18 : Pasar Malam

729 70 0
                                    

-----
Happy reading
-----

"Kok gue rada aneh ya, Malam Jumat gini ada pasar malam, biasanya kan malam Sabtu dan Minggu." celetukan Bumi disetujui oleh kedua sahabatnya, sedangkan satunya hanya mendengus.

"Biar beda dari yang lain kali, anti mainstream gitu malam Jumat. Biar pas kita ngunjungin rumah hantu, vibes seremnya dapet." Bintang menambahi.

"Maybe, ditambah sekarang itu kan malam Jumat Kliwon," sahut Angkasa.

"Udahlah, keluar semua hantunya."

Selepas ayah Bintang berpamitan pulang, mereka juga pulang ke tempat tinggal masing-masing, dan kembali bertemu di sebuah gang arah perumahan Langit, sesudah shalat Isya.

Rencananya mereka akan pergi ke pasar malam di daerah dekat dengan komplek perumahan Langit. Mereka berniat kesana karena penasaran. Pasar malam itu menjadi perbincangan warga sekolah, karena selalu diadakan saat malam Jumat.

Dan Bumi dengan jiwa penasarannya yang tinggi langsung mengajak ke sana malam Jumat ini.

Dan disinilah mereka sekarang, di area pasar malam, sedang berceloteh tentang kenehan tempat yang sekarang beroperasi ini.

"Mau naik apa dulu nih?" tanya Bintang.

"Kesana aja dulu yuk!" ajak Angkasa menunjuk wahana kora-kora yang sedang berputar.

Langit sedikit bergidik saat melihat beberapa orang yang berteriak histeris minta permainannya berhenti.

"Yang lain aja," balas Langit mencoba bersikap biasa saja. Padahal dalam hati dia sudah merasa takut dengan semua wahana disini.

"Kenapa lo?" tanya Bumi merasa aneh dengan gelagat Langit. "Takut ya lo? Seorang Langit yang terkenal dingin, takut sama wahana kora-kora doang, apa kata dunia," lanjutnya mengejek.

"Gue gak takut, cuma males aja harus denger kalian teriak nanti," sangkal Langit cuek.

"Kalau takut bilang aja sih Lang, gak usah denial gitu," cibir Angkasa pelan.

Langit yang merasa tidak terima menegakkan tubuhnya yang sempat letoy. "Yaudah, ayo beli tiketnya dulu."

Langit berjalan terlebih dahulu, disusul dengan Angkasa. Ia tak menyadari saja jika Bintang dan Bumi tengah saling berpandangan, seperti merencanakan sesuatu.

Kini mereka sudah duduk anteng di kora-kora, sabuk pengaman sudah mereka pasang. Tinggal menunggu mesin di nyalakan.

Jika lebih teliti lagi, ekspresi Langit sedikit menahan takut, sialnya dia kebagian di paling ujung. Saat akan mengambil posisi tengah, Bumi dan Bintang seolah sengaja saling dorong-dorongan, menyebabkan dia harus pasrah berada di ujung.

Permainan mulai dinyalakan. Bintang dan Bumi terlihat begitu antusias, sedangkan Angkasa terlihat biasa-biasa saja, tidak takut, tidak juga senang.

"Hoooo, seru banget."

"Mas, ini kurang kenceng. Gak bisa dikencengin apa?"

"Bum, lihat Bum! Bulannya indah."

"Gue serasa melayang, seru banget!"

Itu teriakan-teriakan yang terlontar dari mulut Bumi dan Bintang. Wajah Langit terlihat sudah memucat, dirinya mencoba menahan agar tidak berteriak. Bisa hilang image cold yang ada pada dirinya.

Tak berselang lama permainan usai. Mereka secara teratur turun dari wahana. Angkasa yang paling belakang memapah tubuh Langit yang sudah lemas.

"Katanya gak takut," ledek Bumi saat melihat raut pucat Langit.

Tiba-tiba Langit yang baru saja duduk di kursi berlari sedikit menjauh dari kerumunan. Dirasa sudah sepi, ia langsung memuntahkan semua makanan yang sempat dimakannya tadi siang.

"Kalian sana beliin air minum!" perintah Angkasa sebelum berjalan menghampiri Langit. Membantu Langit meredakan mualnya dengan cara memijat area tengkuk.

Bumi menarik pergelangan tangan Bintang, sedikit menyeret ke arah stand penjual minuman.

"Mas, mineralnya dua ya," ucap Bumi pada penjual minuman.

Bumi bergulir kesebelahnya, matanya berbinar saat melihat sosis bakar yang sedang dibakar di sebelah stand minuman. Terlihat enak sekali jika dilumuri mayones dan saus tomat.

"Nih, lo yang nganterin minum ke si Angkasa. Gue mau beli sosis bakar dulu." Bumi memberikan dua botol mineral yang di pegangnya, setelahnya mendorong badan Bintang.

"Lo ya, soal makanan aja nomor satu," ucap Bintang sebelum menjauhi Bumi.

"Lo kayak gak tahu gue aja Bin," balas Bumi yang sudah mulai akan memesan.

Tak tanggung-tanggung, dirinya mengambil lima tusuk sosis besar sekaligus, lalu mengambil lima tusuk baso.

"Nih Bang, yang mateng ya bakarnya." Bumi memberikan semuanya kepada sang penjual.

"Siap!"

***

"Mana si Bumi?" tanya Langit saat tak melihat Bumi disekitar pandangannya. Tangannya menerima mineral yang disodorkan Bintang.

"Tuh, beli itu dulu." Bintang menunjukkan posisi dimana Bumi yang terlihat sedang mengobrol dengan penjual sosis bakar.

Angkasa menggeleng. "Gue hampir lupa kalau dia maniac makanan," gumamnya.

"Masih mau muntah lo?" tanya Bintang pada langit.

"Gak," jawab Langit singkat.

Bumi datang dengan membawa sterofoam berisi sosis dan baso bakar pesanannya. Ditangannya juga terdapat sepotong sosis yang sepotongnya lagi sedang dikunyah Bumi.

"Lo pawda mawu gwak?" tawarnya dengan mulut penuh. Tangannya menyodorkan sosis bakar yang dipegangnya.

"Telen dulu itu, baru ngomong!"

_______________________________________________
TBC

Thank you.

SAHABAT ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang