Pagi ini, Zee sudah berada di kampusnya. Salah satu hal tidak dia sukai adalah kuliah pagi. Dengan malas, dia berjalan menuju kelasnya. Zee langsung duduk ketika melihat lambaian tangan dari salah satu temannya yang sudah tiba duluan.
"Kok belum mulai kelasnya?" Tanya Zee begitu duduk.
"Ditunda sampai setengah sembilan katanya, nggak tau kenapa."
Zee membulatkan matanya. "Setengah sembilan?" Dia melirik jam tangannya. "Anjir ini aja baru jam tujuh, tau gitu gue tidur dulu bangke." Kesalnya sambil memangku tangan di atas meja.
"Iya anjir, mana tiba-tiba banget ngasih taunya." Ucap pria di sebelah kanan Zee yang bernama Aldo.
"Lo sih Ris, ngajak mabar sampe tengah malem. Udah tau hari ini kelas pagi, malah ngide push rank." Sahut Vino yang duduk di belakang Zee.
Aris, pria yang disebut namanya langsung menoleh. Memukul pelan kepala Vino, merasa tidak terima dengan ucapannya.
"Heh monyet, sebelum main juga gue udah nanya ya ke lo bertiga mau apa nggak. Lagian udah tau ada kelas pagi malah iya-iya aja, mana ketagihan lagi anjir."
Zee dan Aldi kompak tertawa. "Haha, tapi jujur semalem gue lupa kalau hari ini kelas pagi, makanya gue iyain pas Vino ngajak main lagi."
"Iya woy, kirain hari ini kelas siang makanya gue nyantai aja semalem." Timpal Aldo.
"Gue sih inget kelas pagi, tapi nggak tau jam berapanya. Makanya pas pertama lo nelfon nggak gue angkat, gue pikir lo mau ngerjain gue doang."
Aris berdecak kesal. "Sialan lo, tau gitu nggak gue telfon lagi biar nggak masuk sekalian."
"Jangan gitu dong, beb. Kalau aku nggak masuk nanti kamu feeling lonely." Ucap Vino manja, bahkan tangan kanannya kini mulai melingkar di lengan Aris.
"NAJIS VINO, GUE TONJOK LO YA." Teriak Aris seketika, membuat si pelaku hampir terjatuh dari kursi karena dirinya yang langsung berdiri.
Kali ini bukan hanya Zee dan Aldo saja yang tertawa, tetapi semua yang ada dikelas itu juga ikut tertawa. Pemandangan seperti ini sudah biasa terjadi, Vino yang selalu menjadi pelaku kejahilan, serta Aris yang selalu menjadi korbannya.
Mereka berempat asik bercanda sampai tak terasa waktu yang semakin berjalan.
Zee melihat jam tangannya, kemudian berjalan menghampiri dua orang wanita yang duduknya tidak jauh dari tempat mereka.
"Ra, ini kelasnya jadi nggak sih? Udah lewat se-jam lebih tapi nggak ada kepastian gini, nggak bisa dikonfirmasi lagi?" Tanya Zee pada Fira selaku penanggungjawab mata kuliah kali ini.
"Udah kok, udah gue chat berapa puluh menit yang lalu, tapi belum dibales sampe sekarang." Jawab Fira seraya menunjukkan room chat dirinya dengan sang dosen.
Zee Berdecak pelan. "Yang kayak gini tuh bisa dilaporin nggak sih? Nggak profesional banget."
Kedua wanita itu sontak mendongak, menatap bingung Zee. "Laporin ke siapa? Polisi?"
"Emang Pak Riko ngelakuin kejahatan apa? Kok dilaporin?" Tanya yang lain, yang bernama Sinta.
Zee merotasikan matanya pelan. "Nggak gitu oncom. Maksud gue tuh dilaporin ke kajur kek atau nggak ke dekan gitu, atau nggak langsung ke rektor aja biar cepet."
"Oh kirain ke polisi, yang jelas makanya." Balas Sinta.
"Kalau lo berani, gas deh. Gue support dari belakang, takut gue nyari masalah sama dosen." Ucap Fira, yang mendapat anggukan setuju dari Sinta.
"Iya, kayaknya boleh dilaporin asal ada yang berani. Lo aja sekalian sama geng lo tuh, biar rusuhnya lo berempat ada gunanya."
"Nggak jadi deh, masa depan gue masih panjang." Zee langsung kembali ke tempatnya, meninggalkan keduanya yang tertawa karena ucapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ZEEANDRA
Fanfiction"Aku sayang sama kamu, aku juga sayang anak kamu, apa itu masih nggak cukup untuk kamu bisa terima aku?"