Bab Dua Puluh Dua

37 1 0
                                    

Jangan lupa vote and comment nya ya.

Terima kasih.

###

Audrey

Stars can't shine without darkness.

***

Audrey keluar dari mobil mengikuti Arkan. Laki-laki itu mengambil empat box brownis yang sudah di tata Audrey dalam paper bag. Sebagai seorang yang terakhir datang, Arkan harus pasrah mobilnya parkir di luar pagar rumah. Rumah eyang Arkan berada di tanggerang selatan. Audrey bisa melihat garasi dipenuhi mobil. Laki-laki itu membimbing Audrey masuk, melangkah menuju rumah. Rumah keluarga Arkan terlihat asri, lingkungannya sejuk, dengan taman yang luas. Rumah itu sendiri seperti rumah klasik modern pada umumnya, dua lantai, dan terlihat megah.

"Tempat ini sangat indah," Audrey masih tercenung dengan gazebo unik berbentuk saung di samping taman. Kolam di depannya diterangi dengan lampu taman. Sehingga Audrey bisa melihat ikan emas berenang di dalam kolam.

"Taman belakang lebih bagus, kau akan menyukainya." Arakan mengikuti arah pandangan Audrey. Melihat wanita itu berhenti di tengah taman dan meneliti bunga-bunga yang mulai layu karena kehilangan sinar matahari. Bunga yang sama yang Arkan lihat di depan halaman rumahnya. Bunga itu mekar dengan penuh semangat menerima matahari pagi dan mulai layu ketika matahari terbenam.

Audrey mendengar suara dehaman, dan ketika ia berbalik, wanita itu melihat Gavin bersidekap di depan pintu.

"Aku tak tahu kau begitu menyukai acara keluarga. Kukira kau tak akan datang malam ini," kata Gavin menyapa Arkan dengan cengiran, "Hai, Audrey. Bagaimana kabarmu?" Gavin melambaikan tangannya ketika mata mereka bertemu. Pria itu melangkah mendekati mereka di tengah taman. "Kau terlihat cantik dengan sweater mu."

Arkan mendengus, "tebar pesona. Jangan hiraukan dia, dia hanya ingin tebar pesona padamu Audrey."

Audrey mengabaikan Arkan dan terseyum ramah pada Gavin. "Terima kasih," tutur Audrey, ia menyelipkan anak rambutnya yang diterbangi angin. "Kau terlihat lebih lelah dari biasanya."

"Aku baru pulang kerja," Gavin mengusap wajahnya, kemeja yang ia gunakan terlihat kusut. Lengannya sudah terlipat hingga ke siku. Kantung mata Gavin menghitam. Pria itu menarik nafas ketika Audrey mengerinyit iba menatapnya. "Apa aku semengerikan itu?"

Audrey mengangguk simpati, "Kau terlihat sekarat."

Dan Gavin tertawa, "sepertinya aku butuh penghiburan. Kau mau membantuku?"

"Jangan macam-macam, kau selalu menggodanya. Dia bukan wanita yang bisa kau permainkan. Kau butuh tidur, bukan penghiburan dari Audrey," kata Arkan dan mengajak Audrey melangkah masuk melewati Gavin.

Gavin mengekor di belakang, "hei, siapa yang bilang aku akan mempermainkannya. Aku hanya bilang aku kebosanan disini, dan butuh penghiburan. Aku tak pernah bilang penghiburan yang seperti itu. Aku ini pria yang-"

"- menyebabkan wanita memutuskan untuk melajang." Serobot Arkan sambil mengarah ke dapur. "Ya, dan kau pria yang membuat wanita patah hati." Sambung Gavin bersilat lidah dengan Arkan. "Kau sepertinya lupa dengan siapa dirimu, mungkin aku lebih aman." Arkan menatap Gavin marah, tapi adiknya malah menampakan senyum kemenangan. Lalu melirik Audrey, "kau harus hati-hati Au, dia bukan pria yang jinak. Kau lebih aman bersama singa dari pada bersama Arkan." Gavin menepuk pundak kakaknya yang terlihat mulai emosi menghadapi adiknya.

"Arkan pria yang baik kok, dia menghormati wanita." Audrey berusaha mendamaikan keduanya. "Tetap saja kau harus berhati-hati." Balas Gavin lalu pergi ke tamam belakang setelah puas membuat Arkan meledak.

The Future Diaries Of AudreyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang