-03. G

2.2K 222 43
                                    

"Solar."

Pria itu kembali menatap lawan bicaranya dengan tatapan ragu, alisnya mengerut.

Walau begitu, Solar memiliki firasat tak enak karena suasananya. Tegang seperti keadaannya.

"Ayah, minta tolong."

Masih dengan tatapan penasaran, walau matanya sedikit tertutup kacamata. Yang di mintai tolong hanya bisa mendengarkan terlebih dahulu.

"Apa kamu bersedia ngurus perusahaan Ayah untuk sementara?"

Wah, wah. Solar tambah sibuk, deh.

Dari raut wajahnya, Solar tak yakin ingin menolak. Ia berfikir sementara, belum membuka suaranya.

"Tapi.. penerusnya bukan Solar, kan?" ujar sang anak.

"Benar, seharusnya memang dia. Tapi ada kendala, sedikit."

Pria yang mengenakan kacamata itu yang tadinya melipat tangannya. menjadi memegang pundak ayahnya sendiri untuk meyakinkan.

"Sedikit apa sedikit?" tanya sang anak sambil meledek, tersenyum tipis.

"Hahah, Ayah serahin ke kamu, deh." tawanya juga, dengan lega.

"Bang Hali emang gitu, tch, dikasih kerjaan malah minggat, gimana coba? pas sekolah juga padahal diem diem aje tapi femes. Heran gue. Ngeselin dari lahir pokoknya! emang jan—"

"Lar."

Rosting aja terus, Lar. Nyebut, tuh.

Setelah hampir mengatakan itu, Solar langsung cengengesan tak jelas di depan Ayahnya. Mereka membahas hal lain juga, seperti bagaimana konsep yang akan nantinya Solar jalankan sebagai CEO baru di perusahaan Amato.

Jika di tanya, ada berapa perusahaan yang Solar bangun. Ada beberapa, tapi bisa di hitung menjadi tiga. Di tambah perusahaan Amato, jadinya empat. Makannya, uangnya Solar unlimited.

Mengurus empat-empatnya tak menjadi masalah bagi Solar. Tapi, yang menjadi kendala saat ini itu,

Drr. drr.

Sang gadis segera mengangkat ponselnya yang tiba tiba berdering.

"Iya, kenapa, Lar?"

"Manis, lagi apa?"

"Hmm, lagi experiment?"

"Hah..? k-kamu ga ke lab-ku kan?"

"Emang ada, ya? aku mau kesitu."

"Nggak, nggak! lupakan, nanti aku tunjukin. Sayangku.. serius, ga buat apa apa, kan?"

"Aku lagi mikir kenapa cicak sama cacing awalannya pake C. Jadinya aku nangkep dua duanya, terus—"

"STOPP! SAYANG? KAMU SEBENERNYA NGAPAIN?"

"Bohong, kok. Aku gabut, di sini sepi."

Walah, walah. Tak salah, sih. Rumahnya Solar memang sesepi itu. [Name] ingin keluar, tetapi namanya komplek, luarnya juga sangat sepi.

"Yaudah, aku kirim Duri kesitu. Kamu main aja sama dia."

"Duri? yang mana?"

"Nanti juga tau, kok. Ah, ya. Aku mau bilang sesuatu."

"Kenapa?"

"Aku.. harus keluar kota. Jadinya.."

"Oh, kerja? semangat."

"... Yank, kamu ga ada apa gitu?"

bidadari. ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang