"Mommy, I want to sleep by myself, can I?"
Anna cukup kaget mendengar pernyataan putrinya itu. Selama ini putrinya selalu mencarinya di saat malam hari. Ia jelas tahu kalau Annie masih takut untuk sendirian.
"I'm sorry, Annie. But you can't. You must sleep with Mommy," jawab Anna sambil menatap sayang anaknya.
"But, I want to learn, Mommy," mohon Annie dengan matanya yang berkaca-kaca. Membuat Anna tidak tega.
"But..."
"Annie will sleep with me."
Semua mata tertuju pada sang nenek yang duduk di bagian paling depan. Anak-anaknya tidak percaya dengan apa yang baru saja mereka dengar. Begitu juga cucu-cucunya. Termasuk Leon dan Anna.
"Tidak apa, Ahma. Annie bisa tidur bersama kami," jawab Leon tanpa mengurangi rasa hormat dan dengan berbahasa Mandarin. Tujuannya agar membuat Ahma merasa lebih nyaman.
"Apa kau pikir aku akan mencelakakan cicitku sendiri?" tanya Ahma penuh sarkasme.
"Bu.... bukan begitu, Ahma," kata Leon berusaha membela diri.
"Jadi apa masalahnya? Biarkan dia tidur denganku. Aku juga berbagi waktu dengan cicitku. Kemarin memang belum sempat karena sibuk dengan pernikahan kalian,"
"Apa Ahma yakin?" tanya Leon lagi.
"Kenapa memangnya? Sudahlah! Aku lelah, aku ingin kembali ke kamar dan mempersiapkan ranjang untuk cicitku Bawalah Annie ke kamarku 1 jam lagi."
Setelah berkata demikian, Ahma pun pergi meninggalkan ruang makan diiringi oleh asistennya. Meninggalkan suasana hening yang tercipta hingga akhir makan malam. Meninggalkan keputusan yang tidak boleh diganggu gugat oleh siapa pun, termasuk orang tua dari satu-satunya gadis kecil di ruangan itu. Gadis kecil yang menjadi awal mula perdebatan.
***
"Annie, kalau kamu mau cari mommy, ingat untuk kasih tahu nanny," peringat Anna sambil menunjuk salah seorang wanita paruh bayah yang katanya sengaja dipanggil untuk menjaga putrinya selama mereka di sini.
"Yes, Mommy,"
"Good Girl. Sekarang Mommy ke kamar dulu ya," pamit Anna setelah memberikan kecupan selamat malam.
Malam itu lampu kamar belum mati juga. Ada Anna yang terus berjalan kesana kemari. Sedangkan suaminya, entah dimana keberadaannya. Namun Anna tidak peduli. Yang ia pedulikan hanya putri semata wayangnya itu.
Masih teringat dalam benaknya ekspresi putrinya saat akan ia tinggalkan tadi. Jelas ia takut meski masih berusaha tersenyum. Meski khawatir, bolehkah Anna sedikit berbangga atas keberanian putri tercintanya itu? Bahkan di tengah ketakutannya, Annie masih memikirkan orang lain, khususnya kedua orang tuanya. Semoga saja tidak terjadi apa-apa pada Annie.
"Sepertinya robot vacuum saja kalah rajin dari kamu,"
Ada suaminya di dekat pintu sedang memperhatikannya. Entah sejak kapan dia masuk. Di tangannya terdapat 2 cangkir masing-masing berwarna merah dan biru.
"Ayo duduk. Aku buatkan sesuatu untuk kamu," kata Leon sambil menuju ke tempat duduk.
Anna pun mengikuti suaminya menuju ke meja kecil di sudut kamar. Ada 2 kursi juga di sana. Saat ia duduk dan melihat apa yang ada di dalam cangkir tersebut, ia mengerutkan keningnya. "Tea?"
Mendapatkan respon demikian, Leon hanya tersenyum kecil. "Yup. It's tea. Chamomile tea to be more precise."
"You know I'm not a fan of tea?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Entangled Again
RomanceAnnabelle Clarinne Sastrawijaya Seorang wanita Aries yang mencintai dunia pendidikan. Ia adalah cahaya bagi murid - muridnya, semangat bagi sahabatnya, dan kehangatan bagi keluarganya. Sayang, sebuah masa lalu menyakitkan membuatnya menutup hati b...