Bab Enam Belas

81 2 0
                                    

Jangan lupa vote and comment nya ya.

Terima kasih.

###

Audrey

Kadang kamu butuh fantasi untuk bisa menghadapi realita.

***

"Kau yakin baik-baik saja?" Audrey mengambil notes nya di atas meja. Suara Joe terdengar dari speaker ponsel di atas kasur.

"Ya, aku baik-baik saja." Audrey meraih laci atas lemari di samping tempat tidur. Kemudian Audrey mengeluarkan kaos kaki rajut, memasukan mereka ke kantong kardigannya. "Aku akan menonton film bersama Arkan dan Emily malam ini, aku tidak sendiri, jadi kau tak perlu khawatir."

"Aku khawatir karena kau bilang hujannya deras. Kau punya lilin aroma terapi, kan?"

Joe selalu khawatir saat hujan. Audrey tahu pasti alasanya karena traumanya. Trauma yang semakin parah sejak kedua orang tua mereka meninggal. Bekas tragedi yang menurutnya tak bisa ia lupakan meskipun ia dipenuhi kasih sayang dari Joe dan Memem. Bagaimanapun Audrey merasa dirinya lebih baik dari tahun lalu. Dia tak pernah lagi melukai dirinya. Walaupun Audrey masih sering tegang, menggigil atau sesak nafas, tapi ia bersyukur dia tak lagi melukai dirinya. Luka di telinga, di tangan dan kakinya sudah sembuh, meninggalkan sedikit bekas yang tak akan terlihat jika dia tutupi dengan baik. Dia berharap hal itu juga terjadi dengan luka psikologisnya.

"Tidak, aku lupa beli." Audrey mengikat rambutnya ekor kuda. "Kurasa aku tak membutuhkannya malam ini, Joe. Aku tidak sendirian. Selama aku tidak sendirian, aku akan baik-baik saja." Sekali lagi Audrey mengulang pernyataannya.

Joe terdiam. Dia menghela nafas sesaat, sebelum kembali bersuara. "Jika terjadi sesuatu, telepon aku." Perintahnya.

"Oke."

Audrey keluar dari paviliun, membawa notes bersamanya lalu menyeberang dengan payung ke rumah utama. Audrey masuk lewat pintu belakang yang terhubung dengan dapur. Dia melirik Arkan yang sedang membuat sesuatu di meja konter.

Arkan menoleh menyadari keberadaan Audrey. "Hujannya deras. Teh?"

"Boleh." Audrey duduk di kursi bar, memakai kaos kakinya dibalik celana yoganya. Baju kaos pink tertutup cardigan oversize yang ia kenakan.

Audrey merosot turun dari kursi, mengarah ke kulkas dan mengambil potongan buah yang sudah ia tata di piring sebelum ke paviliun.

"Apa Emily ikut?"

"Aku tak tahu, belum ada jawaban atas ajakanku." Arkan bersungut masam, masih mecelupkan kantong teh ke dalam cangkir.

"Akan aku panggil." Audrey melangkah membawa popcorn yang dia taruh diatas konter, dan membawa serta potongan buah ke ruang keluarga.

Audrey melirik kamar Emily, lampu kamarnya hidup. Gadis itu belum tidur. Tentu saja, biasanya dia dan Emily akan duduk di meja bar, dan sibuk dengan segala hal yang bisa membuat mereka begadang semalaman.

Audrey mengetuk pintu kamar Emily. "Em, kau mau ikut menonton bersama kami?" Dia membukanya, dan mendapati gadis itu sibuk dengan semua skincare di atas kasurnya. Emily menatapnya dibalik masker sheet yang tengah ia gunakan.

"Kau maskeran?"

"Ya, aku sedang me time."

"Mau bergabung? Our time bersama kami?"

Alarm ponsel Emily berbunyi. Gadis itu meraihnya dan mematikan ponselnya. "Apa menu our time kalian masih film horror?"

"Menu utamanya film horror, tapi aku bersedia menggantinya jika ada rekomendasi film lain yang menurutmu bagus dan pantut untuk ditonton." Audrey memperhatikan gadis itu melepas maskernya, dan mengusap leher, lengan, dan kakinya dengan bekas masker yang tersisa.

The Future Diaries Of AudreyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang