"hosh...hosh...hoshh."
Nafasnya tersengal, bulir-bulir keringat membasahi keningnya. Wanita itu terduduk dengan kepala menunduk.
Ia mencubit tangannya sendiri. Memastikan bahwa ini semua nyata bukan mimpi.
"Ini nyata..." Gumamnya.
Adine mengusap wajahnya, ia masih memikirkan apa yang sebenarnya terjadi. Pikirannya terasa kacau, kepingan ingatan itu terus berputar di otaknya, layaknya sebuah film.
Ia ingat, semua kejadian itu adalah nyata, bukan hanya sekedar mimpi buruk belaka.
Lantas, Mengapa ia bisa berada di kamarnya sendiri, bukankah ia mengalami kecelakaan?
Mengulang waktu?
Mungkin kah?
Rasanya amat mustahil, namun di dunia ini tak ada yang tak mungkin, bukan?
Dan itulah yang terjadi kepada Adine. Ia sangat bersyukur, dengan mengulang waktu ia bisa memperbaiki kesalahannya. Adine ingin memperbaiki hubungan nya dengan sang suami dan juga anaknya.
"Aldin,"ucapnya mengingat sang anak.
"Oh iya, sekarang tanggal berapa?" Monolognya
Wanita itu meraih kalender yang berada diatas nakas.
"30 Oktober, berarti tiga bulan sebelum kejadian itu." Ujarnya
"Syukurlah, masih ada waktu untuk memperbaiki hubungan ku dengan Asher."
Adine sadar, semua yang terjadi tak luput dari sikapnya juga. Asher adalah pria kaku dan dingin yang sulit untuk jatuh cinta dan karena itulah selama dua tahun pernikahan Asher tak dapat mencintai Adine, begitupun sebaliknya.
Bagaimana cinta akan tumbuh, jika keduanya saja saling membatasi. Keduanya lebih mementingkan ego masing-masing, tanpa memikirkan bagaimana caranya untuk menjaga keutuhan rumah tangganya.
Sama halnya dengan Adine, ia tipikal orang yang cuek. Dan itu membuat hubungan keduanya tak ada peningkatan. Ia juga sudah melalaikan kewajibannya sebagai seorang istri. Mereka sama-sama menyibukkan diri masing-masing. Hidup seatap namun bagaikan orang asing, interaksinya pun dapat dihitung jari.
"Pernikahan macam apa yang aku jalani," runtuknya dalam hati.
"Oke, Adine. Kita mulai semua dari awal, buat Asher mencintaimu dan beri perhatian kepada Aldin," ujarnya.
"Jangan ulangi kesalahan yang sama."
Adine terdiam sejenak, ia melihat jam dinding menunjukkan pukul delapan pagi.
Ia beranjak dari ranjangnya menuju kamar mandi.
Beberapa menit berlalu, kini Adine sudah memakai baju santainya. Hari ini ia berniat tak akan pergi ke butik, ia ingin menghabiskan waktunya seharian ini bersama sang anak.
Terdengar suara tangisan bayi dari lantai satu, membuat Adine tak sabar ingin melihat sang anak.
Dari atas tangga ia melihat ibu mertuanya yang sedang menimang-nimang cucunya yang terus saja merengek dengan suara bayinya.
Kebetulan hari ini bagian mama dari Asher yang menjaga Aldin. Ya, setiap seminggu mereka bergantian menjaga sang cucu.
Bayi mungil itu tampak tak mau diam, diberi susu pun bayi itu menolak, malah tangisannya semakin keras.
Oek...oek...oek
"Cup...cup..cup, cucu Oma yang ganteng, kenapa, hm?"
Adine segera menghampiri mertua dan anaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Adine's second life
FantasyBagi Adine, pernikahan yang ia jalani terasa hambar. Memiliki suami namun terasa hidup sendiri, Asher tak pernah memberikan perhatian kepada dirinya. Asher adalah pria kaku yang dingin dan susah ditebak. Dua tahun pernikahan mereka dikaruniai seoran...