."

"Iya. Gue lagi nafsu banget, Bro. Gue pengin kontol gue ngerojok lubang apa pun. Gue pengin marah. Pengin melampiaskan."

"Tapi gue jangan dimutilasi ya Bang."

"Bacot lu! Mau kagak? Kalau mau, nungging!" Tino mendadak berdiri di samping tempat tidur.

"Bentar dong, Bang. Gue pengin nyepong dulu."

(1) Prank Personal Trainer (Reupload)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang