Alarmnya sudah berbunyi sejak sepuluh menit yang lalu. Namun, dirinya masih belum memiliki niat untuk beranjak dari tempat tidurnya.
Bermain game online bersama temannya sampai larut malam, membuat matanya terasa sangat berat pagi ini. Jangankan untuk bangkit, untuk membuka matanya saja dia tak sanggup.
Dia sudah bangun, hanya saja matanya yang masih terpejam. Setelah lima menit, dia akhirnya membuka matanya. Menatap langit-langit kamarnya, menghirup aroma cinnamon dari pengharum ruangan, juga sesekali menguap.
Dia arahkah pandangannya ke arah jam dinding, masih ada waktu satu jam untuknya bersiap-siap. Karena merasa kantuknya sudah berkurang, dia pun akhirnya memutuskan untuk bangun dan berjalan ke kamar mandi dengan langkah gontai.
Hanya butuh waktu sekitar tiga puluh menit untuknya bersiap. Setelah memastikan penampilannya sudah sesuai, dia langsung turun ke bawah untuk sarapan bersama keluarganya.
Dirumah ini, dia hanya tinggal bersama Ibu dan adiknya. Ayahnya sudah meninggal dunia karena kecelakaan tunggal saat dia baru masuk SMA. Sejak saat itu, mau tak mau Ibunya lah yang harus menggantikan peran Ayahnya untuk menjadi kepala keluarga, sekaligus mengurus perusahaan.
Sebenarnya, dia sempat menawarkan diri untuk membantu Ibunya mengurus perusahaan. Namun, tawaran itu langsung ditolak. Bukan karena Ibunya tidak percaya, tapi karena pada saat itu dia baru akan masuk SMA.
Ibunya tidak ingin mengganggu pendidikan anak-anaknya. Ibunya ingin mereka fokus dengan pendidikannya, menikmati masa-masa yang memang seharusnya dirasakan oleh anak seusianya.
"Morning, Ma." Ucapnya yang baru saja turun dan langsung duduk disebelah adiknya yang sedang menikmati sarapannya.
"Morning sayang." Balas sang Ibu.
"Kok Mama doang, Am I invisible here?"
Dia pun tertawa mendengar protes dari adiknya. "Haha sorry, nggak keliatan soalnya."
Gadis itu "Aku nggak sekecil itu ya, tinggi aku aja 168 cm loh."
Niatnya untuk menjawab dia urungkan saat ibunya bersuara.
"Udah-udah hey, kok malah ribut. Adek buruan itu sarapannya diabisin, udah jam segini lho ntar bisa telat kamu. Abang juga buruan dimakan itu sarapannya." Ucap Ibunya melerai sebelum semakin panjang.
"Iya Ma." Balas mereka dengan kompak.
Setelah menghabiskan sarapannya, laki-laki yang dipanggil 'abang' ini pun pamit untuk berangkat ke kampus karena hari ini ada kelas pagi.
"Ma, aku pamit ya ada kelas pagi soalnya." Ucapnya sambil menyalami dan mencium pipi Ibunya.
"Oh iya, sayang. Dek kamu berangkat bareng abang aja ya, nggak papa kan bang?"
"Nggak papa sih Ma, tapi emang Pak Ibnu kemana?"
"Pak Ibnu 3 hari kedepan izin, anaknya sakit jadi harus pulang dulu. Kamu ga buru-buru kan?"
"Nggak kok Ma, aman. Yuk dek, berangkat sekarang." Ajaknya kepada sang adik yang sedang serius memainkan ponselnya.
"Let's go. Pamit ya, Ma." Ucapnya sambil mencium pipi Ibunya persis seperti yang dilakukan abangnya.
Setelah beberapa lama beradu dengan padatnya ibu kota, mobil yang dikendarainya pun tiba dikawasan sekolah adiknya. Dia mengurangi kecepatan mobilnya ketika sudah berada di depan gerbang sekolah.
"Nanti pulangnya abang jemput, jangan pulang sendiri oke?"
"Ih, nggak mau, aku naik taxi online aja. Kalo nunggu abang jemput tuh lama, bisa berjam-jam aku nunggunya." Protesnya
KAMU SEDANG MEMBACA
ZEEANDRA
Fanfiction"Aku sayang sama kamu, aku juga sayang anak kamu, apa itu masih nggak cukup untuk kamu bisa terima aku?"