05. Pindah.

0 0 0
                                    

Lagi-lagi telat bangun. Jam dinding menunjukkan pukul sepuluh pagi. Eh tidak, siang maksudku. Aku berdiri, mengahadap kaca yang besarnya setinggi tegakku. Badanku merah dan biru akibat ciuman Allen. Ternyata ganas juga.Masuk ke kamar mandi, aku mulai membersihkan badan untuk bersiap-siap turun kebawah.

Dihari minggu Allen tidak berangkat kerja, mungkin mama ada dibawah, atau kakak ipar yang tengah menunggu sapaanku. Aku memoles wajahku dengan basic skincare setelah selesai mandi. Nanti saja lanjut make up setelah menyapa dibawah, atau tidak perlu saja, toh lagipula aku tidak keluar dari rumah ini. Baru saja selangkah aku meninggalkan meja rias, tiba-tiba Allen masuk dan menghadangku.

"Mau kemana?" godanya.

"Turun," jawabku apa adanya.

"Sarapan dulu nih."

Piring berisikan roti panggang dengan telur ceplok dua porsi ditangannya ia letakkan diatas meja yang terbuat dari kaca.

"Aku alergi telur," ucapku pelan.

Allen menatap makanan ditangannya. Dia mengangguk. "Kasih tau aku lagi apa yang kamu suka dan alergi kamu."

Menyuruhku duduk disampingnya. Dan sedetik kemudian Allen keluar untuk menyiapkan sarapanku. Haruskah aku bilang Allen adalah laki-laki baik? Ini baru hari ketiga pernikahan soalnya, dan dia sangat perhatian padaku. Membuatkanku sarapan, membuatkan minuman, menyiapkan air hangat untukku mandi, dan bahkan saat dihari kerjanya pun dia tetap melakukan itu.

Sejauh ini berjalan lancar.

Mungkin sebulan atau setahun sifat aslinya akan kelihatan. Allen kembali dengan piring ditangannya. Roti dengan selai cokelat diatasnya. Roti tanpa dipanggang. Aku gak suka.

"Gak kamu panggang?"

"Iya," jawabnya.

"Kenapa? Kamu gak suka? Bentar biar aku panggang dulu."

Pergelangannya kucegah. Masa dia sih yang harus grusuk-grasak begini.

"Kenapa?" tanyanya.

"Udah. Itu aja."

"Tapi-"

"Udah gak papa. Wajar. Harusnya aku yang buatin sarapan buat kamu. Maaf."

Aku menyantap lahap roti tanpa panggang ini. Sedangkan Allen menyantap roti telur miliknya. Dua orang yang bahkan selera makannya berbeda malah disatukan. Banyak perbedaan antara kami, dimulai dari makanan, minuman dan cara tidur. Aku baru tau kalau Allen tidak bisa tidur kalau pakai bantal, sedangkan aku kebalikannya.

"Aku mau ke rumah. Kangen sama bunda."

"Jam berapa?" Allen balik bertanya.

Ha?

Serius responnya begini? Seharusnya dia marah dong. Belum juga seminggu keluar dari rumah masa kangen. Harusnya kamu tanya 'kenapa', 'ada apa', 'ngapain'.

"Mungkin jam satu. Soalnya kalau lewat dari jam satu bunda gak ada di rumah."

"Oke. Aku ada tugas tambahan dari kantor. Nanti kamu ingetin aja aku."

"Kalau emang sibuk aku aja. Kamu gak perlu repot-repot."

Allen mengusap rambutku. "Kamu istri aku, udah sepantastnya aku nganterin kamu kemana pun kamu mau. Masalah kerja itu gampang, aku bisa luangin waktuku untuk kamu."

Lagi-lagi dia baik begini. Aku kan gak tega.

Mungkin aku harus nunggu biar ada alasan yang logis buat pisah.

Allen berdiri mengambil air, menuangkannya untukku. Dia juga meninggalkan ciuman didahi sebelum turun kebawah untuk lanjut kerja. Dan aku kembali kesetelan pabrik. Malas-malasan sambil main HP. Pesan dari Nata membuatku berdiri.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 13, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ERINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang