Perihal Kontraksi (Tamat)

5.8K 126 2
                                    

...

"Mas... Ada orang mau ngasih nama diskusi dulu sama anaknya? Ck... Dasar aneh..." cibirku sambil tersenyum.

"Ya emang kenapa? Kan biar dia gak protes pas udah gede."

"Emang dulu Mas protes?" tanyaku.

"Enggak. Cuma dulu Mas tanya sama Mama, kenapa nama Mas, Sebastian."

"Terus apa jawabnya?"

"Ya... Mama jawabnya arti nama Sebastian itu sendiri."

"Emang apa artinya?"

"Kalau dalam bahasa Perancis artinya yang di hormati. Tapi secara karakteristik artinya humanis sejati. Ramah namun pemalu, mandiri, kritis terhadap diri dan orang lain. Emmm... Impulsif dan ekstrim, dinamis, penuh kesibukan. Artistik memiliki selera. Pengambil keputusan, berani, keras kepala, tidak dibuat-buat dan unik."

"Lanjut dong, atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa, dan dengan di dorongkan oleh keinginan luhur supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka—"

"Emangnya Undang-Undang Dasar," gerutu Mas Bojo membuatku terbahak.

"Ya lagian, panjang bener. Itu mah narsis kali."

Mas Bojo cuma tersenyum. "Terus kenapa kamu di kasih nama Yayang? Unik banget."

"Saking uniknya sampe bikin orang marah-marah," sindirku.

Mas Bojo tertawa. "Kalau inget itu, jadi lucu sendiri. Kayak... Gak kepikiran aja gitu kalau Andi manggil kamu Yayang ya karena nama kamu Yayang. Ck... Si Andi sih hobinya flirting sama cewek, jadi ya... Mas pikir juga dia lagi godain kamu."

"Aku sebel waktu itu sama Mas. Ih, pengen bejek-bejek."

"Kalau sekarang?" Mas Bojo menatapku lekat.

"Pikir aja sendiri! Sampe rela dibuntingin begini!" ketusku.

"Sampe rela keringetan goyang-goyang di atas Mas ya?" godanya.

Ku jambak rambut Mas Bojo membuatnya mengaduh sambil tertawa, "pegel tahu, Mas!"

"Ya gimana dong? Kalau kamu di bawah, kasian anak kita."

"Mau di atas juga sama! Kasihan sama anak kita. Kata anaknya, 'kok hujan sih?'" ujarku sambil tertawa.

Mas Bojo jadi terbahak, "Hujan lokal Nak. Cuma bentar," ujarnya. "Jadi... Anak kita ini mau di kasih nama apa, Bu?" Mas Bojo kembali menciumi perutku.

Mendengar Mas Bojo memanggilku Ibu, aku masih merasa geli tapi juga seneng sih. Ku elus kepala Mas Bojo. "Arjuna?" tanyaku.

"Deal. Mau minum lagi?"

Aku menggeleng, "tapi laper. Mille crepes masih ada gak sih, Pak?"

"Jangan itu dong. Udah jam segini, kalorinya tinggi. Bapak kupasin apel aja ya?"

"Emang kenapa sih? Aku gak boleh gendut?" tanyaku kesal.

"Ck... Mas suka serba salah sama kamu. Mas larang makan manis, kamu tuduh Mas biar kamu gak gendut. Mas biarin, katanya tega cekokin makanan terus biar istrinya gak cantik lagi lah, biar Mas bisa berpaling lah. Kamu itu..." Mas Bojo terlihat frustasi.

Aku tersenyum geli. Iya juga sih. Ya... Lagian Mas Bojo jadi penurut banget. Kan aku jadi ngelunjak. Eh?

"Jadi gimana? Mau gak?"

"Ya udah, aku mau. Tapi Mas juga ikutan makan."

Mas Bojo mengangguk pasrah meski sebenarnya aku tahu, dia pantang makan makanan manis di jam segini.

"Aku pengen ikut Mas," Pintaku saat Mas Bojo hendak meninggalkanku.

"Yuk..." Mas Bojo mengulurkan tangannya untuk membantuku turun dari kasur. "Pelan-pelan, Bu."

Tak ku hiraukan peringatan Mas Bojo, aku turun masih grasak-grusuk kayak biasa. "Aw... Ssh..."

"Eh? Kenapa? Kontraksi?" Mas Bojo menatapku panik.

...

Seperti biasa lanjut baca di channel yutubku. Bantu subscribe juga bagi yang belum subscribe. Gratis kok, gak usah bayar atau beli2 koin. Hihi...

Terima kasih buat para pembaca setia Sebastian - Yayang yang dalam penulisannya tersendat karena satu dan beberapa hal.
Gimana kesannya selama membaca mereka? Semoga terhibur yaa...

Oya, projek selanjutnya, nantikan kelanjutan Novel "Sambalado" yang sempat mati suri. Hihihi...

Love you unlimited,
Ambu.





Kalau Sudah Jodoh, Mau Bagaimana Lagi? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang