10•

13 0 0
                                    


"Beneran sampai sini aja Ra?" Tanya mbak Nadin menghentikan mobilnya depan komplek perumahan kostan gue berada.

"Iya mbak sampai sini aja, jalan didalam rada kecil. Susah buat putar baliknya" kata gue sembari turun dari mobil.

"Yaudah kalau gitu mbak pulang duluan ya, sekalian anterin Lea" ujarnya pamit diikuti dengan Lea memunculkan kepalanya dan melambaikan tangan pamit.

Memerhatikan mobil mbak Nadin hilang dari pandangan barulah gue menyusuri jalan komplek perumahan menuju kostan gue berada, jaraknya gak terlalu jauh cuma sekitar seratus meter dari jalan besar.

Sesampainya didepan gerbang kostan gue lihat udah ada kak Tian pacarnya Rumi tengah duduk diteras,

"Kok sendiri aja kak, Rumi nya mana?" Kak Tian tadinya sibuk main hp mendongak natap gue mendekat.

"Gatau deh, dari tadi siap-siap terus gak kelar-kelar"

Gue cukup salut dengan kesabaran kak Tian dalam menghadapi teman gue yang satu itu, menunggu Rumi seperti saat ini bukan kali pertama terjadi. Ada dulu kali dari pukul delapan pagi sampai sebelas siang kak Tian nungguin teman gue siap-siap, katanya mereka janji mau jogging pagi tapi Rumi malah kesiangan.

"Yang aku udah siap—— eh udah pulang Ra?" Rumi baru keluar menatap gue dan kak Tian bergantian.

Anggukin kepala kecil gue berkata, "Udah sana pergi kasian kak Tian nungguin lo dari tadi"

"Tanpa lo suruh ini udah mau pergi kali" balasnya menarik kak Tian untuk beranjak pergi. Gue cuma geleng-geleng turut memasuki kostan yang seperti biasa, sepi. Terlebih malam ini adalah malam minggu jelas para penghuni lainnya pada keluar.

Memasuki kamar gue segera meraih handuk dibalik pintu terus bersih-bersih sebelum melanjutkan tugas gue tak kunjung selesai. Malam minggu terbaik saat orang-orang sibuk pacaran dengan ayangnya gue sibuk pacaran dengan deadline.

Haha lagian gua kan gak punya pacar yang bisa diajak keluar.

Juanda? Apaya, kita teman tapi mesra?

Anggap saja begitu setelah beberapa waktu lalu sicowok itu mengungkapkan perasaannya dan enggan gue beri jawaban, sekarang dirinya tak pernah mengulang pengakuannya lagi.

Padahal kalau Juanda nyatakan ulang besar kemungkinan gue bakal terima, karna tak dapat dipungkiri gue sudah jatuh hati padanya.

Disaat tengah sibuk menyelesaikan tugas diselingi memikirkan Juan dering ponsel berhasil menarik atensi gue. Tak ayal begitu melihat nama sipemanggil lengkungan kurva jelas terlihat dari belah bibir gue.

"Haloo"

"Keluar dong kak.."

"Hah?"

"Haha keluar dong, gue didepan gerbang nih"

Segera gue mematikan ponsel secara sepihak terus berlari kecil keluar, serius ini kan??

Gue liat dengan mata kepala gue sosok Juanda dengan hoodie hitam tengah bersandar dimotor maticnya— ralat motor bundanya. Jangan lupakan tangan terangkat melambai itu buat langkah gue semakin mendekat yang begitu sampai didepannya segera diberi pelukan hangat oleh pemuda itu.

Gue diam, namun perlahan membalas pelukannya. Dapat gue rasakan degupan jantung gue semakin kencang terlebih dengan dekapan erat nan hangat dari Juanda dimalam yang dingin ini seakan buat gue meleleh.

"Keputusan gue buat datang kesini tepat ya. Kirain lo bakalan keluar tadi kak.." katanya setelah melepaskan diri. Gue senyum sambil gelengin kepala, kaki gue melangkah menuju teras depan diikutinya.

"Enggak keluar, stay at home sambil nugas gue mah" kekeh gue menular padanya,

"Kalau gitu gue temenin deh" balasnya buat alis gue terangkat.

"Emangnya Juan engga jalan?"

"Jalan kemana kalau udah nyaman disini bareng lo kak.."

"Gembel" ketawa gue mendudukkan diri dibangku teras, begitupun dengan Juanda mengisi space kosong samping.

Memandangi jalanan kompleks dilewati kendaraan lalu lalang kita sama-sama diam, memilih suara dari kendaraan sebagai pengisi keheningan. Dan anehnya gue malah nyaman, gue suka walaupun cuma hanya duduk tanpa melakukan apapun asalkan ada Juan— haha najis bucin.

"Boleh pesen ojek besok gak?" Tanya gue membuka percakapan.

"Sayang banget besok gue gak masuk kak" katanya sontak gue menolehkan kepala,

"Yah.. sayang banget, padahal lumayan tumpangan gratis" canda gue menutupi sedikit rasa sedih. Kali ini tangannya mendarat diatas kepala gue dan mengacaknya asal, kebiasaan kecilnya kembali.

"Lain kali gue ganti rugi deh kak"

"Caranya?" Bingung gue.

"Gue anterin kemana pun lo mau deh" jelasnya buat gue terkekeh kecil, "Haha boleh-boleh"

"Ngomong-ngomong kostan sepi kak? Dari tadi gak keliatan penghuninya" Juan melirik kedalam kostan diikuti dengan lirikan mata gue menatap ruangan dalam sunyi sepi.

"Seram kali ah kalau ada penghuninya" canda gue ketawa kecil sebelum kembali melanjutkan,

"Biasa sekarang kan malam Minggu, anak-anak lain pada keluar. Teman gue aja baru cabut tadi bareng ayangnya" pikiran gue nerawang pada Rumi sama pacarnya.

"Kalau lo gak ada niatan buat keluar juga kak? Bareng ayang gitu?" Katanya tiba-tiba, gue diam menatap matanya lurus. "Kan gue gak ada pacar"

Katakanlah gue ingin mendengar balasan "kalau gitu jadi pacar gue mau gak kak?"

Walaupun cuma bercanda pasti tetap gue jawab iya dengan serius.

Sayangnya kali ini, detik ini Juanda malah ketawa dan bilang.

"Berarti gak masalah dong kalau gue temenin lo disini kak"

Jelas gak ada masalah, karna yang salah cuma gue jadi berharap sama lo Juan. Yang gak gue pahamin, lo gak peka apa gue kurang bukti buat nunjukin kalau gue udah suka sama lo.

"Juan—"

Panggilan gue buat cowok tengah memainkan ponselnya itu berhenti sambil noleh. Sementara itu gue malah tanpa sadar diam dengan menggigit bibir gugup, katakan apa tidak.

"Kenapa kak? Bibirnya jangan digigit nanti luka" tanyanya menyentuh lembut permukaan sudut bibir gue.

"Jadinya pesan apa" Sialan coba aja gue bisa teriak kencang dan bilang gue udah suka ralat cinta sama lo, jadi ayo tembak gue —kalau aja gue berani. Sayangnya enggak gue malah nanyain makanan apa yang mau dipesan setelah hampir sepuluh menit manusia depan gue sibuk dengan aplikasi foof delivery-nya.

"Rotbak aja kali ya, apa martabak? Kalau lo maunya apa kak?" Juan terlihat kebingungan ingin memesan apa, gue mendekat melirik layar ponselnya tengah menampilkan bermacam makanan.

"Kalau martabak.. didepan komplek sini ada yang enak loh" jelas gue menawarkan, lantas Juanda segera mengiyakan dan berakhir lah malam minggu ini gue ditemani sekotak martabak rasa manis sekaligus teman makan oleh Juan tanpa ada status yang jelas.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 17, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

singgah| Junghwan • HIATUS Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang