9) Ako no Secret

202 90 145
                                    

⚠⚠⚠

Setelah menghabiskan sebungkus roti yang dimakan di tempat favotitnya, kolong meja, Sou meraba sekitar untuk menuntunnya keluar. Baru beberapa langkah, ia hampir saja jatuh karena menyandung sesuatu.

"Uh?" Sou merendahkan badan, berjongkok, mencari tau apa yang barusan ditabrak menggunakan indera perabanya. Didapati punggung seorang pemuda yang tengah terbaring dengan posisi miring, membelakanginya. Eve.

Anak kecil itu meraba wajah Eve dan merasakan sesuatu yang basah menyentuh jemarinya. "Uh ...?" Diusap jemari yang basah itu dengan tangan satunya. Tampak kebingungan tersirat di wajahnya.

Eve terbangun, duduk menghadap Sou, mengukir senyum meskipun pipinya basah. Diraih telapak tangan anak kecil itu dan menuliskan A-I-R M-A-T-A.

Kata tersebut adalah hal baru yang diketahui Sou. Meskipun begitu, ia seperti bisa memahami bahwa laki-laki yang dianggap seperti kakaknya itu sedang merasakan kesedihan. Ia pun merapat pada Eve, memeluknya erat.

Dekapan anak kecil itu begitu hangat dirasakan sampai membuat air mata Eve menitik sekali lagi. Tak ada sepatah kata pun dari Sou, tapi pelukannya seakan mengatakan pada Eve untuk tidak merasa sendiri, Sou akan selalu ada bersamanya.

Seketika Eve teringat pada ucapan ibunya. "Satu orang yang mengerti air matamu lebih berharga, daripada seribu orang yang melihat tawa palsumu."

Tujuh tahun lalu, sebelum Eve memutuskan pergi dari rumah, ia adalah anak seorang pemilik bisnis underware terkemuka dan sangat sukses. Hidupnya tak kekurangan suatu apapun. Bahkan jika ia mau, pedagang kaki lima di sepanjang depan gerbang sekolahnya pun bisa diborong semua dagangannya sekalian sama penjualnya juga.

Saat itu, ayah Eve ingin anaknya menjadi penerus bisnisnya. Tapi Eve menolak dengan keras, sebab di sekolah saja, ia sering di-bully karena dikenal sebagai anak penjual pakaian dalam. Selain itu, Eve bercita-cita menjadi musisi, didukung pula oleh ibunya.

Namun sebelum ambisinya itu tercapai, ibunya Eve pergi untuk selamanya karena sakit. Kejadian itu bagaikan petir bagi Eve, apalagi hari kepergian ibunya bersamaan dengan pengumuman hasil tes perguruan tinggi. Ia belum sempat memberikan kabar bahagia bahwa diterima di kampus bergengsi tersebut.

Ditambah lagi ia harus menerima kenyataan bahwa ayahnya menikah lagi, tak lama setelah kepergian ibunya. Hancur sudah perasaan Eve sehingga membuatnya memutuskan untuk pergi dari rumah.

"Untuk apa tetap tinggal? Bunga dan keindahannya telah mati dan hanya duri yang tersisa di sini. Lebih baik pergi, tinggalkan semua kesakitan ini. Jujur, duri ini telah menusukku berkali-kali."

Jika menelisik ke hati kecilnya, sungguh Eve sangat ingin pulang. Tapi rasa benci di hati membuat langkahnya berat sekali untuk menemui bapaknya.

"Rasanya pengen jadi orang lain aja. Mereka bisa merasakan kebahagiaan dengan keluarga dan mereka adalah orang beruntung yang pernah ada."

◆◇◆◇◆◇◆◇

Eve menenteng kresek belanjaan, ia baru pulang dari minimarket untuk membeli bahan makanan.

Ketika ia sudah dekat dengan gang rumah, netranya menangkap kehadiran tiga orang pria bertubuh tegap memakai jubah hitam bermotif awan merah sedang memantau di sekitar. Ia pun segera bersembunyi.

"Ngapain mereka di sini?!" Eve mengendap-endap, berjalan mundur, melarikan diri, menghindar dari para Akatsuki gadungan di sana.

Ketiga pria tadi adalah orang-orang suruhan bapaknya Eve. Sudah pasti, tujuan mereka adalah menemukan pemuda bersurai cokelat itu.

"Hei, sini!" panggil seorang wanita yang wajahnya tak asing bagi Eve. Wanita yang mengaku seorang pemilik kontrakan ditambah ciri khasnya memakai riasan tebal, tetangga sebelah Sou.

Eve masuk ke pekarangan rumah wanita tersebut lalu memegang kedua lutut, mengatur napasnya yang tak beraturan setelah berlari. "Gawat! Kenapa harus ketemu wanita ini! Bisa-bisa ... aku diinterogasi perihal rumah Sou!" gerutu Eve dalam hati.

"Kenapa? Lari begitu kayak dikejar tuntutan keluarga aja," ucap wanita tersebut. Eve pun menceritakan yang sebenarnya terjadi.

"Semoga Sou baik-baik aja," imbuh Eve dengan wajah khawatir dan berbisik. "Sabar ya, Sou. Aku segera pulang kok."

Wanita dengan daster selutut itu menatap sendu seorang pemuda di dekatnya. "Syukurlah ... setelah kepergian ibunya, Tuhan benar-benar mengirimkan seorang malaikat pelindung untuk Sou."

Eve mengerutkan kening. "Nggak perlu berlebihan. Aku bukan malaikat." Tak pernah dilupakan alasan utama Eve merawat anak itu adalah hanya karena uang.

"Hei, Nak. Apa ... kau tidak ingat siapa diriku?" tanya wanita itu sembari memajukan wajahnya, menyisakan sedikit jarak dengan Eve.

Eve menelan saliva, rahangnya mengeras. Mau diapakan dia oleh wanita ini?

"P-pemilik kontrakan sebelah rumah Sou, kan?" jawab Eve gugup sembari menggeser posisi duduk, menjauh dari wanita tersebut. Dari sudut mata, ia menelisik ke rumah di dekatnya. Ia pun menoleh dan baru menyadari bahwa berada ke halaman rumah Sou.

"Kau ... sedang apa di sini, Bu? Mau menemui penghuni baru rumah ini?" tanya Eve sambil menunjuk rumah minimalis tersebut.

"Ternyata kau tidak ingat? Gimana kalo aku jadi begini." Perempuan itu mengubah penampilannya dalam sekejam.. Iris mata merah menyala dan skleranya hitam pekat. Memakai baju kantoran bersimbah darah, mirip seperti baju yang dipakai korban pembunuhan malam itu alias Ibunya Sou. Bau anyir pun menyeruak di sekitar Eve.

Wajah Eve memucat dengan mata terbuka lebar, mulut menganga, tubuh mendadak kaku, menunjuk wanita yang berdiri di depannya. "K-K-Kau ...."

Bulu kuduk Eve berdiri, lidahnya kelu. Ketakutan membuatnya sulit berbicara dengan baik. Beberapa kali mengatur napas, berusaha untuk mengendalikan diri. Ia jatuh berlutut, mendekat ke wanita tersebut dengan tergesa-gesa, mengatupkan kedua tangan di depan dada. Buliran keringat tampak di pelipis dan dahinya.

"M-maaf! S-salahku malam itu meninggalkanmu padahal aku tau kau sedang dibuntuti. Andai saja ... andai saja aku bertindak. P-pasti kau ... pasti kau tidak akan jadi korban pembunuhan--"

Eve mengerjap. Sejenak tatapannya kosong, menatap lantai yang dingin lalu menampar dirinya sendiri. "Hahaha, bodoh kau, Eve! Hentikan ilusi yang kau buat ini!"

Tenggorokan Eve semakin tercekat. Ia langsung mendongak, menatap wanita yang berhadapan dengannya itu ketika tangan dingin, pucat dan terdapat sedikit bercak darah, bertengger di pundaknya. Jantung berdetak semakin cepat. Bukan karena cinta, tapi ketakutan. Rasanya saat ini Eve ingin pingsan saja.

"Meskipun ragaku sudah terkubur. Aku masih mengawasi Sou. Aku tau semua, apa yang kau perbuat pada anakku," ucap Ibunya Sou dengan berlinang air mata.

 Aku tau semua, apa yang kau perbuat pada anakku," ucap Ibunya Sou dengan berlinang air mata

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Eve tersenyum getir dengan bibir sedikit bergetar. "L-lalu apa? K-kau menyalahkanku dan ... mau aku i-ikut bersamamu?"

■□■□■□■□■■□■□■□■□■

5 Maret 2023

Source Pict : Tokyo Ghoul

『𝕸𝖞 𝕲𝖚𝖆𝖗𝖉𝖎𝖆𝖓 𝕬𝖓𝖌𝖊𝖑』 ✔ 𝙴𝚟𝚎𝚂𝚘𝚞 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang