Rumah

4 3 1
                                    

○●○

⇔Happy reading⇔

Sekarang Langit sudah sampai di rumah, rumahnya tampak gelap dan sepi, mungkin ayahnya belum pulang.

Sejak meninggalnya bunda Langit, ayahnya berubah dia sering pulang malam, dan setiap pulang ayahnya bauk alkohol, yang artinya ayah sering mabuk.

Langit selalu menjadi bahan pelampiasan ayahnya, dan Langit ia hanya diam, ia selalu diam saat dimaki-maki, di pukuli oleh ayahnya.

Namun apalah dayanya, dia hanya seorang laki-laki yang lemah, dan tidak bisa melawan.

Langit memasuki kamarnya, ia langsung berbaring di kasur, menatap langit-langit kamar, tiba-tiba ia memikirkan Bulan.

"Bulan? Kenapa aku merasa aman jika ada di dekat mu?" Gumam Langit, yang masih menatap langit-langit kamar.

"Apakah aku mencintaimu, pada pandangan pertama?" Monolognya lagi, sambil tersenyum mengingat pertemuan pertamanya dengan Bulan, yang sangat singkat.

"Aishh! Kenapa aku jadi memikirkannya, mendingan aku tidur saja, dan bersiap menghadapi ujian dari dunia" Setelah itu Langit pun, memejamkan matanya.

.
.
.
.
.


Sedangkan di tempat lain, Bulan sudah sampai di rumah, rumah yang sangat besar dan indah, rumah yang selalu menjadi tempat pulangnya, rumah yang selalu membuatnya bahagia, rumah yang penuh kenangan, sekarang rumah ini adalah neraka baginya.

Rumah ini di isi dengan orang-orang, yang selalu menyakiti Bulan, tanpa memikirkan bagaimana perasaan Bulan, rumah ini sudah hancur sejak kedatangan, ibu tirinya dan saudara tirinya.

Mereka telah mengambil apa yang Bulan punya, mereka mengambil kasih sayang papanya, mereka mengambil rumah ini, yang seharusnya ini adalah rumah milik mamanya.

Sudah sekitar lima menit Bulan berdiam diri di luar, menatap rumah yang sekarang baginya adalah neraka itu.

Bulan menarik nafas dalam-dalam, lalu masuk kedalam rumah, "Dari mana aja kamu? Jam segini baru pulang" Bulan tak menjawab.

Bulan sudah mengira kalo hal ini akan terjadi, karena ini sudah menjadi kebiasaan, "Berani banget lo, gak jawab pertanyaannya papa!" Bulan menoleh ke samping, terdapat saudara tirinya, yang tidur di paha ibu tirinya.

"Apasih merusak pemandangan banget" Gumam Bulan, sambil memutar bola mata malas.

Papahnya masih setia berdiri di depan Bulan, ia menatap papanya, "Papa ngapain berdiri di situ? Gak capek apa berdiri terus?" Ucap Bulan meremehkan.

"Berani banget kamu ngomong gitu sama papa!"

"Tauk! Gak punya sopan santun banget sih lo!" Timpal saudara tirinya, yang rasanya ingin Bulan sumpel mulutnya, menggunakan kaus kaki.

"Lo diem bisa gak sih? Ngomong muluk dari tadi!"

"Kamu gak boleh ngomong gitu sama kakakmu" Bulan tak menjawab, inilah yang paling ia benci, papanya lebih membela saudara tirinya, ketimbang membela anak kandungnya.

Bulan melihat ke arah samping lagi, dapat ia lihat saudara tirinya, dan ibu tirinya tersenyum remeh.

"Udah deh! Gak usah ngajak ribut, kalo mau ribut mending besok aja! Gw capek mau istirahat!" Ucapnya lalu pergi, mungkin rada kasar sih, tapi mau gimana lagi, Bulan sudah muak dengan ini semua.

Sesampainya di kamar, Bulan langsung membaringkan tubuhnya di kasur, tiba-tiba ia teringat dengan, pertemuan pertamanya dengan Langit.

"Kenapa gw ngerasa nyaman kalo di dekat Langit?"

"Kenapa ya? Auk ah kenapa mikirin itu sih? Mending gw tidur aja" Setelah itu Bulan, memejamkan mata.

Dan semoga saja mereka, tidur dengan nyenyak, dan mimpi indah

✨🦋


⇒TBC⇐

Janlup vote
See you next chapter (^^)


The MoonSkyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang