Bab Tiga Belas

79 2 0
                                    

Jangan lupa vote and commentnya ya.
Terima kasih
###

Audrey

Hidup lajang mungkin membosankan, tapi damai. Hingga kau berfikir melepaskannya terasa sia-sia.

***

Jevan dan Gavin bukan kembar identik. Audrey dengan mudah mengenali satu dengan yang lainnya. Karena fiture wajah mereka yang berbeda. Namun, ketiga saudara itu memiliki hidung dan mata yang sama. Audrey masuk ke ruangan Jevan dengan diikuti dua pria kekar dibelakangnya. Ruang Jevan tak terlalu besar, cukup untuk dua sofa Loveseat, meja kerja, satu lemari buku yang penuh pajangan dan buku kedokteran, westafel, dan meja kecil berisi pemanas air, paper cup, dan coffee sachet.

"Apa aku harus mengikuti rapat pleno ini? Aku benci rapat. Lebih baik kau memintaku menggantikanmu memeriksa pasien dari pada kau memintaku duduk dan mendengarkan kau berbicara." Jevan melempar tetapan mencela kearah Gavin. Gavin bersungut, dan menghempaskan tubuh besarnya di sofa ruang Jevan. Laki-laki itu mengangkat kakinya di meja dan menyandarkan tubuhnya di sandaran sofa. "Aku baru selesai menyelamatkan nyawa, dan terkurung di ruangan penuh radiasi dan teknologi selama lebih dari 6 jam. Aku butuh interaksi dengan manusia, aku butuh udara segar. Bisakah kita mempercepat ini. Libidoku minta di lepaskan."

"Sekali lagi kau mengatakan sesuatu tentang libido dan malam panasmu, aku akan mencekikmu." Jevan melepas jas putihnya, menyampirkannya di kursi. Lalu melangkah ke westafel mencuci wajahnya. Berdiskusi dan mengoborol dengan serius bersama Gavin nampaknya menghabiskan sebagian energinya lebih banyak dibandingkan energi yang digunakannya di rumah sakit.

"Kafein?" tawar Jevan lalu melangkah ke sudut ruangannya, tempat pemanas air dan kopi.

"Boleh." Arkan mengambil majalah kesehatan di atas meja, dan membolak balik halamannya tak berminat dengan celetukan Gavin. Dia tahu Gavin paling benci duduk dan berdiam diri. Dia orang yang bebas, dan tak suka terikat. Meski begitu ia salut dengan adiknya yang bisa bertahan bekerja dirumah sakit. Ini suatu kemajuan untuk Gavin yang tak suka di kurung dalam ruangan ber-AC.

Jevan membuat empat gelas kopi dengan cepat, tak ingin menambah gerutuan Gavin yang terkurung di ruangannya.

Jevan duduk di sofa, bergabung dengan ketiganya. "Tolong jaga Emily selama seminggu, aku tak bisa membiarkan dia tinggal di apartemen lebih lama lagi." Jevan menyesap kopinya, lalu menaruh paper cup itu di meja. "Bisa-bisa remaja itu rusak karena Gavin." Jevan melirik Gavin kesal, tapi pria itu terus menyesap kopinya tanpa terganggu atau merasa bersalah.

"Tunggu, kenapa Emily tinggal di apartemenmu?"

"Sonya menitipkannya padaku minggu lalu, rencananya ia akan pergi ke rumah keluarganya karena ada keperluan, harusnya hari ini dia pulang, tapi sekarang dia terbaring di rumah sakit. Aku tak bisa membiarkan Emily tinggal di rumah besar itu sendirian. Minggu ini jadwalku sibuk. Aku tak ingin meninggalkan Emily berdua dengan Gavin. Papa sedang keluar negeri mengikuti seminar. Sonya bilang seminarnya akan selesai minggu depan. Jadi aku minta tolong padamu merawat Emily sampai papa pulang."

"Biar ku ulangi lagi. Kau mau aku merawat Emily? Selama seminggu? Di rumahku? Oh yang benar saja." Arkan menutup majalahnya, menaruh benda itu di meja. "Tidak, tidak bisa. Aku tak bisa merawat Emily. Aku tak punya banyak kesabaran menghadapi gadis remaja." Arkan menyugar rambutnya. "Aku bisa membantumu selain itu."

"Tidak ada lagi yang kubutuhkan selain kau merawat Emily. Aku terlalu sibuk minggu ini. Aku tak bisa pulang dan mengeceknya." Jevan mengatakannya dengan nada datar, mengabaikan rasa keberatan kakaknya.

"Kau bisa menitipkan Emily di rumah Eyang."

"Rumah Eyang terlalu jauh dari sekolahnya. Rumahmu lah yang cukup dekat. Dia tidak akan kesulitan pulang-pergi kesekolah atau ke rumah sakit."

The Future Diaries Of AudreyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang