11) Rumor

212 91 113
                                    

Para penumpang berdesakan, saling dorong, berebut keluar dari pintu kereta. Eve berdecih karena ada seseorang yang menginjak bagian belakang sepatunya hingga terlepas, membuat pemuda itu keluar dari kereta hanya dengan sepatu di sisi kanan saja.

"Siapapun yang tadi menginjak sepatuku, semoga rendangmu isinya lengkuas semua."

Rahang Eve mengeras, darahnya berdesir naik ke kepala. Resleting tas dalam keadaan terbuka. Diperiksa isinya. Dompet dan ponsel aman. Tapi buku tabungan milik Sou hilang. Ia segera melaporkan pencurian yang dialami pada pihak stasiun.

Nihil. Dari CCTV di kereta tak terlihat siapa pelaku yang mengambil barang berharga di tas Eve.

Berjalan limbung sambil menggandeng anak kecil di sebelahnya, pikiran dan tatapan Eve kosong. Ia tak tau harus berbuat apa.

Eve tak kenal kerabat atau siapapun di daerah yang dikunjunginya. Ia memilih pergi ke kota ini karena biaya hidup yang terhitung lebih murah dibanding tempat tinggal sebelumnya.

"Mending HP kentang sama dompet jelekku yang hilang ... kenapa harus buku tabungan Sou ...."

◆◇◆◇◆◇◆◇

Tak cukup uang untuk pergi jauh, Eve menggunakan sisa uangnya membayar angkutan umum dan turun di pedesaan terdekat dengan stasiun.

Eve mengamati sekitar dengan posisi tiarap di semak-semak. Dirasa aman, ia bergerak maju dengan tumpuan siku dan lututnya.

Dikeluarkan sebilah pisau kecil kala Eve berhasil masuk ke perkebunan semangka. Ada satu buah berukuran cukup besar. Disayat kecil permukaan semangka itu lalu dicongkel, dilahap isinya untuk memeriksa apakah benar sudah ranum.

Eve segera pergi dari perkebunan semangka sebelum ada yang memergoki, menuju tempat di mana Sou menunggunya.

Diberikan potongan semangka untuk Sou. Diendus buah dari Eve, dijilat, dirasa enak, ia pun makan dengan lahap sampai hampir seluruh wajahnya masuk dalam buah semangka yang dipotong jadi dua.

Eve meraih telapak tangan Sou, menuliskan nama buah itu dengan telunjuknya. S-E-M-A-N-G-K-A.

"Ingat? Coba tuliskan," pinta Eve, kali ini mengarahkan jari telunjuk Sou ke telapak tangannya, menuliskan ulang apa yang baru saja diberitahu.

Sou menuliskan ejaan buah semangka dengan benar. Eve mengusik pelan rambut Sou. "Yep, anak pintar."

Tiba-tiba, ada seseorang yang meneriaki mereka. Eve pun menoleh, seorang pemuda bersurai merah muda datang ke arahnya dengan alis bertautan dan langkah dipercepat.

"Eh? Kau ... laki-laki yang di bus waktu itu, kan?" tunjuk Eve.

"Lah? Ternyata lo! Heh! Jamir! Lo maling ya?!"

"M-maling apa?"

"Maling hatiku, xixixi," ucap Naruse, pemilik kebun sambil tersenyum manis menebar pesona.

"Maling hatiku, xixixi," ucap Naruse, pemilik kebun sambil tersenyum manis menebar pesona

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Nqrse (Naruse)

Eve bergidik ngeri. Ia segera mengangkat Sou, hendak beranjak pergi.

"Woi! Tunggu. Serius dah. Lo maling kan?! Nih!" Pemuda cantik itu menunjukkan sebuah rekaman cctv di sekitar kebun semangka dan mendapati seseorang menyadap beberapa buahnya.

"Ya ... maaf. Sou haus, dia butuh air. Uangku habis untuk naik angkot. Kupikir ... kebun semangka di sana tadi nggak ada pemiliknya."

"Buah itu, ibarat anak buat para petani. Mereka berharga. Seenaknya aja lo congkelin yang masih setengah matang," protes Naruse.

Eve menyesali perbuatannya. Ia pun bersedia bertanggung jawab.

Naruse menerima permohonan maaf Eve dan mengajak pemuda itu ke kebun, memberikan clurit. "Lo tebasin dah rumput yang udah lebat tuh, abis tuh lo bawa ke kandang untuk pakan sapi di sono."

Tak membantah dan memilih menuruti Naruse, Eve juga membantu mendorong gerobak buah-buahan yang dibawa ke pasar.

"Lo jaga lapak yang ini, gue jaga di pojokan dekat gerbang masuk pasar. Kalo ada apa-apa, samperin aja gue," kata Naruse. Ia menjaga lapak buah juga, beberapa meter di seberang Eve.

"Hm, menghindar supaya nggak jualan sempak, sekarang malah jadi penjual buah. Setidaknya bukan buah bibir," keluh Eve sambil mengusap peluh. Ia melirik pada Sou, anak itu tampak duduk dengan tenang dan gembira sambil memakan buah apel yang diberikan Naruse.

"Nggak bersih, semangkanya kayak masih ada pasirnya nih." Seorang pembeli berdiri di lapak Eve, mengamati jejeran semangka sambil menepuknya lalu pergi tanpa membeli.

"Kalau tau bakal ditepuk begitu, mending aku jual durian," batin Eve dengan tatapan datar.

Tak lama kemudian datang pembeli lain. Kali ini seorang ibu-ibu dengan tas besarnya merk Gussi dan memakai 5 gelang emas yang tersemat di masing-masing pergelangan tangan.

"Sekilonya mahal amat, Dek," ucap perempuan tersebut dan menawar harga buah yang diinginkannya 2 kali lebih murah.

"Nggak bisa, Bu. Ini baru aja dipetik. Manisnya asli kayak dia," kata Eve sambil menunjuk Sou.

"Sama aja ah kayak yang lain. Pokoknya kalau nggak sesuai tawaran, aku beli tempat lain aja deh."

Eve tersenyum kecut. Jadi begini rasanya menjadi penjual yang barang dagangannya ditawar sampai pada harga yang tidak berperikepedagangan. Menjengkelkan sekali.

"Gimana, Dek?" Ibu yang sempat pergi itu berjalan mundur, kembali ke lapak Eve dan terus mendesak agar harganya diturunkan lebih murah.

"Nggak bisa. Ibu ini kok maksa sekali," jawab Eve dengan sedikit meninggikan suaranya.

"Loh, mau dibeliin nggak? Inget, pembeli itu adalah raja!"

Eve menaikkan sebelah alisnya. "Penjual adalah Dewa."

Si ibu mencibir. "Dewa kok jualan."

"Raja kok nawar?"

Naruse datang, menengahi Eve dan ibu tukang nawar itu. "Jadi ibu mau harga berapa?" tanya Naruse dengan santun.

"5 ribu sekilo."

"Ya udah, ambil," ucap Naruse sembari mengangguk.

Ibu itu tersenyum. "Nah, gitu dong-"

"Ambil hikmahnya aja," lanjut Naruse dan merampas kembali buah dagangannya yang sempat diambil wanita tersebut.

Selesai urusan dengan jual-beli di pasar, kini mereka mulai berkemas untuk pulang.

"Nah, upah lo hari ini." Naruse memberikan beberapa lembar uang untuk Eve. "Yang di kebun tadi udah cukup untuk tebus kesalahan lo, ini lebihnya."

Mata Eve berbinar ketika meraih uangnya. "Oh, ya. Apa ... kau butuh pekerja lagi?"

"Di sini kerjaan ada terus, cari pekerjanya yang susah."

"Oke, kalau gitu ... apa boleh besok aku kerja lagi, Bang?"

Naruse melingkarkan lengannya ke pundak Eve. "Gue suka pekerja keras begini. Gue kasih tau nih, kunci kesuksesan itu ada dua, Ev. Yang pertama adalah kunci. Dan yang kedua adalah kesuksesan."

Senyuman Eve memudar. Rasanya sia-sia saja sudah mendengarkan dengan serius. Ia membantu Naruse membereskan barang dagangan. Tak menyadari bahwa ada yang mengamatinya dari kejauhan.

■□■□■□■□■■□■□■□■□■

12 Maret 2023

『𝕸𝖞 𝕲𝖚𝖆𝖗𝖉𝖎𝖆𝖓 𝕬𝖓𝖌𝖊𝖑』 ✔ 𝙴𝚟𝚎𝚂𝚘𝚞 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang