-Symphony-

735 53 1
                                    

-22:00-

Di perpustakaan, Sunghoon tengah mengotak-atik laptop mengerjakan tugas kuliahnya saat tiba-tiba terdengar deringan telepon yang berasal dari ponsel genggam Sunghoon.

Sunghoon lantas memasang airpods nya menyalakan bluetooth yang tertera di ponselnya lalu mengangkat panggilan telfon dari tunangannya dan lanjut mengotak-atik laptopnya.

"Halo hoon?"

"Halo kak, kenapa telfon Sunghoon?"

"Ini udah malem Hoon, ga pulang? sekarang udah jam sepuluh malem loh"

"Nanti aja deh kak, aku masih nyelesain tugas kuliah ini"

"Diselesain besok pagi aja Hoon, mending sekarang kamu pulang sama istirahat aja dulu."

"Tapi harus dikumpulin minggu depan kak tugasnya.."

"Masih lama kan berarti? kamu pulang aja dulu ga capek emangnya?"

"Emm, yaudah deh aku pulang sekarang aja. Aku juga udah ngantuk sekarang"

Ucap Sunghoon sambil mematikan Laptop dan menata buku-buku nya memasukkan nya kedalam tas.

"Mau kakak jemput?"

"Gaperlu kak, aku bawa sepeda sendiri kok tadi"

"Yakin gaperlu dijemput?"

"Iya kak, yakin kok"

"Yaudah kalau gitu, hati-hati love you pingu"

"Love you too my deer"

Sunghoon mengakhiri panggilan telfon dengan tunangannya tersebut, memasukkan ponselnya ke dalam saku celana dan memakai tas ranselnya pergi keluar dari gedung perpustakaan kota.

Tiba di tempat parkir sepeda Sunghoon memakai helm nya dan mulai mengayuh kan sepeda nya menuju jalan pulang.

Ketika melewati lampu merah tiba-tiba ada sebuah mobil putih yang melaju dengan cepat berlawanan arah dengan Sunghoon

CKIITT!!!

BRAKK!!!

Hingga tabrakan pun tak bisa dihindari. Tubuh Sunghoon tergeletak di tengah-tengah jalanan berlumuran darah. Darah terus saja keluar dari mulut, hidung, juga kepala Sunghoon. Tubuh nya melemah tak bisa bergerak sedikit pun.

Beberapa orang yang menyaksikan tabrakan itu segera menghampiri Sunghoon mengecek keadaannya.

"Astaga!! Cepat siapapun panggilkan ambulans!"

"CEPAT! DENYUT NADINYA MELEMAH!!"

"Kasihan sekali anak muda ini, siapapun panggilkan polisi segera!"

Mata Sunghoon melirik sekitar, kepalanya pusing, pandangan nya kian memburam. Beberapa menit kemudian samar-samar dapat ia dengar sirine Ambulans juga beberapa mobil polisi.

Sunghoon terbatuk mengeluarkan darah yang terciprat ke tangannya. Ia melihat tangannya sekilas sebelum mengucapkan salam perpisahan untuk terakhir kalinya.

"uhuk! uhuk! ...aku a..akan mencintai mu, hing..hingga akhir hayatku uhuk! love you Lee... H..Heeseung...."

Ucapnya sebelum ia benar-benar memejamkan mata untuk terakhir kalinya.

.
.
.
.
.

Disisi lain, Heeseung kini sedang memasak makanan favorit tunangannya, Sunghoon.

Ia mematikan kompor listrik tersebut lalu berjalan mengambil mangkuk dan alat makan lainnya untuk ditata diatas meja makan.

Grill dan alat makan sudah siap di meja, gelas yang berisikan red wine juga telah ia sajikan di meja makan.

Saat akan mengambil daging di kulkas tiba-tiba pintu rumahnya berbunyi, Heeseung lantas menutup pintu kulkas dan berjalan ke arah pintu depan.

Saat pintu terbuka ia dikejutkan atas kehadiran seorang petugas polisi.

"Apakah ini kediaman atas nama Park Sunghoon?" tanya sang petugas

Heeseung heran karena sang petugas tiba-tiba menanyai nya apalagi ini menyangkut soal Sunghoon, pikiran-pikiran negatif mulai muncul di kepalanya tapi ia langsung menepis pikiran tersebut.

"Ya, ini kediaman Park Sunghoon dan saya Lee Heeseung tunangannya. Kenapa anda bertanya seperti itu?"

Sang petugas terdiam sesaat mencoba merangkai kata-kata.

"...Saya turut berduka atas kehilangan anda tuan Lee, Korban tertabrak mobil diduga sang pengemudi mobil tengah mabuk hingga akhirnya menabrak saudara Park Sunghoon.." Jelas sang petugas.

Tersentak, jantung Heeseung rasanya berhenti berdetak untuk sesaat. Bagaikan sebuah keris tertancap di dada nya, sesak yang dapat ia rasakan.

"Jika anda ingin melontarkan sebuah lelucon mohon jangan melontarkan nya di rumah seseorang! Anda pasti sedang bercanda kan sekarang!? JAWAB SAYA! ANDA SEDANG BERCANDA BUKAN SEKARANG!?"
amuk Heeseung penuh dengan amarah dicampur dengan kesedihan yang mendalam.

Sang petugas menundukkan kepalanya lalu menggeleng pelan tanda bahwa dia sedang tidak bercanda sekarang.

Heeseung diam mematung bukan itu jawaban yang ingin dia dapatkan.

Sosok yang akan ia nikahi telah tiada, sosok yang selalu mengisi hari-hari nya telah tiada, sosok sang mentari di hidupnya telah tiada, sosok sahabat yang akan selalu mendengarkan isi hatinya telah tiada, sosok yang selalu ia puja telah tiada, sosok yang melukis kehidupannya dengan warna warna yang cerah telah tiada, sosok ibu dari anak-anak nya kelak telah tiada.

"Sekali lagi saya turut berduka cita. Selamat malam tuan Lee," ucap sang petugas kemudian meninggalkan kediaman Heeseung dan Sunghoon.

Setelah dirasa cukup lama ia berdiri di ambang pintu, Heeseung memutuskan untuk menutup pintu itu menguncinya lalu pergi ke atas, kamar tidurnya dan Sunghoon.

Ia mengunci kamarnya rapat-rapat lalu mengambil figura foto yang terletak di meja samping tempat tidur mereka.

Itu foto dirinya yang tengah merangkul Sunghoon, merayakan kelulusan SMA sang tunangan 1,5 tahun yang lalu.

Heeseung mengusap figura tersebut penuh rasa rindu tak sadar setetes air mata turun mengenai foto tersebut.

"Sayang, kamu inget ga dulu waktu masih kecil kita hobi main kejar-kejar an di dekat pohon besar yang tumbang?" ucap Heeseung tersenyum menahan tangisnya.

"Kenapa Tuhan sayang banget sama kamu? sampai kamu harus pergi secepat ini. Kamu tahu kan dua bulan lagi kita akan sah membangun sebuah rumah tangga yang selalu kita idam-idamkan.."

"And when you're gone, i feel incomplete..."
"So, if you want the truth."
"I just wanna be part of your symphony, Sunghoon-ah"


.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
















𝐇𝐞𝐞𝐇𝐨𝐨𝐧 -𝐎𝐧𝐞 𝐬𝐡𝐨𝐨𝐭-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang