32 : Rumah Pohon

701 67 0
                                    

-----
Happy reading
-----

Waktu berganti waktu, detik ke menit, menit ke jam. Hari berganti hari hingga menjadi bulan berganti bulan. Tak terasa ini sudah bulan ketiga, bulan Maret.

Pada bulan Maret ini, Bumi, Angkasa Bintang dan Langit, juga seluruh kelas 10 maupun 11 disibukkan dengan ujian semester genap.

Mereka sibuk belajar, supaya mendapat nilai yang mereka inginkan, juga nilai memuaskan.

Di hari pertama ujian, mereka memilih berdiam diri di dalam kelas sekedar membaca materi yang telah dipelajari atau mempersiapkan diri untuk menghadapi ujian kali ini.

Selama seminggu ini, keempat pemuda itu jarang bermain atau sekedar berkumpul di basecamp. Mereka berempat benar-benar memanfaatkan waktu mereka untuk belajar, belajar dan belajar.

Bahkan Bintang dan Bumi yang biasanya santai dengan pelajaran pun, ikut serius untuk menghadapi ujian semester genap kali ini.

Terhitung, sudah hari kelima mereka melaksanakan ujian. Ini sudah hari Jumat, yang artinya hari terakhir ujian di SMA Kertajaya.

Beberapa kelas cukup sepi, karena mereka sudah pulang sejak 15 menit yang lalu, ditambah kelas 12 diliburkan selama ujian kelas 10 dan 11 berlangsung.

"Akhirnya, ujiannya selesai juga!" pekik Bumi senang.

"Bener, sekarang gue bisa terbebas dari semua materi memuakkan di kertas," balas Bintang tak kalah senang.

Jika mereka senang, Angkasa dan Langit hanya biasa saja. Tidak senang, tidak juga sedih. Pokoknya pertengahan.

Keempat pemuda berseragam itu sedang berjalan kearah parkiran sekolah. Rencananya mereka akan membuat sebuah rumah pohon di sebuah hutan yang tak jauh dari SMA Kertajaya.

Sebulan yang lalu, saat mereka menyusuri jalanan kota Jakarta, mereka menemukan hutan kecil yang disana terdapat sebuah danau buatan yang disampingnya terdapat pohon besar. Nah di pohon besar itulah mereka akan membuat rumah pohon.

Mereka akan menjadikan rumah pohon tersebut sebagai basecamp kedua mereka.

Mereka sudah menyiapkan semuanya, mulai dari membeli kayu dan berbagai macam perkakas yang diperlukan di material.

"Buruan! Gue gak sabar buat bikin rumah pohon."

***

Bumi mengambil paku dan palu yang tergeletak di dekatnya, lalu mengambil kayu-kayu yang cukup lebar, untuk dijadikan dinding rumah pohon. Dibantu oleh Angkasa dan Bintang.

Lantai rumah kayu itu sudah jadi, dan sudah terpasang di dahan pohon yang besarnya dua kali lipat dari besarnya badan Bumi itu, mereka tinggal memasangkan dinding dan bagian atapnya saja.

Setengah jam kemudian, rumah pohon itu sudah berdiri kokoh diantara dahan-dahan pohon. Angkasa dan Bintang kebagian mendekor rumah pohon.

Mereka berdua memasangkan lampu tumblr, sebuah gorden kecil, juga beberapa pernak-pernik lainnya.

Untuk Langit, dia kebagian membuat tangga untuk menaiki rumah pohon. Dan tangganya pun sudah terpasang, sesaat setelah rumah pohon itu jadi.

"Udah belum?" tanya Bumi berteriak dari bawah.

Bintang melongok dari balik jendela kecil, lalu menunduk ke bawah, dirinya balas berteriak, "Udah, sini kalian berdua. Bawain juga tas gue sama tasnya Angkasa!"

"Wih, keren banget deh rumah pohon buatan gue," ucap Bumi merasa takjub dengan hasil akhir dari rumah pohon yang sudah di dekorasi.

Dirinya meletakkan tas yang dipegangnya, sedangkan Langit meletakkan sebuah bungkusan yang isinya berupa siomay, tak lupa air minumnya.

Angkasa mendengus. "Buatan kita," ralatnya.

"Iya-iya, gue kan cuma bercanda."

"Buruan! Siomaynya dimakan!" Langit membuka suara. "Sebentar lagi kita harus siap-siap buat sholat Jum'at." lanjutnya.

Bintang melihat pada jam di ponselnya. Pukul 11 pas. "Lah iya, bentar lagi kita harus pulang."

Mereka pun mulai memakan siomay yang sempat mereka pesan, saat perjalanan menuju ke tempat ini tadi.

***
"Gue balik duluan, nanti habis pulang sholat Jum'at kita kesini lagi."

"Oke."

Mereka mulai menjalankan kendaraan mereka ke rumah masing-masing, kecuali Langit. Dia memutuskan untuk sholat Jum'at di sebuah masjid yang dekat dengan apartemen Bumi. Maka dari itu, dirinya ikut pulang ke apartemen Bumi.

"Lo duluan aja Lang, ke kamar mandinya. Gue mau nyiapin sarung sama bajunya. Satu lagi, handuknya ngambil aja di lemari sebelah pintu ya." Langit mengangguk, ia mulai berjalan ke kamar mandi apartemen Bumi, sedangkan pemiliknya sendiri pergi ke kamar.

Selepas Langit keluar, sekarang Bumi yang memasuki kamar mandi. Sebelum masuk, Bumi sudah memberikan  sarung, baju kemeja, tak lupa peci hitam pada Langit.

"Yuk berangkat!" ajak Bumi saat dirinya dan Langit sudah rapi dan wangi.

Mereka berdua memutuskan untuk berjalan kaki menuju masjid. Di perjalanan sesekali Bumi melontarkan pertanyaan yang Langit balas sekenannya. Seperti,

"Gue makin ganteng kan kalau pake sarung sama peci gini?"

"Gue kelihatan cerah kan kalau habis wudhu."

"Parfume gue wangi kan Lang?"

Kira-kira begitulah pertanyaan random yang terlontar dari Bumi, yang Langit balas dengan deheman malas.

"Kok, tiba-tiba perasaan gue gak enak ya Lang," ucap Bumi sembari mengusap dadanya pelan. Ia merasa dadanya sedikit sesak, hatinya pun tidak tenang. Entah mengapa, dirinya merasa seperti akan terjadi sesuatu yang menimpa dirinya ataupun orang sekitarnya.

"Kenapa?" tanya Langit.

"Gak tahu, kayak ada yang ngeganjel gitu di hati gue."

"Perasaan lo aja kali."

"Semoga," gumam Bumi.

"Selamat siang, Pak Raden!" sapa Bumi pada salah satu bapak-bapak yang sering melakukan sholat Jum'at di masjid itu, pak Raden.

Langit hanya menundukkan kepala sopan, saat Bumi menyapa pak Raden.

"Siang." Pak Raden tersenyum. "Itu siapa? Kok saya baru lihat Bum?" lanjutnya bertanya.

"Oh, itu sahabat saya Pak, namanya Langit."

"Salam kenal Pak," ucap Langit sopan.

"Oh iya, salam kenal." Saat melihat Langit menunduk, pak Raden secara spontan ikutan menunduk. "Bumi, Langit, saya masuk duluan ya!"

"Iya Pak!"

_______________________________________________
TBC

Thank you.

SAHABAT ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang