Part 1

1.2K 103 0
                                    

Julie menunggu diluar ruang UGD. Ia sendiri memang tak luka parah, hanya saja, mentalnya terguncang.

Ia sedang menunggu kekasihnya. Yang kata dokter, harus ditangani khusus, karena kepalanya terkena benturan keras, kemungkinan selamat hanya 50 persen, dan kemungkinan besar akan amnesia.

Tidak. Julie tidak menangis. Ia kuat. Meskipun dengan banyak perban didaerah tangannya.

Sampai akhirnya, seorang dokter keluar dan mengatakan sesuatu ke suster disebelahnya itu dengan lantang.
"Name : Austin Troy Hood. Time of dead : 01:49 a.m."

Julie jatuh terduduk didepan pintu ruangan tersebut. Ia memang tidak duduk selama hampir 2 jam.

Harry menemaninya. Mencoba menenangkannya, tapi hasilnya nihil. Harry tak bisa menangani adiknya. Jadi, ia memutuskan untuk menelpon kedua orang tuanya, meminta mereka datang. Karena Harry sangat menyayangi adiknya, ia tak sanggup melihat adiknya seperti ini. Kondisi ini tak pernah terjadi sebelumnya.

Julie adalah seorang gadis tomboy yang suka lollipop dan sangat gemar bermain skateboard. Tapi, bahkan tadi Julie menolak lollipop besar yang telah Harry belikan untuknya. Harry memang menyayangi adiknya, tapi Harry tetap lah Harry. Ia gengsi jika harus memohon kepada adiknya untuk jangan bersedih.

Apalagi kalau lollipop besar yang jelas jelas tak pernah Harry tawarkan ke Julie ditolak olehnya hari itu.

"Oh. Ayolah. Seorang Julie Stewart Styles menolak lollipop. Jangan bercanda! Nah. Ambil saja. Jangan sungkan."

Harry memang tak pandai membujuk. Dan faktanya, Harry tak suka membujuk.

Julie tetap bisu. Tak mengatakan sepatah katapun. Ia masih dengan posisinya, duduk di lantai, dan menatap lantai itu datar. Tak ada tanda tanda Ia akan menangis. Tak ada juga tanda tanda Ia akan berdiri atau melongo ke Harry.

Harry menunggu. Menunggu Julie berdiri. Menunggunya duduk dikursi dan menangis atau apapun itu, asalkan tidak duduk diam saja disini. Tidak.

"Jul. Ayolah. Jangan disana terus."

Harry mulai menyerah. Julie masih enggan bergerak.

Harry memutuskan untuk menggendongnya, mendudukkannya dikursi, kemudian membuka bungkus lollipop itu lalu memasukkannya ke celah mulut Julie.

Julie tetap tidak bergerak. Tangannya diletakkan diatas kedua pahanya, matanya memandang kosong kearah pintu ruangan UGD itu. Bahkan ia tidak menghiraukan lollipop yang kini terjepit dicelah mulutnya.

"Aargh! Baik. Sekarang kau mau apa? Dia sudah meninggal! Apa itu cukup jelas?" Pekik Harry.

Kesabarannya telah habis. Ia membentak Julie. Pipinya memerah karena marah, nafasnya memburu, tangannya mengepal, seperti siap memukul Julie. Padahal ia tahu, ia tak akan pernah melakukan itu.

"Terima kasih Harry. Kau kakak yang baik. Sungguh."

Akhirnya Julie angkat bicara, dan memegang lollipopnya. Kemudian mengambil bungkusannya dari tangan Harry. Lalu membungkus kembali permen berbentuk bulat itu.

"Tapi, aku tak mau ini." Tambahnya.

Mendengar ucapan Julie, pipi Harry yang tadinya memerah karena marah, sekarang sudah mereda, nafasnya yang memburu mulai menormal, tangannya tidak lagi mengepal. Marahnya menghilang tiba tiba.

Ia menghampiri Julie, lalu merangkul Julie kedalam dekapannya.

Menghabiskan waktu mereka dalam posisi berpelukan sepanjang malam. Tidak. Julie tidak menangis. Lebih tepatnya belum menangis.

*****

Sedari sampainya mereka dirumah, Julie memang tidak turun ke bawah. Ia mengurung dirinya didalam kamar. Ia tak makan. Setiap kali dibujuk makan, Ia pasti hanya menyunggingkan seulas senyuman. Entah yang bujuk itu Anne -ibunya- atau Robin -ayah tirinya- atau bahkan Harry dan Gemma -kakaknya- pun tak mempan.

Anne kaget saat ia tiba tiba mendengar suara teriakan dari lantai atas. Ia segera berlari ke atas. Ternyata suara itu berasal dari kamar Julie.

"Astaga Jul. Demi Tuhan. Ada apa sayang?" Tanya Anne.

"Mom. A-aku lihat dia. Aku lihat dia Mom!"

"Dia siapa?"

"Austin. Austin Mom. Austin ada didepanku. Tapi aku tak bisa meraihnya Mom. Mom. Austin Mom. Dia.. dia bersama perempuan lain."

Suara Julie memelan pada kalimat akhirnya. Kemudian cairan dari matanya itu tambah banyak.

"Astaga. Tak mungkin dia sama perempuan lain Jul. Dia menyayangimu sayang. Sudah lah. Biarkan dia tenang disana. Jangan ditangisi."

"Mom. Aku tak menangis saat mendengar perkataan dokter yang menyatakan dia meninggal."

"Julie.."

"Kenapa rasanya sakit sekali Mom? Apa dia benar benar tak akan kembali lagi? Apa dia benar benar menyukai perempuan lain?"

"Tidak Julie. Dengar. Dia-"

"Tidak. Mom yang dengar. Aku melihat fotonya berciuman dengan seorang perempuan. Di handphone nya. Di handphone pribadinya Mom!

"A-apa?"

"Tanggal fotonya baru kemarin. Mom tahu? Kemarin Mom! Kenapa rasanya sakit sekali? Mom.."

Anne melihat foto tersebut dihandphone Austin. Entah Julie dapat darimana.

Dalam foto itu, Austin memang sedang mencium seorang perempuan. Ia tak kenal siapa. Ia pun tak mau tau siapa. Yang jelas, Austin tak pantas untuk Julie tangisi. Karena jelas, Austin berselingkuh.

Anne melempar handphone itu keluar jendela setelah Ia puas melihat foto foto itu.

Sekarang Anne tak tahu lagi harus berbuat apa lagi. Anne memang pernah merasakan kehilangan. Ia pernah bercerai dengan ayah kandung mereka. Robin adalah ayah tiri kakak beradik Styles.

Tapi, rasa kehilangannya tidak seperti ini. Julie selama ini tidak pernah menonjolkan sifat penyayangnya.

Baru kali ini perempuan periang dan polos ini menangis seperti benar benar sendirian. Menangis seperti Ia adalah satu satunya orang disini.

Baru kali ini, Anne merasa anak perempuannya ini kembali menjadi si Julie kecil yang menangis ketika lollipop nya diambil.

Anne akhirnya hanya bisa merangkul Julie.

"Mom. Temani aku malam ini. Ya?"

Anne semakin kasihan melihat Julie. Akhirnya, Anne hanya mengangguk pelan tanda setuju.

Anne juga tak mungkin membiarkan Julie terpuruk sendirian dikamarnya. Jadi Anne memutuskan untuk tidur dikamar Julie.

Malam itu, Julie memutuskan.

Ia tak akan menyayangi lelaki manapun lagi selain kakaknya Harry Styles.

Bahkan tidak dengan ayah tirinya. Ia tak pernah menyayangi ayah tirinya itu. Ia hanya memerlukan dompetnya Robin untuk kesenangannya. Karena ketahuilah, tanpa Robin, mungkin sekarang keluarga Styles ini menjadi peminta minta ditengah jalanan London.

Ya. Aku tak akan mati tanpa laki laki. Akan ku buktikan. Batin Julie.

Tell No One [Louis Tomlinson]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang