Bab Dua Belas

84 3 0
                                    

Jangan lupa vote and comment nya ya

Terima kasih

###

Audrey

Wonder moman zaman sekarang tak perlu kekuatan petir. Karena senjata terbaik wanita adalah ambisinya.

***

Arkan memimpin Audrey turun setelah menyalami pengantin. Sambil melangkah, Audrey memindai ruang pesta. Ia melihat beberapa karyawan Hamura. Lalu membawa Arkan dalam grup karyawan Hamura meski awalnya laki-laki itu enggan. Arkan mau berbaur dan masuk dalam percakapan mereka, walaupun Audrey sadar laki-laki itu tidak tertarik. Tindakan Arkan yang mendahulukan Audrey, dan sikap sopannya membuat Audrey bertanya-tanya 'kenapa laki-laki seperti Arkan sulit ia temukan?'. Laki-laki yang mendekatinya terlalu egois, memonopoli apapun dan ia selalu merasa obrolan mereka memberatkan. Namun bersama Arkan, ia merasa santai.

Audrey mengobrol sebentar dengan mereka sebelum sebagian dari mereka pulang. Saat ia dan Arkan tinggal berdua, Audrey melihat Anjani melangkah kearahnya.

"Au," Anjani tersenyum. Ia memandang Arkan sesaat, "Pak Arkan, saya pikir anda tidak datang."

"Aku diseret oleh Audrey," Arkan menjawab dengan nada lelah.

"Aku tak pernah menyeretmu kesini, kau yang ingin datang. Ayolah! Ini pelajaran untuk mengenal lebih jauh karyawanmu. Kau harus kuat meski tak sanggup." Audrey menepuk lengan Arkan lembut. Arkan tersenyum malas. "Hilangkan senyum kecut dari wajah tampan itu. Kau membuat semua orang berfikir aku menindasmu."

"Pada kenyataannya kau memang menindasku." Arkan tersenyum. Ketika senyum jahil itu muncul, Audrey memelotitinya.

Anjani yang memperhatikan dari samping ragu dengan apa yang terjadi, tapi ia kembali memutuskan menyelesaikan tujuannya menghampiri Audrey. "Au, ada seseorang yang ingin aku kenalkan. Aku pikir ia bisa membantu novel romancemu." Ia menjabat tangan Audrey, lalu menoleh ke arah Arkan. "Pak, saya pinjam Audrey-nya sebentar."

Arkan mengangkat tangannya, memberi izin. Anjani dengan cepat menarik Audrey. Mendekati seorang pria dengan seragam batik yang sama dengan saudara pengantin acara. Anjani memperkenalkannya pada Denis. Yang ternyata sepupu dari pihak pengantin pria. Anjani meninggalkannya mereka berdua. Audrey membiarkan pria itu bercerita panjang-lebar tentang dirinya, bisnisnya dan trek record pacarnya. Dia mengacuhkan tatapan intens laki-laki itu di tubuhnya.

Audrey menyediakan telinganya untuk Denis, namun pikirannya berlarian memikirkan Arkan. Audrey lebih suka menghabiskan waktunya mengobrol dengan Arkan. Cara pria itu mendengarkannya dengan penuh perhatian, berbagi topik pembicaraan dengannya, dan tak memaksanya. Arkan bahkan tak pernah memonopoli percakapan dengan menyombongkan segala hal tentang dirinya. Meski dia dan Arkan selalu memiliki topik perdebatan, laki-laki itu tak pernah menekannya, ia mendengarkannya, dan terkadang mengalah hanya untuk mendengarkannya.

Ini melelahkan. Pikir Audrey.

***

Arkan menyesal membiarkan Audrey diangkut oleh Anjani. Ia melirik Audrey yang mengobrol dan tersenyum ke arah laki-laki di seberang ruang pesta. Siapapun yang mengenal Audrey pasti sadar wanita itu tak berminat dengan obrolan mereka. Dia menonton Audrey dengan resah. Arkan merasa terganggu dengan eksprsi Audrey yang kaku. Dia ingin menarik Audrey segera, begitu ia melihat laki-laki tersebut menyentuh bahunya. Sial.

"Aku tak percaya aku melihatmu disini!" Suara Deo menginterupsi pikirannya. Dia menyodorkan kue ke arah Arkan. Tapi ditolaknya. Kue itu tak terlihat seenak kue buatan Audrey. Mengingat Audrey, ia kembali melirik wanita itu.

The Future Diaries Of AudreyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang