Bab 5 - Cerita dulu (Dia)

384 57 5
                                    

"Mungkin sebaiknya serba putih. Ini acara pernikahan. Klasik putih melambangkan ikatan janji suci sehidup semati."

Devira Manutranggana duduk di sofa dengan nyaman sembari dikeliling jejeran pelayan, di depan mereka masing-masing ada patung serta kain berbagai warna, motif, dan kualitas bahan.

Janneth tersenyum antusias mengangguk setuju dengan pilihan wanita yang masih terlihat segar bugar diusia yang menginjak 72 tahun. "Aku juga membayangkan pernikahan anakku bertema putih. Klasik dan sederhana untuk pemberkatan."

Janneth Ardichandra, ibu dari Jeehan Ardichandra. Wanita itu tampak memesona dengan setelan channel yang ia kenakan hari ini. Bahkan diusianya yang menginjak 50 tahun tidak tampak penuaan yang berlebih di gurat wajahnya.

Sedangkan sang calon pengantin, Renjana sejak masuk ke dalam studio ini hanya diam dan sesekali memijit tengkuknya yang terasa berat. Ah, dia menyesali membiarkan Hesa memilih makan malam mereka kemarin malam. Pria itu mengajaknya menyantap nasi goreng kambing dan sate kambing yang cukup terkenal di Jakarta. Renjana yakin 100% jika penyebab terbesar kepala dan tengkuknya terasa berat disebabkan oleh hal tersebut. Kolestrol nya naik.

Tedi, sang pemilik studio sekaligus sang desainer terlihat sabar meladeni permintaan Devira dan Janneth yang berubah-ubah. Tangan pria itu bergerak memerintah pekerjanya untuk memperlihatkan kain baru yang warnanya diinginkan oleh mereka.

"Bund, kebetulan ini kainnya baru datang dari India..."

Saat itu juga Renjana bersyukur handphone miliknya berdering. Kepalanya bisa bertambah lebih sakit lagi mendengar ocehan Tedi tentang keunggulan kain-kain miliknya yang bagi Renjana terlihat sama saja.

"Nek, Mah... Renjana angkat telepon dulu."Pamitnya kepada dua orang wanita yang terlihat sangat memperhatikan penjelasan Tedi. Sembari memperlihatkan layar handphonenya. Kedua wanita itu mengangguk setuju, kemudian kembali fokus pada Tedi.

Renjana menarik dirinya menuju sisi lain studio yang terlihat sepi, sebelum akhirnya mengangkat panggilan itu. Ia duduk manis di salah satu sofa sudut yang terlihat sedikit lebih tua dibanding kursi lain.

"Hei, masih di studio desainernya?"Tanya suara dari seberang sana. Tidak lain dan bukan calon pengantin satunya lagi.

Renjana menghela napas. Berusaha agar suaranya terdengar tenang. Walaupun saat ini ia muak dan rasanya ingin merebahkan punggungnya pada kasur kamarnya. "Yeah, mereka terus mengubah warna-warna dan konsepnya." Tidak ada sama sekali semangat terdengar dari suaranya saat ini.

"Oh, okay. Pasti sangat melelahkan menemani mereka."Kata Jeehan. Seharusnya pria itu hadir juga disini bersamanya. Namun beruntung dengan alasan meeting mendadak.

"Sudah makan siang?"Sebenarnya ini pertanyaan yang cukup wajar di antara mereka berdua untuk sekedar basa-basi. Namun setelah perjodohan mereka, pertanyaan ini bagi Renjana mampu membuat perutnya mulas.

"Ah, sebentar lagi. Mungkin. Nenek dan Mamah masih sibuk memilih kain."Jawab Renjana. Seberusaha mungkin agar tidak terdengar gugup.

Ada jeda sejenak sebelum Jeehan kembali bersuara, "Come here, i'll send you the location. Anyways, ada yang mau gue omongin juga. Tentang pernikahan kita."Kata Jeehan. Nada suara pria itu berubah serius.

"Terus mamah dan nenek gimana?"

"Just leave them. Ask Pak Anto to drop you here. I'll call my mom right now."

...

Saat kedua kaki Renjana tiba di depan sebuah ruko dijejeran macam-macam toko dan salon, ia memperhatikan satu bagunan ruko serba hitam itu dengan seksama. Tempat itulah tujuan yang dikirimkan oleh Jeehan dari maps.

CherryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang