Bab 12 - Cerita dulu (Satu hari)

391 49 18
                                    

Kepala Renjana menunduk melihat jemarinya yang terpaut dengan jemari Jeehan. Renjana mengulum senyumnya. Ia memperhatikan tangan kanan mereka, pada jari manis keduanya tersemat cincin silver polos. Khusus untuk milik Renjana ada
berlian kecil berwarna biru yang sangat indah, sedangkan Jeehan berlian kuning. Cincin yang dipilihnya secara asal beberapa bulan lalu. Kini menjadi lambang pengikat pernikahan mereka.

"... Apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia. Kenakanlah kasih, sebagai pengikat yang mempersatukan dan menyempurnakan. Hendaklah damai sejahtera Kristus memerintah dalam hatimu, karena untuk itulah kamu telah dipanggil menjadi satu."

"Amin."

Bisik Renjana pelan di bawah napasnya. Pikirannya sedikit terbang mendengar peneguhan pernikahannya sendiri. Kalimat yang hampir diucapkan Hesa padanya beberapa minggu lalu.

Jeehan menuntunnya pelan untuk berlutut. Pendeta akan segera melakukan pemberkatan pernikahan mereka. Renjun yang gugup sempat melihat ke arah para tamu undangan yang bangkit dari kursi mereka. Matanya menangkap papinya di salah satu bangku depan dengan mata berkaca.

"Hiduplah menurut janjimu, hayatilah tugas dan tanggung jawabmu dan terimalah berkat Tuhan: Allah, Bapa Tuhan Yesus Kristus yang telah memanggil dan mempersatukan kamu dalam perkawinan ini, akan memberkati kamu dan memenuhi rumah tanggamu dengan kasih karunia Roh Kudus; supaya dalam iman, pengharapan dan kasih, kamu hidup suci dan bahagia selama-Iamanya."

Setelah sang pendeta selesai membacakan doa pemberkatan, mereka berdua kembali diminta berdiri dan bertukar tempat.

Dari sini Renjana bisa melihat opa Jeehan yang wajahnya berurai air mata. Terlihat bangga dengan apa yang dilihatnya. Sedangkan Renjun mulai tidak tenang, karena ini waktunya untuk—

"Kalian boleh berciuman di depan umat, sebagai tanda pernyataan kasih."-Itu.

Padahal mereka sudah berlatih perihal ini kemarin. Meskipun tidak sampai melakukan ciuman yang sesungguhnya, tapi jantung berdebar dan wajah yang memanas tidak perlu ada dalam rentetan prosesi hari ini.

Jeehanlah yang memutus jarak mereka. Telapak tangan yang terasa dingin itu menangkup pelan wajah kecil Renjana. Dengan satu gerakan pelan Jeehan membubuhkan kecupan singkat pada bibir Renjana di depan semua orang. Renjana tidak dapat menahan malunya. Ia membuang wajahnya perlahan.

Pendeta itu nampak puas. Apalagi disertai sorakan menggoda sangat membahana dari keluarga dan tamu undangan yang datang. Bahkan Renjana mendengar dengan jelas teriakan Marsel yang tidak terkontrol itu. Sepertinya Renjana mulai menyesali pilihannya agar pemberkatan ini dilakukan dengan undangan terbatas di halaman belakang rumahnya. Seharusnya ia memilih gereja agar para tamu-tamu ini menjaga tingkah mereka di dalam rumah Tuhan.

Pendeta kembali mengumumkan rangkaian pemberkatan selanjutnya. Renjana menghela napas.

"It's okay. Semuanya akan segera selesai."Bisik Jeehan kecil. Wajah pria itu tidak pernah lepas dari senyuman saat Renjana pertama kali melihatnya hari ini saat memasuki altar dengan Opa Jeehan sebagai gandengannya.

"Kaki gue keram."Balas Renjun juga berbisik. Padahal sebenarnya kakinya baru saja mendadak lemas.

"Bentar lagi ya."

...

"SELAMAT!"Marsel tidak bisa menahan dirinya. Mata pria itu benar-benar bengkak dan hidungnya sangat merah.

Alis Renjana mengerut, perlahan tangannya meraba dahi pria itu. "Kak Marsel sakit kah?"

"Sakit? Gue sangat sangat sangat bahagia!"Katanya dengan air mata kembali bergelimang.

CherryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang