Waktu sudah menunjukkan pukul 12 siang. Waktu dimana para murid mengakhiri pelajaran mereka dan guru-guru siap untuk kegiatan mereka selanjutnya. Membereskan kelas, memeriksa tugas, serta merencanakan aktivitas di kelas untuk keesokan harinya.
Namun, berbeda dengan Anna. Siang ini ia tampak duduk di ruang kesehatan bersama dokter Meira yang sedang mengobati luka - luka Annie. Luka - luka tersebut kebanyakan berupa lebam. Ada yang masih terlihat baru, namun beberapa terlihat sudah lama dan mungkin hampir sembuh. Sisanya berupa goresan - goresan kecil yang hampir saja luput oleh mata.
Setelah selesai mengobati, dokter Meira segera menyuruh Annie beristirahat di ranjang pasien. Tentu saja anak itu tidak boleh tidur telentang akibat kondisi punggungnya. Akhirnya, ia pun tidur dalam posisi menyamping sambil memegang tangan Anna. Anak itu seperti takut kehilangannya. Mau tidak mau, Anna pun menunggu dan memastikan Annie tertidur dengan lelap, barulah setelah itu ia menghampiri dokter Meira.
"Lukanya bagaimana, dok? Apa bisa cepat sembuh?" tanya Anna sambil menatap lekat luka - luka tersebut. Hatinya sakit setiap kali mengingat betapa sedihnya kehidupan Annie, yang seharusnya menjadi tuan putri di rumahnya sendiri.
Sambil menunjuk luka - luka pada foto tubuh Annie yang diambilnya beberapa waktu lalu, dokter Meira pun memberikan penjelasannya."Sebagian bekas lebam bisa hilang dalam waktu 3 - 7 hari. Namun untuk beberapa luka seperti lebam di bagian paha dan goresan - goresan di bagian punggung, akan butuh waktu lebih lama. Mungkin sekitar 1 bulan lebih."
Anna pun menghela nafas panjang. Pasrah akan penjelasan yang baru saja diterimanya. Baru saja ia akan memberikan pertanyaan lainnya, suara pintu yang dibuka langsung mengalihkan perhatian mereka. Di sana Steven yang hanya memunculkan kepalanya.
"Miss Anna, can I talk to you outside for a second?"
Mengerti, Anna pun segera melangkah keluar ruangan dan bertemu Steven, sang kepala sekolah, yang duduk di kursi panjang depan ruangan. Anna yang sebenarnya tidak mau meninggalkan Annie terlalu lama mau tidak mau ikut duduk di sampingnya karena diminta. Untunglah saat ini para siswa kelas kecil sudah pulang dan siswa kelas besar pun sedang belajar di kelas. Oleh karena itu, tidak akan ada yang mengganggu atau menguping pembicaraan mereka.
"So, what about the parents, Sir? Can they come today?" tanya Anna to the point. Matanya menatap tajam atasan sekaligus seniornya itu, menunggu jawaban yang ia harapkan.
"I'm sorry, unfortunately..."
Belum selesai Steven mengucapkan kalimatnya, Anna sudah memotongnya, seakan tahu apa yang ada akan diucapkannya.
"Damn it, Steve! What's wrong with them?!" erang Anna kesal.
"Mind your words Miss Annabelle. We're at school," tegur Steven mendengar umpatan Anna.
"Oops... Sorry, Sir. But the parents are still in Jakarta, right? Can I at least speak to them on the phone. Please..," mohon Anna dengan puppy eyes-nya, berharap sang atasan akan luluh.
"I'm sorry, An. I only have Daniel's contact."
Anna benar-benar merasa kesal. Apakah orang tua Annie terlalu sibuk untuk memperhatikan keadaan putri mereka? Mereka bahkan mempercayakan keselamatannya pada orang yang salah. Tidakkah seorang anak harusnya menjadi prioritas orang tuanya?
Anna bisa saja menerima kedatangan wakil lainnya. Namun, masalahnya Anna tidak dapat mempercayai satu pun orang-orang di sekeliling Annie sekarang ini. Tidak dengan Surti yang Anna ketahui sebagai pelaku namun memiliki otoritas tinggi atas Annie. Tidak juga dengan Daniel, sosok 'orang tua' yang justru terkesan tidak tahu apa-apa mengenai perkembangan putrinya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Entangled Again
RomanceAnnabelle Clarinne Sastrawijaya Seorang wanita Aries yang mencintai dunia pendidikan. Ia adalah cahaya bagi murid - muridnya, semangat bagi sahabatnya, dan kehangatan bagi keluarganya. Sayang, sebuah masa lalu menyakitkan membuatnya menutup hati b...