22

698 43 0
                                    

Hanan menggunakan masker pergi ketempat ustad Zubair, masker itu selain menyembunyikan lembam diwajahnya juga berfungsi untuk menutup kemungkinan jika bertemu dengan bodyguard ibunya, dia memang akan selalu waspada untuk menghindar dari kejaran ibunya. Hanan juga sudah berpakaian rapi seperti saat dia belum masuk kepesantren.

Ustad Zubair melihat dengan ekspresi aneh.
"Eh antum kenapa berpakaian seperti itu?"
Teguran itu tidak hanya di dengar oleh Hanan tetapi Nisa pun ada di tempat itu. Hanan hanya mengambil tangan ustad Zubair dan mencium tangan itu.
"Ustad, saya pamit pulang"

"Ada apa, kenapa tiba-tiba?"

"Anggota keluarga saya sakit ustad, saya harus pulang"

"Oowh baiklah kalau begitu, kamu harus hati-hati, salah kepada kedua orang tuamu"

"Terimakasih Ustad, kalau begitu saya pergi dulu"

Ditempat lain, Pendi sudah menunggu dengan stelan kaos oblong dan celana santai, dia di paksa Hanan menjemputnya tiba-tiba, Pendi bahkan tidak sempat mengganti pakaian, setelah Hanan sampai dimobil Hanan langsung menutup pintu mobil dan meminta Pendi menyetir cepat.

Pendi sejak tadi memandang wajah Hanan yang ditutupi masker, tersisa sedikit bekas lembab di ujung mata Hanan, itu memang tidak terlihat begitu jelas, hanya karena Pendi bersebelahan dengan Hanan makanya dia bisa melihat dengan jelas.

"Muka lu kenapa?"
Pendi menyentuh memar wajah Hanan tetapi Hanan menepisnya kasar." Jangan sentuh, ini sakit"

Hanan perlahan membuka masker menampakkan wajah nya yang penuh dengan bekas lembam.

Pendi replek menutup mulut, menahan tawa beberapa detik

"gue ngak nyangka anak jendral kek lu bisa bonyok juga, Lu pasti ketemu lawan lu ya disana, ha-ha-ha"

Hanan tidak menganggap ucapan Pendi menghinanya meskipun diiringi dengan tawa besar tetapi dia berwajah normal sambil membuka cermin didepannya, bekas lembam memang masih terlihat jelas juga Rasa perih nya masih sangat menyiksa.

"Haha iya iya maaf, oiya sebenarnya gue agak bingung kenapa lu tiba-tiba minta gue jemput, padahal gue belum bilang apa apa, lu punya pirasat apa?"

" Pirasat apa?"

"Yah Pirasat kalau nyokab lu udah tau dimana lu bersembunyi Sekarang"

"Hah. serius lu, tau dari mana dia?"

"Dari Vina, habis itu nyokab lu nelpon gue, gue bilang aja kalau gue ngak tau"

"Huh bagus deh"

"Iya bagus, terus kenapa tu wajah bonyok, apa yang terjadi sama lu selama lu di pesantren?,, Ngak papa, jujur aja"

"Ngak terjadi apapun sama gue, ini anggap aja lu nggak liat,ngak perlu dibahas lagi."

Hanan sangat malas mengingat kejadian itu, Hadorik ketika memukul nya memang seperti tidak memiliki rasa kasihan sedikit pun, jangan kan perasaan yang sama menggebu-gebu seperti nya bahkan simpati saja tidak ada untuknya, Hanan hanya menghela napas lelah, fisik, pikiran dan hatinya merasa lelah disaat bersamaan.

Selama perjalanan kembali ke kota asal, dia hanya terdiam memandang kosong pada pinggiran jalan yang mereka lewati, hanya ada mata teduh, bibir terkunci dan wajah dingin yang dia tampakkan, dia merasa cemas sekaligus merasa bersalah pada apa yang sudah dia lakukan, tetapi semuanya sudah tidak dapat di hindari nya, perlakuan yang diberikan Hadorik memang pantas, pada dia yang tidak tau malu ini.

(〃゚3゚〃)

Hadorik berjalan tertunduk menghampiri kelas, dia terlambat dan  di hadang masuk oleh ustad Subhi, Hadorik tidak dapat memberi penjelasan keterlambatan nya, dia hanya meminta maaf dan menundukkan kepala.  Hadorik tampak kacau, rambut yang berantakan, wajah yang di tekuk serta bibir yang terkunci rapat, dia menampakkan dirinya sedang tidak baik-baik saja pada orang yang terbiasa dengannya.

BL Hanan HadorikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang