Meet 7

17 0 0
                                    

Anna berjengit saat menyadari Darren melirik ke arahnya. Diapun menunduk untuk menghindari tusukan tak kasat mata itu.

Mukaku ga menulis apa yang ada di otak kan? Batinnya panik. 

Diberanikannya mendongak kembali. Jantung Anna serasa mo copot melihat tingkah Darren.

Bahkan sekarang sangat jelas, Darren menatapnya. Bukan sekedar melirik dengan ekor mata, tapi dengan mata coklat terangnya. Tajam.

Adam tak kehabisan stok sabar. Demi mendapat kesan baik, tanpa dikomando pun dia berusaha peka dengan apa yang menarik perhatian sang boss.

"Ah, dia karyawan baru. Anna Talitha."Adam dengan sigap memperkenalkan Anna dan mengalihkan pandangan dengan cepat, memberi kode dengan dagunya agar Anna berdiri.

Anna patuh. Dia berdiri dan mengangguk sopan. Apalagi yang bisa dia lakukan selain menuruti perintah boss. Meski dalam hati mengutuk keras tingkah sok manis seorang supervisor seperti Adam itu. Iya, dia tau, Adam hanya ingin dapat kesan baik, mungkin bakal dapat rejeki nomplok kalo boss besar senang.

"Iya. Aku tau."

Jawaban Darren membuat Adam menelan ludah kasar. Gugup, takut melakukan kesalahan. Dina yang berada di sampingnya menepuk pelan tangannya, mengisyaratkan bahwa tak ada masalah. Benar saja, tatapan Darren tak bergeming dari Anna. Bukti bahwa Darren tak menghiraukan Adam.

Lagi-lagi Anna ingin mengumpat kalo ga ingat dosa. Sungguh kelakuan boss barunya ini membuatnya jengah.

"Bagaimana ponselmu?"tanya Darren dan membuat seisi ruangan melongo kaget kecuali Dina. 

Ya, Dina sudah tau masalah antara Darren dengan Anna dari Aliester Mohan. Meski hanya sebaris kalimat singkat, sudah cukup buat Dina. Dia bukan tipe yang kepo-kepo amat dengan urusan pribadi boss-nya.

"Ah, ba-baik. Saya sudah membeli yang baru. Terimakasih sudah bertanya."jawab Anna lancar meski gugup di awal. 

Sungguh, Anna ingin sekali saat ini juga orang bernama Darren Haeser itu menghilang. Ketegangan ini bikin capek. Bahkan Anna tak berani duduk kembali. Dia masih berdiri kaku di tempatnya.

Smirk Darren terukir. Anna bergidik. Perasaan tak enak kembali dirasakan Anna saat melihatnya. Wajahnya memang tampan, tapi sungguh auranya kelam dan hitam. Anna prediksi, dia bakalan mimpi buruk nanti malam jika senyuman iblis itu sekali lagi terukir di wajah Darren.

Darren memberi kode ke Aliester dengan dagunya. Sang sekretaris mengangguk dan berjalan mendekati Anna dengan sebuah paperbag di tangannya. Tanpa berkata apa-apa, Al meletakkannya di depan Anna yang masih berdiri.

"Itu permintaan maafku. Tulus. Tidak. Terima. Penolakan."tegas Darren dengan menekan setiap kata yang diucapnya dan menatap tajam ke arah Anna yang hendak buka mulut.

Anna menghela napas pelan, menelan kembali kata-kata yang sudah di ujung lidah, lalu tersenyum.

"Terimakasih."ucapnya.

Mendengar balasan Anna, wajahnya tampak puas. Darren beranjak dari kursi lalu menatap arloji mahalnya.

"Aku tidak ingin menunda makan siang kalian."Darren melangkah pergi dengan gagah meninggalkan ruangan yang masih sunyi. Diikuti Aliester pastinya.

Bunyi langkah sepatu itu sayup mulai hilang dan benar-benar hilang setelah bel lift berbunyi. Dina kembali ke ruangannya dengan Adam membantu mendorong kursinya masuk.

Manusia lainnya dalam ruangan masih mematung dengan pikiran masing-masing.

Apa itu tadi? Hanya karena ponsel? Ayolah... ini memalukan! Anna menggerutu dalam hati.

Meet Me [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang