Pelukan

1 0 0
                                    

Hari ini aku kembali bersekolah, entah apa yang akan terjadi hari ini, aku akan menyerahkan semuanya ke Tuhan. Aku berangkat bersama El seperti biasa naik motor, dengan hembusan angin yang menyentuh kulit ku dengan halus dan langit yang cerah menyambutku. Sesampainya di sekolah, El langsung mengantarku ke kelas, memastikan bahwa aku baik-baik saja.

“Kalau ada apa-apa kabarin loh yaa!” Tegas El.
“Iya” Ucap ku, lalu masuk ke kelas.
“Eireen, lo udah sehat?” Tanya Acha.
“Udah ca, udah belajar belum minggu kemarin?”
“Dari kemarin baru perkenalan guru aja sih, ga ada belajar sama sekali.” Jawab Acha.
“Weisshh udah masuk lo” Ucap Arga.
“Iya nih bro” Jawab ku.
“Kayak deket aja lo, ga.” Ucap Acha.

Aku dan Arga tertawa. Tidak lama kemudian, guru memasuk ke kelas dan kita akan belajar pelajaran Fisika, sarapan pagi hari yang sangat baik. Sepanjang pelajaran, aku sedikit mengantuk dan malas belajar fisika, tetapi pelajaran kali ini cukup mudah. Bel berbunyi menunjukkan istirahat, aku dan Acha menuju ke kantin untuk membeli beberapa jajanan ataupun minuman yang dapat menambah energi dan semangat.

Aku kembali melihat wajah Agnes yang tersenyum licik kepadaku, tatapan yang sangat aku tidak suka. Saat Acha mengantri makanan, aku menunggu di meja kantin yang menghadap lapangan dengan segelas ice lemon tea yang sangat segar. Agnes datang menghampiriku dan duduk di depanku.

“Mental lo kuat juga ya” Ucap Agnes dengan senyumnya yang licik.
“Maksud?” Ucap ku.
“Lo mau main sama gue ternyata ya” Ucap Agnes sambil mengambil gelas yang berisi ice lemon tea.

Agnes langsung menumpahkan setengah ice lemon tea itu ke badanku. Aku hanya diam, menatapnya dengan penuh emosi, lalu Agnes pergi.

“Aahhh... lengket banget lagi.” Ucap ku.
“Lo kenapa?” Tanya Acha.
“Hmmm... Gapapa kok, tumpah aja” Jawab ku.
“Lo pikir gue gak liat siapa yang lakuin ini ke lo? Kok lo diem aja sih” Bentak Acha.
“Udah, gapapa kok, aman.” Jawab ku.
“Ya udah itu dibersihin dulu.” Ucap Acha.
“Lo duluan aja, ca”
“Beneran gapapa?”
“Iya gapapa” Kata ku.

Aku langsung pergi menuju kamar mandi untuk membersihkan baju. Aku mengoceh sendiri seperti orang bodoh di kamar mandi.

“Nyebelin banget sih, kayak ga ada kerjaan lain deh, kayak gini kan lengket, kena rambut lagi aahh” Ucapku dengan kesal.
“Makanya jangan macem-macem sama gue!” Ucap Agnes dari belakang.
“Lo kenapa sih? Gara-gara cowo doang sampai kayak gini” Ucap ku.
“Karena dia tunangan gue, lo jangan macem-macem deh” Ucap Agnes.
“Hah? Mimpi kali lo.”

Perkataanku membuat perasaan Agnes kesal, dia langsung mendorongku hingga terjatuh. Kakiku yang belum terlalu pulih makin terasa sakitnya. Aku hanya merintih kesakitan dan menatap Agnes dengan kesal. Aku bangkit berdiri, lalu menampar Agnes.
“Maksud lo apa?” Ucap ku dengan kesal.

*plak*

“Kurang ajar lo sama gue ya” Ucap Agnes, setelah menamparku.

*plak*

“Lo pikir lo doang yang bisa nampar? Gue juga bisa. Stop urusin hidup gue.” Ucap ku, setelah menampar balik.
“An**ng. Dari awal gue udah bilang sama lo, kalau gak mau kena masalah, jauhi William, tapi ternyata lo mau main sama gue ya! Gue ga akan bikin hidup lo tenang, selama lo masih deket-deket sama William, paham!” Ucap Agnes, lalu pergi.

Aku kembali menuju kelas dengan jalan yang pincang. Sesampainya di kelas, aku langsung duduk dan memijat kaki kanan ku secara perlahan. Rasanya yang kemarin sudah membaik, sekarang terasa lagi sakitnya. Hampir satu kelas menanyakan keadaanku, termasuk Arga.
“Lo kenapa lagi, Eir?” Tanya Arga.
“Biasalah kamar mandi licin, gue jadi kepleset” Jawab ku.
“Bukan ulah Agnes kan?”
“Bukan kok” Jawab ku menutupi.

Aku kembali belajar dengan kondisi badan yang basah dan kaki yang terasa sakit. Waktunya pulang sekolah, aku membereskan beberapa alat tulis dan buku yang aku masukkan ke dalam tas.

“Eir, gue duluan ya” Ucap Acha.
“Iya, hati-hati yaa” Jawab ku.
Aku memakai jaket dan bangkit berdiri. Tetapi kaki kanan ku tidak kuat menapak. Saat aku melepas sepatu, kaki ku bengkak dan membiru, pantas saja terasa sakit. Aku hanya diam duduk di kelas seraya menelpon El yang tidak aktif.

“Lo ga pulang? Ehh... Kaki lo bengkak banget.” Ucap Arga dengan suara khawatir.
“Iya, sakit banget. Gue lagi telpon El tapi ga aktif, kayaknya baterai handphone dia habis deh” Jawab ku.
“Mendingan sekarang kita ke parkiran, pasti dia nungguin lo” Ucap Arga sambil memberikan punggungnya untuk aku naiki.
“Gue bisa kok”
“Udah ga usah ngeyel.” Jawab Arga.

Aku langsung menaiki punggung Arga dan berjalan menuju parkiran.
“Kalau ada apa-apa bilang ke gue ya.” Ucap Arga.
“Kenapa memang?” Tanya ku.
“Gue takut aja kalau lo di bully, mengingatkan apa yang terjadi sama adik gue waktu itu.” Jawab Arga.
“Adik lo pernah di bully?” Tanya ku.
“Pernah, waktu dia SMP. Dia menahan semuanya, karena takut dimarahi orang tua. Gue bisa tahu, karena gue tidak sengaja menarik lengan bajunya yang penuh dengan lebam. Padahal dia bisa cerita ke gue, tapi dia memendam semuanya sendiri. Makanya gue gak mau hal itu terulang di orang lain, termasuk lo.” Jelas Arga.
“Ouhh.. Pasti dia bangga punya kakak seperti lo.” Ucap ku sambil tersenyum.

Arga hanya tersenyum mendengar ucapanku. El sudah menungguku. Wajahnya panik saat melihatku di gendong dengan Arga.
“Lo kenapa?” Tanya El panik.
“Tadi Eireen terpleset di kamar mandi” Ucap Arga.

Arga langsung menurunkan Eireen secara perlahan, lalu membantuku untuk duduk di motor.
“Makasih ya, Arga.” Ucap ku.
“Sama-sama Eir, lain kali hati-hati ya cantik.” Ucap Arga seraya mengusap kepalaku, lalu pergi.

El hanya melihat Arga dengan tatapan sinis. Dia sangat tidak suka Arga bersikap seperti itu kepada Eireen.
“Kamu pacaran sama dia?” Tanya El dengan ketus.
“Ngga kok” Jawabku.

El langsung mengantarkan ku pulang, sesampai di rumah, Bi Inem membantu ku berjalan dari depan rumah hingga ke kamar ku. Aku duduk di pinggir kasur, lalu menaikkan kaki dengan lurus.
“Kaki nya kenapa, Nona Eir?” Tanya Bi Inem
“Gapapa bi, tadi kepleset di kamar mandi sekolah, jadi gini dehh” Jelas ku.
“Nanti bibi panggil tukang urut ya, biar besok kakinya tidak sakit.”
“Iya bi.”

El menatap ku dengan tajam, dia seperti marah kepadaku atas kejadian tadi siang di parkiran.
“Baru sekolah aja udah kayak gini, nyusahin banget sih jadi orang.” Ucap El.

Itulah El, jika perasaaan hatinya sedang buruk, dia mudah sekali menyakiti perasaan seseorang.
“Masa iya gue harus jagain lo 24 jam, gue juga punya kesibukkan kali.” Ucap El.
“Gue gak pernah sedikit pun minta di jagain dan di temenin. Kalau lo gak mau, gue bisa sendiri kok. Gue gak butuh lo, paham? Mendingan lo keluar deh, bikin mood rusak aja” Ucap ku dengan perasaan kesal.

Tetapi El tidak keluar, dia tetap diam seraya menatapku. Sepertinya dia sadar, bahwa aku marah dengan perkataannya, dia hanya diam menatapku yang sedang berkaca-kaca. Aku paling tidak kuat dengan perkataan kasar ataupun nada tinggi, hal itu sangat membuat hatiku hancur. El menarik tanganku, lalu memelukku dengan erat.

“Apaan sih lo, awas!” Tegas ku.
“Diem, gue lagi emosi, biarin gue tenang.” Ucap El, lalu memeluk ku.

Seketika aku terdiam, aku bingung dengan El, sebenarnya dia kenapa? Kenapa sikapnya aneh sekali? Walaupun aku senang dia memeluk ku dengan hangat seraya mengelus kepalaku.

“Pliss.. Jangan dekat sama cowo mana pun, aku akan menemani kamu, supaya kamu tidak sendirian, tapi tolong jangan membuat hatiku sedih.” Ucap El, lalu pergi.

“Apa maksud dari perkataan El barusan ya? Dia suka sama aku? Dia cemburu aku sama Arga? Atau gimana?” Ucap ku.

You are my destinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang