Hari ini harus menulis apa? Apa yang penting buat ditulis?
Anna menggeram frustasi.
"Kenapa kau berniat menanggapi ide konyol itu? Lupakan aja lah."
Suara Kania terngiang kembali. Malam itu curhat Anna mendapat tanggapan yang memang sesuai dengan pemikirannya. Tapi kenapa ada ganjalan?
Email hari itu pun dibalas dengan baik. Apa salahnya? Anna merasa tak tenang membiarkan kata-kata orang itu begitu saja? Jika dia orang jahat, pastinya balasan atas keluh kesahnya tak akan semenyenangkan itu.
Entah mengapa, kata-kata dr.r cukup menghiburnya. Membuatnya kuat kembali untuk sekedar berniat menyapa Raffa dan menanyakan kebenaran pesan aneh teman kuliahnya.
Ada apa dengan otaknya?
Notifikasi ponsel membuyarkan lamunannya.
Kak Raffa
Anna, kau ada waktu siang ini? Aku udah kembali dan kebetulan ada proyek di sekitar Haeser.
Me
Boleh. Aku yang traktir makan siang ya.
Sent.
Anna menunggu dengan gelisah. Apa kali ini niatnya akan tersampaikan? Dia tak bisa lagi menunggu. Rasa penasaran soal kebenaran status Raffa begitu besar.
*
*
*
Sementara itu di sebuah ruang makan keluarga yang tampak luas dan mewah, duduk melingkar 6 orang disana. Keluarga Haeser sedang menggelar makan siang bersama sang Opa, Jeremy Marcello Dillon. Ayah dari Veronicca. Dia berkunjung setelah 2 tahun lamanya memutuskan pensiun dan menetap di Amerika.
Acara makan siang berakhir tanpa banyak basa-basi. Setelahnya mereka semua berkumpul di ruang keluarga. Apalagi kalo bukan untuk berbincang. Tapi jika dikatakan untuk melepas rindu, mungkin hanya berlaku untuk segelintir dari keenam orang itu. Tak semua merasakan rindu yang sama atau sekedar niat ingin berbincang.
"Opa lihat Darren kembali kemari? Kepulanganmu kali ini Opa harapkan bukan sekedar pulang dan berlibur, Nak."Jeremy tersenyum ke arah Darren, membuat Hazel dan Roderick berdecih sebal.
Sejak dulu, Darren adalah kesayangan sang Opa. Rasa iri itu tentu saja membuat keduanya tak pernah menyukai kehadiran Jeremy. Sebaliknya, bagi Darren, hanya sang Opa lah satu-satunya keluarga baginya. Ayah, ibu, dan kakak-kakaknya, mereka dingin dan tak bersahabat.
"Aku coba."jawab Darren dan Jeremy menepuk bahunya pelan.
"Hazel dan Rod, kalian dengar? Buatlah adik kalian betah disini. Opa akan lebih sering kemari kalo kalian akur."suara Jeremy terdengar mengintimidasi.
"Ehem! Tak perlu berlebihan, Pa."Deheman dan jawaban Harvey terdengar.
"Hahaha! Tentu saja anak-anakmu akur, Harv. Aku senang kalian sudah berkumpul kembali di satu negara."jawab Jeremy mencoba mencairkan suasana yang tiba-tiba saja memberat.
"Bagaimana anak perusahaan Haeser?"tanya Jeremy tiba-tiba.
Membuat wajah Harvey dan Hazel berubah masam.
Meski mengaku pensiun dan menetap jauh di Amerika, Jeremy tak pernah mengabaikan pertumbuhan bisnis sang menantu dan bisnisnya yang terpaksa diserahkan pada Roderick. Niatnya, bisnis itu akan dia wariskan sepenuhnya pada Darren. Tapi Darren memilih merintis bisnis sendiri dan tak disangka lebih sukses dari bisnis yang ingin diwariskannya. Jeremy tak keberatan saat mengetahui itu. Dia bangga berhasil mendidik sang cucu kesayangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Meet Me [HIATUS]
RomanceHIATUS Anna Talitha tak pernah mengira jika ungkapan perasaannya masuk ke inbox email boss nya, Darren Aldrich Haeser. Dia hanya ingin mengungkapkan rasa cinta pada sang kakak tingkat semasa kuliah dulu, Raffael Witama.