7. Kesal

9.1K 807 2
                                    

Asher menatap kesal sang istri, sementara sang istri bersikap acuh.

Adine sedang bertelponan dengan seseorang, ia tampak serius mendengarkan.

"Oh, gitu. Oke sel, nanti besok saya ke butik, kok." Ucap Adine pada seseorang disebrang sana.

"Maaf ya, sudah dua hari saya gak ke butik, pasti kamu kerepotan, kan." Ucapnya lagi merasa bersalah.

Sebagai pemilik butik, ia juga merasa bersalah jika sudah meninggalkan pekerjaannya. Apalagi semua pelanggan menginginkan rangkaian baju buatan dirinya sendiri. Karena model pakaian yang Adine buat sangat cocok dengan tipe mereka. Terlihat simpel, anggun dan elegan saat dipakai dan juga tidak terlalu terbuka.

Sepertinya besok ia akan disibukan oleh pesanan di butik.

"Selamat malam, Misel." Ucapnya mengakhiri panggilan.

Adine menghembuskan nafasnya, wanita itu menatap balik sang suami.

"Apa liat-liat?" Adine menaikan sebelah alisnya.

Pria itu berdecak dan menatap dengan sinis,"ck. Ngapain tadi ngasih uang ke Sheira?"

"Emang kenapa? Masalah buat kamu? Lagian aku kasih buat adik ipar sendiri." Balas Adine sewot.

Ya, siang tadi Adine memberikan uang kepada Sheira. Mengingat dirinya selama menikah dengan Asher, tak pernah sekalipun ia memberikan sesuatu kepada adik iparnya. Dan kebetulan hari ini Sheira berkunjung ke rumah, yang sebenarnya adik iparnya itu mengunjungi rumah sang kakak karena ingin meminta uang.

Sheira tidak mendapatkan uang dari sang kakak, namun ia mendapatkan dari kakak iparnya. Tentu saja Sheira senang, awalnya ia segan kepada kakak iparnya, namun setelah melihat perubahan Adine yang terlihat lebih hangat membuatnya merasa nyaman.

"Lagian kamu sebagai kakaknya, kenapa gak ngasih uang ke Sheira tadi? Emang dasarnya pelit!" Cerca Adine.

Asher melotot tak terima dikatakan pelit oleh sang istri,"apa kamu bilang?Pelit?"

"Enak aja, saya tuh bukan pelit. Sheira nya aja yang terlalu boros, jadi males kan ngasihnya lagi."

"Orang baru juga dua hari yang lalu saya kasih, tapi udah habis gitu aja."

Pria itu meluapkan kekesalannya pada sang istri. Dia bukan pria pelit, hanya saja sang adik yang memang kelewat boros. Belum tahu saja sifat Sheira bagaimana, pikir Asher.

"Oh, gitu. Yaudah lah, lagian aku gak pernah ngasih Sheira apa-apa." Ucap Adine santai.

"Hm, lain kali kalo Sheira udah berani minta ini itu gak usah diturutin!" Perintah Asher.

Ia tak ingin kebaikan Adine dimanfaatkan oleh sang adik.

"Hem."

Adine yang sudah merasakan kantuk, ia membalikan badannya memunggungi sang suami.

Pria itu menatap kesal sang istri yang menungganginya. Iapun memunggungi balik.

Pasutri itu tertidur dengan saling memunggungi.

***

Oek...oek..

Tengah malam bayi itu terbangun dengan suara tangisannya.

Asher membuka matanya, lalu meraih ponselnya yang ada diatas nakas. Melihat jam yang masih menunjukkan pukul satu dini hari.

Suara tangisan itu membuat tidurnya terusik.

Pria itu bangkit dan berusaha membangunkan sang istri.

"Hey, bangun." Asher menggoyangkan lengan Adine.

Asher berusaha membangunkan Adine, namun tampaknya Adine tertidur dengan pulas, sehingga tak terusik sama sekali.

"Adine, bangun!" Adine sama sekali tak bergeming.

"Dia tidur, atau mati!?" Geramnya.

Asher yang sudah kelewat kesal, ia memutuskan menemui sang anak langsung dikamar sebelah.

Tangisan Aldin semakin menjadi, Asher buru-buru membuka pintu kamar Aldin.

Cklek.

Asher ragu menggendong sang anak, ia hanya melihat bayi itu yang terus saja menangis.

Tangannya baru saja terulur untuk mengambil Aldin dari box bayi, namun mendengar suara Adine, membuat pria itu mengurungkan niatnya.

"Aldin." Ucap Adine berjalan tergesa-gesa menuju box bayi.

Wanita itu langsung menggendong sang anak.

"Anak lagi nangis, bukannya di tenangin malah diliatin doang. Dasar gak peka!" Sindir Adine seraya menenangkan sang anak.

Asher melotot, mulutnya sudah terbuka untuk berbicara, namun Adine lebih dulu menyela.

"Kenapa gak bangunin aku sih?"

"Kamu sengaja, kan? Dasar gak berprikebapaan!"

Adine terus saja menyalahkan sang suami. Yang menurutnya sengaja tidak membangunkannya, pada kenyataannya dia sendiri yang susah untuk dibangunkan.

Asher berusaha menahan amarahnya, Adine membawa sang anak ke kamar mereka.

"Awas, jangan masuk ke kamar!" Ucap Adine melarang Asher masuk ke kamarnya, karena ia akan menyusui Aldin. Dan yang pasti, Adine tak ingin Asher melihatnya.

Wanita itu pergi dan masuk ke kamar sebelahnya.

Asher menghembuskan nafasnya kasar,"sabar Asher, sabar." Ucapnya seraya mengelus dada.

"Padahal udah dibangunin, dianya aja yang kebo. Mana pake nuduh segala lagi."

"Wanita memang selalu benar." Ujarnya.

***

Pagi ini, Adine dan Asher sudah rapih dengan pakaian formalnya. Mereka bersama-sama menuruni anak tangga.

Pagi ini Adine tak memasak, karena ia juga bagun agak siang. Jadi tak sempat untuk memasak.

Mereka menikmati sarapannya dengan khidmat. Tak ada pembicaraan apapun.

Tak.

Adine meletakkan gelas yang sudah kosong itu, karena ia sudah meminumnya.

"Aku berangkat sekarang," kata Adine beranjak pergi.

"Ya." Balas Asher singkat.

Adine melenggang pergi keluar dari rumah.

Sebelum benar-benar masuk kedalam mobil, ia melihat keatas balkon kamar. Di sana ada Risa yang sedang mengasuh Aldin.

Wanita itu tersenyum, lalu ia masuk kedalam mobil dan melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang.





Adine's second life Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang