🌠🌠🌠
"Mbak Shifa, bangun!" teriak Cita sambil beberapa kali melihat ke arah jam dinding di ruang makan. "Terlambat nanti, oy!" lanjutnya sambil meletakkan nasi goreng ke dalam dua kotak bekal. Satu warna pink dan satunya warna biru muda.
"Udah siap, Tante, sabar, kek," protesnya sambil berjalan mendekat ke meja makan dengan kursi berbahan berludru warna abu-abu.
"Tante, bekalnya apa? Nasi goreng lagi?" keluh Shifa sambil menatap ke dalam kotak bekalnya.
"Iya. Tante kesiangan bangun. Habis sholat subuh tadi ketiduran lagi," beber Cita. Ia melepas celemek, dilemparkan ke meja dapur lalu membuka kulkas. "Mau susu rasa apa, Mbak Shifa?"
"Nggak, ah. Gendut lagi nanti aku," tolak Shifa ketus. Sementara adiknya Shifa, Gatan berjalan gontai dengan seragam yang belum rapi.
"Dek Gatan, itu dasi kenapa dipake di kepala, haduhhh ...," gregetan sekali Cita dengan keponakan kelas lima SD itu.
"Ngantuk ... izin nggak sekolah, ya, Tan ...," rengeknya.
"Nggak! Apa-apaan kamu, Tante getok pake centong nasi, mau?!" ancam Cita.
"Ck." Gatan duduk di sebelah Shifa. Gadis itu menuangkan teh manis ke cangkir milik Gatan, lalu menyodorkan roti bakar buatan Cita untuk sarapan.
Cita selesai merapikan kotak bekal dua keponakannya ke dalam dua tas kecil. Selanjutnya ia merapikan kunciran rambutnya.
"Tante kerja?" Shifa melirik sambil bertanya.
"Iya, lah." Cita memeriksa tas kerjanya.
"Udah baca undangan dari sekolahku belum? Ada di meja rias kamar Tante," lanjut Shifa. Cita diam sejenak, mengingat-ngingat tepatnya.
"Yah ... lupa, Shifa ...," sesalnya sambil menutup wajah dengan tangan.
"Yaudah," dumalnya. Shifa terlihat kesal, ia lalu buru-buru menikmati sarapanya. Hela napas Cita terdengar jika ia menyesal tidak ingat. Dengan cepat ia menghubungi salah satu temannya, ia izin tidak bekerja.
"Sorry, ya," lirihnya sambil menyudahi percakapan.
"Kerja aja, Tante, nggak apa-apa, kok." Ucapan Shifa terdengar seperti menyindir, remaja kelas dua SMP itu beranjak, ia memakai tas sekolah, tak lupa meraih tas bekal juga. "Aku tunggu di mobil," lanjutnya. Shifa segera ke garasi, sedangkan Cita menatap Ranu bingung.
"Kenapa kakak kamu, pagi-pagi udah BT?" Cita mendekat, ia memasangkan dasi ke kerah kemeja keponakannya.
"Biasa, Tan, paling karena cowok. Mbak Shifa lagi suka sama Kakak kelasnya." Gatan meneguk teh. Cita melongo.
"Hah?! Masih kecil udah suka-sukaan, tapi kok, kamu tau, Dek?"
"Aku denger Mbak Shifa curhat sama temennya kemarin, telponan mereka. Ayo berangkat, aku nggak mau telat lagi. Tante lelet kalau nyetir," gerutunya.
"Idih, 'kan harus hati-hati," sanggah Cita. Ia segera merapikan meja makan, cangkir dan piring kotor ia masukan ke mesin pencuci otomatis. Secepat kilat ia mengunci pintu dan segera masuk ke mobil sedan miliknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Takbir Cinta ✔ (OPEN PO!)
RomansTanpa disengaja, Cita Anggira terpaksa menggantikan posisi mengurus, mengasuh dan menjadi Ibu dari dua keponakannya karena kedua orang tua mereka tugas di negara lain. Kedua keponakannya tidak mau ikut pindah, hingga Cita mengambil alih semuanya de...