Chapter 16 Siapa Malla?

1 1 0
                                    

Gunakan hendseat dan putar lagunya👆 selamat membaca!🌻

Malam hari, aku melewati ruangan 66, terdengar suara teriakan di dalam sana. Karena penasaran aku mencoba mengintip dibalik pintunya yang sedikit terbuka. Anak yang sepantaran denganku terus memberontak, diberi suntikan cairan merah pada leher anak tersebut hingga menjadi suatu makhluk mengerikan, tulang yang memanjang sampai terpisah dengan daging serta kulitnya. Namun, tak lama tulang itu mengeropos, ia kehilangan nyawa begitu tragis.

Keesokan harinya, aku menceritakan kejadian semalam kepada kedua teman baruku. Namun, mereka hanya saling menoleh seolah menutupi sesuatu.

"Kita semua sebenarnya adalah bahan eksperimen mereka," ungkap Selena.

"Maafkan kami tak memberitahumu sejak awal, kupikir perlu mencari waktu yang tepat untuk mengatakannya, kami tak ingin menakutimu," sambung Alan.

"Jadi ... kita akan segera mengalami nasib yang sama dengannya?...," cetusku tersenyum getir.

Mereka langsung menggelengkan kepala, menenangkan diriku yang ketakutan.

"Kita akan mencari cara keluar dari sini bersama-sama," ucap Selena sembari mengusap pundakku.

"Ayo ikut bersama kami sekarang," Ajak Alan dibalas anggukanku.

Kami berpura-pura main layaknya anak pada umumnya dan sengaja melakukan suatu kesalahan di hadapan para penjaga, akhirnya kami dikurung ke suatu gudang sesuai yang direncanakan.

"Kenapa kita melakukan ini?" tanyaku berbisik.

"Karena disinilah kita akan membuat ren-," Aku langsung membekap mulutnya.

"Hei? Kita akan ketahuan kalau kau berbicara keras seperti itu!" bisikku panik pada Selena yang langsung menggelengkan kepala dan melepaskan telapak tanganku.

"Tenang Malla, hanya ruangan ini yang tidak terpasang cctv," timpalnya menjelaskan.

"Oh ...."

"Kami tidak sebodoh itu," imbuh Alan tak terima.

"Ya, maaf," gumamku pelan.

"Selama ini, aku sudah coba memeriksa area pintu keluar. Tidak ada pendeteksian maupun teknologi yang terpasang di sana," papar Alan mulai membuka diskusi rencana yang mungkin sudah mereka rencanakan sebelumnya?

"Apa kau sudah yakin? Barangkali terselip di suatu sela kecil?"

"Ya, aku yakin," jawab Alan kepada Selena.

"menurutku, sebaiknya kita periksa ulang untuk benar-benar memastikan aman?" usulku dibalas tatapan tajam dari Alan.

"Kau pikir aku tidak teliti?"

"Tidak, bukan begitu, Kak Alan. Entah kenapa aku merasa ada sesuatu yang janggal," jelasku.

"Aku mengerti maksudmu, mereka tidak mungkin tidak memasang apapun. Terutama area pintu keluar yang seharusnya lebih ketat, kan? Aku setuju dengan usulan Malla," urai Selena dan Alan mengangguk faham.

"Kau masih sangat kecil, tapi sudah pintar mengusulkan sesuatu," puji Alan menatapku tersenyum.

"Lihatlah, adik kecil kita pipinya merona, hahaha," goda Selena seraya terkekeh serta Alan yang ikut tertawa.

"Tidak, tuh," ucapku memalingkan wajah karena tersipu malu dan berusaha menolak usapan dari Kak Selena.

"Oh, ya. Hanya kau saja yang belum mengatakan asalmu sebelumnya," protes Kak Alan.

"Aku ... Aku sebelumnya tinggal di ruangan kosong yang begitu gelap." Alan dan Selena terdiam.

"Jadi ... kau dikurung?" tanya Selena.

Merah, Abu & Biru (Series) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang