Bab 6: Alergi

93 24 2
                                    

Selamat membaca...
*
*
*

Ueekkh!

"HIH!"

"A-aduh!"rintihnya dengan meremas perutnya yang terasa mual. "Gla, perut gue mual. Hhpp... hhuuek!"

"Ck! Makanya, gue tanya! Lo makan apa sampai begini, Gemi?!"gemas gadis itu dengan mengusapkan minyak angin ke perut lelaki yang sudah tergeletak tidak berdaya di depannya.

Gladis sedari pening, mengurus Gemilang yang tiba-tiba saja muntah terus-terusan setelah pulang dari Pasar Malam. Ia sudah menghubungi Kemala sebelumnya. Namun sayang, wanita itu sedang berada di tempat Saudari Iparnya yang sedang kalang kabut karena anak sulungnya akan melangsungkan proses persalinan.

"Ini! Coba minum ini,"Ardana datang dari arah dapur. Tangannya terulur kepada Gladis, memberikan minuman herbal yang sempat ia rebuskan untuk Gemilang.

Gemilang menggeleng ketika mencium aroma rempah yang begitu kuat, ditambah dengan warna keruh dari air di gelas itu, membuat perutnyanya seperti diaduk-aduk.

Dengan sekali tarikan kuat, Gladis membuat Gemilang duduk. Lelaki itu terus saja merengek dan menolak untuk menurut, dia terus saja meringkuk dengan menutup mulutnya yang ingin mengeluarkan cairan dari dalam perut. Meski pun mendapatkan protes dari lelaki itu, Gladis tidak pantang mundur. Jangan panggil dia Gladis jika tidak bisa membuat Gemilang menghabiskan segelas penuh minuman hangat buatan Ardana itu.

"Kamu seperti orang keracunan, Gemilang."tutur Ardana dengan mendudukkan diri di samping Gladis.

"Nah! Aku juga ngerasa kayak gitu loh, Kak."sahut Gladis. "atau, jangan-jangan dia ada makan seafood ya tadi?"Gladis bergumam sembari memijat pelan pinggang belakang Gemilang, setelah pria itu membalik badannya hingga tengkurap.

"Di Pasar Malam tadi, lo makan apa?"tanya Gladis sembari meringis ketika melihat wajah pucat dari Gemilang.

Lihatlah, Gemilang yang biasanya selalu tampil dengan sikap menyebalkan, kini terbaring lemah sambil merengek seperti anak kecil. Suaranya serak, wajahnya pucat pias, suhu tubuh Gemilang dari tangan hingga kaki yang dapat Gladis rasakan adalah dingin. Laki-laki ini betul-betul sedang tidak baik-baik saja.

"Cuma Sate sama Bakso bakar, Gla,"lirih Gemilang yang kembali menelentangkan tubuhnya di atas kasur. "minumnya Es Campur Cincau, itu doang. Aduh! Perut gue mual banget... "

Hueek!

"GEMI! BAJU GUE!"Gladis meloncat menuruni kasur. Sialan... Gemilang memuntahkan isi perutnya ke bajunya.

"LO!... "

"Gladis?"belum sempat Gladis melontarkan caci makinya, seorang pria paruh baya memasuki kamar Gemilang dengan sedikit tergesa.

"Om Genta... perut Gemi, Om."Gemilang mengadu, wajahnya yang memelas pada Gentala membuat Gladis muak.

"Ayah?"Gladis mendekati pria yang ia panggil Ayah itu, lalu memeluknya dengan erat. "bukannya Ayah bilang lusa baru pulang?"tanya Gladis lagi, tanpa memperdulikan ringisan Gemilang yang semakin menjadi.

"Ada perubahan jadwal, jadi tugas Ayah dialihkan sementara,"ujar Genta sembari mendekati ranjang Gemilang dengan Gladis yang bergelanyut manja di lengan kanannya.

Baiklah, kali ini Gladis akan membiarkan Gemilang memonopoli Ayahnya. Tapi, hanya untuk kali ini saja. Lain kali jangan harap lelaki itu bisa mengambil alih perhatian Ayahnya. Cukup dulu saja, ia seperti anak yang tertukar. Jika Kemala adalah perisainya, maka Gentala, sang Ayah adalah Sekutu dari Gemilang.

My 99kg Girl! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang