Sembilan

328 41 17
                                    

Aku takut bahkan hanya dengan melihat ke bawah sana.

Ini tinggi. Cukup tinggi untuk makhluk seukuranku.

Tubuh Giondy tinggi. Mungkin lebih tinggi sedikit dari Taufan.

Tubuh Giondy yang kekar dan besar sepertinya memang telah siap menerimaku yang akan turun dari atas sini.

"Dev-"

"Iya, iya, bawel."

Mungkin aku nemang tidak tahu diri. Sudah mau ditolong tapi malah mengomelinya.

Aku bersiap-siap melompat dari atas sini.

Satu.

Dua.

Ti- "Aaaaa!" aku berteriak sambil memejamkan mata. Tubuh ini melompat begitu saja tanpa perkiraan.

Aku harap Giondy benar-benar kuat menahan tubuhku yang bobotnya seringan kapas ini. Belum lagi tas yang kugendong di punggung juga lumayan berat.

Hap!

Alhamdulillah. Syukurlah, untungnya Giondy berhasil menangkapku dengan tepat.

"Terima kasih. Sekarang turunkan aku," ucapku meminta. Aku menjauhkan tubuh agar bisa melihat wajahnya yang berada di bawah.

Beberapa detik terlewati, dia tak juga melakukan pergerakan.

"Kamu berat."

Apa?! Dia berkata dengan raut tak bersalah sama sekali.

"Apa yang kamu bawa di dalam tas?"

"Batu!" ucapku asal. "Sudahlah, turunkan aku!"

Apa-apaan dia itu! Masa aku dikata berat? Padahal aku seringan kapas begini.

"Lepas tasmu."

"Buat apa? Tak mau!" Aku mendorong bahunya agar menjauh. Dia ini mencari kesempatan sekali!

"Ya sudah." Giondy bergerak membawa tubuhku memutar ke belakang. Itu terjadi begitu cepat. Aku sampai tak sempat mengelak dari gerakan tangannya.

"Ish! Turunkan akuu! Aku tidak mau digendong!"

Giondy tak menghiraukanku. Dia mulai berjalan menjauhi rumah Taufan.

"Turun! Aku mau turuun!!" Kupukul-pukul bahunya dengan kencang. "Giondyy! Lepaskan akuu!" Kakiku ikut bergerak-gerak ingin segera lepas.

"Sstt, jangan berisik! Ini jam sebelas malam, nanti orang kira aku macam-macam padamu."

Dia malah membahas suaraku. Seolah tak terusik dengan pergerakanku sama sekali.

"Aku tidak peduli, turunkan aku! Lagi pula kamu memang sering melakukan macam-macam padaku." Aku bergerak-gerak semakin berani. Biar dia jengah dengan kelakuanku.

Aku tak mengerti, kenapa cengkraman dia kuat sekali? Setelah semua pergerakanku, gendongan dia tak mengendur sedikit pun.

"Kapan? Jangan menuduhku macam-macam!" Giondy tak terima.

"Kamu kurang ajar! Kamu kurang ajar!" aku menuduhnya tanpa alasan. "Turunkan! Lepaskan akuu!!"

Giondy hanya berjalan dan terus berjalan.

Dia tuli atau bagaimana?

"Aku tidak akan melepaskanmu," suara rendah Giondy terdengar samar-samar.

"Apa?" aku kembali memastikan.

"Aku tidak akan melepaskanmu sampai kapan pun," suaranya masih saja pelan.

Dia kira telingaku tidak sensitif apa? "Aku mendengarnya!"

"Bagus," ucapnya, "aku sengaja biar kamu dengar."

Aku tak mau mendengarnya. Bisa besar kepala dia jika aku terus meladeninya.

Sedari tadi tidak kudengar suara Taufan dan yang lainnya memanggilku. Mereka juga tidak mengejarku.

Jika Dona dan Doni tentu saja sengaja membiarkanku dibawa bos baru mereka. Tapi Taufan? Ke mana dia? Apa dia menyerah begitu saja?

***
Cimengger, 20 September 2024
Putri Kemala Devi Yusman

Suami Pilihan PapiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang